Jumat, 01 Mei 2009

FENOMENA: AWAS PANDEMI "FLU BABI"


Dunia kini di ambang pandemi ”flu babi” H1N1. Setelah penyebaran virus yang menewaskan sekitar 176 orang di Meksiko ini meluas ke sejumlah negara, Organisasi Kesehatan Dunia, Kamis (30/4), meningkatkan kewaspadaan pandemi dari fase 4 ke fase 5. Evy Rachmawati

Ini berarti sumber penularan adalah manusia yang terinfeksi virus itu. Tinggal selangkah lagi akan terjadi pandemi influenza di dunia. Menurut Direktur Jenderal WHO Margaret Chan, dalam situs WHO, peningkatan level kewaspadaan pandemi influenza ini berdasarkan data penyebaran virus H1N1 dan konsultasi dengan para pakar.

Fase 5 ditandai penularan antarmanusia yang menyebar setidaknya di dua negara di dalam satu kawasan WHO. Fase ini merupakan sinyal kuat bahwa pandemi sudah mengancam. Jika ada deklarasi fase 6, itu berarti sedang terjadi pandemi di mana ada kejadian luar biasa influenza di negara lain di luar kawasan WHO di fase 5.

Atas dasar itu, WHO menyerukan agar semua negara di dunia segera mengaktifkan rencana kesiapsiagaan menghadapi pandemi. Pada tahap ini, hal mendasar yang harus dilakukan antara lain surveilans, deteksi secara dini, penanganan kasus, dan pengendalian infeksi di semua fasilitas kesehatan.


Sejauh ini belum dilaporkan adanya penularan virus baru H1N1 di Indonesia. Potensi berkembangnya virus baru H1N1 di Tanah Air menimbulkan polemik. Menurut Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, virus baru H1N1 tak dapat bertahan di negara tropis seperti Indonesia. Virus itu hanya bertahan di negara-negara subtropis-empat musim. Virus itu juga dinilai tidak seganas virus flu burung H5N1. Sebab, tingkat kematiannya hanya sekitar 6,4 persen, sedangkan tingkat kematian virus H5N1 lebih dari 80 persen.

Namun, Ketua Panel Ahli Komisi Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) Amin Soebandrio menyatakan, belum ada bukti ilmiah yang menyatakan virus baru H1N1 tidak bisa muncul di Indonesia.

”Virus ini berpotensi muncul di Indonesia karena baru mati pada suhu 70 derajat celsius,” ujarnya. Pada suhu udara seperti di Indonesia, virus itu masih bisa hidup. Kemudahan akses transportasi juga membuat mobilitas penduduk antarnegara tinggi yang memicu penyebaran virus itu ke banyak negara.

Kasus H1N1 pada manusia menjadi pandemi di Spanyol pada 1918. Di Indonesia, laporan medis zaman Belanda menyebutkan, saat terjadi pandemi juga ditemukan kasus-kasus dengan gejala sama di Pulau Jawa.

Penularan antarmanusia

Ketika virus influenza dari spesies berbeda menulari babi, virus bisa saling bertukar gen dan menimbulkan virus baru, gabungan virus influenza babi, manusia, dan burung. Virus yang mewabah saat ini ditularkan dari satu orang ke orang lain lewat udara. ”Percampuran virus babi, unggas, dan manusia meningkatkan risiko pandemi,” kata Amin.

Menurut buku Influenza karya Jan C Wilschut, Janet E McElhaney, dan Abraham M Palache, ada beberapa cara munculnya virus subtipe baru yang menular ke manusia. Pertama, virus unggas ditularkan langsung ke manusia dan beradaptasi ke ”host” baru dengan bermutasi. Kedua, virus influenza manusia bercampur virus unggas dalam proses saling bertukar gen. Ketiga, virus lama manusia yang telah bersirkulasi muncul lagi ke populasi manusia.

Kepala Laboratorium Flu Unggas Universitas Airlangga CA Nidom menjelaskan, virus H1N1 di Indonesia sudah ada sejak dulu dengan subtipe H1N1 klasik yang tak berbahaya. ”Virus H1N1 tipe Meksiko atau dikenal sebagai flu babi ini berbahaya, cepat menyebar, dan daya rusak rendah. Yang dikhawatirkan apabila hasil penyusunan ulang menghasilkan virus cepat menular dengan daya rusak tinggi,” kata Nidom.

Secara teoretis, virus di unggas tidak bisa langsung ke mamalia seperti manusia. Harus ada perantara mamalia lain. Kemungkinan besar itu babi. Di tubuh babi, virus berubah dengan dua pola, yaitu adaptasi tanpa mengubah struktur virus. Pola kedua, penyusunan ulang virus hingga jadi gabungan flu babi, flu unggas, dan flu manusia yang lebih berbahaya.

”Jika itu terjadi, virus H1N1 tipe Meksiko bisa berkembang di Indonesia, apalagi banyak peternakan ayam dan babi berdekatan,” kata Nidom. Karena itu, prinsip dasar biosekuritas perlu lebih diperhatikan: tata letak dan restrukturisasi pengelolaan biosekuritas peternakan.

Sejauh ini, pemerintah menyatakan siap melaksanakan rencana kesiapsiagaan pandemi influenza. Dengan angka kasus flu burung tertinggi di dunia, Indonesia telah mengadakan simulasi besar pandemi influenza di Bali dan Makassar, serta simulasi kecil di hampir 20 desa.

Upaya lain adalah menghidupkan surveilans, menyiapkan rumah sakit rujukan, dan persediaan obat oseltamivir. Di sejumlah bandara dan pelabuhan, para penumpang dari luar negeri diperiksa dengan pemindai suhu badan. Jika suhu badan di atas 39 derajat celsius, penumpang dibawa ke ruang karantina.

Sejumlah daerah mengintensifkan pemantauan ternak babi dari ancaman virus H1N1 dan menerapkan biosekuritas di peternakan babi. Di Kulon Progo, misalnya, petugas diterjunkan memantau ternak babi dan menyelidiki kesehatan warga sekitarnya. Setiap hari, kotoran babi dibersihkan dan ternak dimandikan.(rep)