Cukup banyak penderita lupus yang menikmati karier cemerlang sambil menjaga kondisinya
Tak mudah bagi Erlinda Kristin Kiroyan untuk mengungkap akar masalah kesehatan yang dialaminya sejak sepuluh tahun silam. Kulit mantan guru SD dan SMP swasta di Papua ini selalu bermasalah jika tersengat terik matahari.
Ia akan merasa gatal dan selang sesaat kulitnya akan mengalami luka yang serius hingga berborok. `Teman sejawat mungkin mengira saya malas mengikuti upacara tetapi sebetulnya saya hanya tak tahan matahari, ujar perempuan berdarah Manado kelahiran Jayapura, 45 tahun silam.
Setelah tujuh tahun menjalani pemeriksaan silih berganti oleh tiga profesor berlatar belakang spesialis imunitas, kulit, dan penyakit dalam, barulah tersibak tabir penyakit Erlinda. Dari biopsi kulit ia terlihat mengalami lupus kulit. `Dua profesor terdahulu tidak menyimpulkan lupus sebab hasil uji laboratorium semuanya negatif,jelas Erlinda.
Seberapa mengganggu penyakit ini? fLupus beserta obat corticosteroid jangka panjang juga menurunkan penglihatan, daya ingat, fungsi ginjal, usus, dan tulang saya, tutur Erlinda yang juga aktivis Yayasan Lupus Indonesia. Pelan-pelan, Erlinda belajar hidup dengan lupus. Ia berusaha menghindari faktor pencetus kekambuhan, stres dan keletihan.
Dibarengi dengan keikhlasan serta doa, trik ini ampuh menjaganya dirawat berulang di rumah sakit. `Saya terkontrol lupusnya dan dapat beraktivitas terbatas. Hingga April 2009, Yayasan Lupus Indonesia (YLI) mencatat 8.891 orang hidup dengan lupus (odapus) dengan mortalitas 15 orang. Setahun sebelumnya, 8.693 odapus bergabung dalam yayasan yang sama. Sepanjang tahun 2008, YLI memantau 48 odapus meninggal dunia. `fSedangkan sepuluh tahun sebelumnya (1998), jumlah odapus hanya 586 saja, ungkap Ketua YLI, Tiara Savitri.
The Great Imitator
Penyakit ini, menurut dr Laniyati Hamijoyo SpPD Mkes, memang belum dikenal luas. Bahkan dalam kalangan medis sekalipun masih banyak yang tidak mengenal tanda-tanda penyakit ini. `fAkibatnya penderita membutuhkan waktu lebih lama untuk didiagnosis, bahkan kadang tidak terdiagnosis sampai keadaan fatal yang dialami oleh penderita, ungkap konsultan reumatologi FK Universitas Padjadjaran, Bandung, itu. Sebetulnya apakah lupus itu?
Lupus atau dikenal juga dengan nama lupus eritematosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun, artinya sistem imun membentuk antibodi yang seharusnya bekerja memerangi agen-agen infeksi yang disebut antigen seperti bakteri, virus, jamur atau zat-zat asing yang masuk ke dalam tubuh malah berbalik menyerang dirinya sendiri.
Akibatnya, antibodi yang terbentuk menyerang sel atau jaringan tubuh sendiri dan menyebabkan berbagai kelainan, tergantung bagian tubuh yang diserang, bisa di susunan saraf, jantung, paru-paru, ginjal, kulit maupun sendi. Kelainan yang ditimbulkan bisa berupa nyeri, peradangan, ataupun kerusakan jaringan. Memang tidaklah mudah untuk mendiagnosis penyakit lupus, karena tidak ada gejala yang khas, sehingga penyakit ini sering dijuluki the Great Imitator alias peniru ulung, kata Laniyati.
Nyeri pada sendi membuat pasien didiagnosis menderita rematik, keluhan pada ginjal membuat pasien dikira menderita gangguan ginjal, kurang darah akan didiagnosis sebagai anemia. Karena itu, bisa jadi penderita lupus baru diketahui setelah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun mengidap penyakit itu. Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti, diduga berhubungan de ngan faktor genetik dan lingkungan seperti infeksi virus, sinar ultraviolet dan obat-obatan tertentu.
Masing-masing penderita mengalami gejala dan perjalanan penyakit yang berbeda dengan penderita lain namun ada beberapa ciri yang dapat membangkitkan dugaan seseorang terkena lupus jika terdapat gejala-gejala tertentu di antaranya rasa lemas, capek yang berlebihan, demam berkepanjangan, ruam merah di wajah yang menyerupai gambar kupukupu, ruam merah di kulit yang umumnya lebih nyata bila terpapar sinar matahari, juga ruam diskoid, rambut rontok, sariawan yang berulang, nyeri pada sendi, dan bengkak pada kedua tungkai. Gangguan neurologik maupun psikiatrik juga dapat terjadi pada mereka yang menderita lupus.
Tidak sendiri
Perjalanan penyakit lupus, ungkap Laniyati, sangat bervariasi dan kerusakan yang ditimbulkan pada berbagai organ tubuh yang terkena kadang berakibat fatal. Sebagai contoh pada beberapa penderita lupus yang mengenai ginjal kadang berakhir dengan gagal ginjal sehingga mereka harus menjalani cuci darah rutin (hemodialisis). Ada pula penderita yang mengalami kebutaan akibat kerusakan pada saraf mata, dan beberapa yang mengalami gangguan psikosis harus menjalani perawatan di rumah sakit jiwa.
Beban penyakit ini semakin bertambah karena hingga saat ini belum ada obat yang dapat benarbenar menyembuhkan lupus. Meskipun demikian, kata Lani, terdapat obat-obat yang dapat mengendalikan penyakit ini, sejauh penderita rajin kontrol ke dokter dan secara teratur mengonsumsi obatobat yang diberikan. fPada penderita yang penyakit lupusnya sudah terkendali dapat mengalami kekambuhan, artinya penyakit menjadi aktif kembali, jelas Laniyati.
Suatu hal yang wajar jika seseorang didiagnosis lupus menjadi sangat depresi, membayangkan apa yang harus dialami akibat dari penyakit ini. Demikian pula keluarga yang terlibat, tidak saja masalah keuangan dalam hal menyediakan obat-obatan maupun perawatan namun juga masalah psikologis dan beban fisik untuk mendampingi dan menjaga penderita.
Masalah lain adalah usia penderita yang relatif muda dan merupakan masa produktif, sedang giat-giatnya mengejar karier, ataupun mereka yang menjadi tulang punggung keluarga harus menghadapi penyakit ini. Hal penting yang perlu diingat adalah: Anda tidaklah sendirian, kata Lani. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tidak memandang suku bangsa, ataupun latar belakang ekonominya.
Lani mencontohkan, di antaranya, penyanyi terkenal Seal Samuel yang memiliki suara merdu, telah menderita lupus sejak usia remaja. Ini menunjukkan, orang-orang bisa sukses dalam karier dan hidupnya meskipun menderita lupus.rei
Media Komunikasi -- berita dan kebijakan persyarikatan -- Guna Meningkatkan Syiar Organisasi
Jumat, 15 Mei 2009
LUPUS HARUS DIHADAPI DENGAN SIKAP OPTIMIS
Label:
Info Kesehatan