Pengamat lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Sudharto P Hadi menilai pengelolaan sampah di Indonesia hanya memprioritaskan penanganan di sektor hilir.
"Padahal, penanganan sampah di sektor hilir mempunyai keterbatasan dan akan kewalahan menghadapi debit sampah yang dihasilkan dari sektor hulu," katanya di Semarang, Jumat.
Akibatnya, kata dia, terjadi penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berakibat fatal, antara lain, TPA tidak mampu lagi menampung sampah dan menimbulkan polusi berupa bau tak sedap serta air tanah terkontaminasi.
Ia mengatakan, keadaan tersebut diperparah dengan sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang hanya bersifat mengangkut dan membuang sampah, membuat debit sampah menjadi semakin menumpuk.
"Untuk mengatasi TPA lama yang tidak mampu lagi menampung debit sampah, maka solusinya harus dicarikan lokasi TPA yang baru," katanya.
Namun, kata dia, dengan pengelolaan sampah yang hanya bersifat mengangkut dan membuang tersebut menjadikan masyarakat menjadi resisten terhadap TPA karena dianggap menimbulkan polusi dan merugikan.
"Masyarakat pasti akan menolak apabila di daerahnya akan didirikan TPA, karena selain menganggap TPA sebagai tempat yang menjijikkan juga menilai bahwa nilai properti di daerahnya akan menurun," katanya.
Sehingga, tidak mengherankan jika untuk mencari lokasi TPA yang baru di Indonesia merupakan hal yang sangat sulit dilakukan terkait dengan resistensi masyarakat terhadap TPA.
Menurut dia, selain menerapkan pola pengelolaan sampah yang baik di TPA, misalnya dengan sistem "sanitary renville", penanganan sampah di sektor hulu juga harus dilakukan agar seimbang.
"Penanganan sampah di sektor hulu dapat dilakukan dengan langkah `reuse, reduce, dan recycle` (3R) untuk membatasi debit sampah yang akan terbuang ke hilir," katanya.
Ia menjelaskan, "reuse" adalah memanfaatkan kembali limbah sampah yang sebenarnya masih dapat dipergunakan, misalnya untuk membuat kerajinan dan barang-barang lainnya.
"Reduce" yaitu mengurangi debit sampah yang dibuang, dimulai dari unsur terkecil yaitu diri sendiri untuk menghindari sebisa mungkin menggunakan barang yang dapat menimbulkan sampah, misalnya memilih menggunakan gelas untuk minum daripada air kemasan, kata dia.
Kemudian, lanjut dia, "recycle" adalah mengolah sampah yang sudah tidak dapat digunakan menjadi sesuatu yang bermanfaat, misalnya mengolah sampah menjadi kompos.
"Dengan penanganan sampah yang juga dilakukan di sektor hulu, setidaknya akan mengurangi permasalahan sampah yang sampai saat ini masih menjadi persoalan masyarakat, terutama di kota-kota besar," katanya.(*)
Media Komunikasi -- berita dan kebijakan persyarikatan -- Guna Meningkatkan Syiar Organisasi
Selasa, 23 Juni 2009
Pengelolaan Sampah Indonesia Hanya Prioritaskan Hilir
Label:
Info Lingkungan