Ada beberapa ciri-ciri yang dapat terlihat jika akan terjadi gempa bumi antara lain:Lihat ke langitKalau di langit ada awan yang berbentuk seperti angin tornado/seperti pohon/seperti batang, bentuknya berdiri, itu adalah awan gempa yang biasanya muncul sebelum gempa terjadi. Awan yang berbentuk aneh itu terjadi karena adanya gelombang elektromagnetis berkekuatan hebat dari dasar bumi, sehingga gelombang elektromagnetis tersebut ‘menghisap’ daya listrik di awan, oleh karena itu bentuk awannya jadi seperti tersedot ke bawah. Gelombang elektromagnetis berkekuatan besar itu sendiri terjadi akibat adanya patahan atau pergeseran lempeng bumi. Tapi kemunculan awan gempa seperti itu di langit tidak selalu berarti akan ada gempa.
Bisa saja memang bentuknya seperti itu.Coba diuji medan elektromagnetis di dalam rumah- Cek siaran TV, apakah ada suara brebet-brebet ataukah tidak- Jika terdapat mesin fax, cek apakah lampunya blinking biarpun lagi tidak transmit data. Coba minta orang lain mengirim fax ke kita, cek apakah teksnya yang diterima berantakan atau tidak. Coba matikan aliran listrik. Cek apakah lampu neon tetap menyala redup/remang-remang biarpun tak ada arus listrikKalo tiba-tiba TV brebet-brebet, lampu fax blinking, padahal sedang tidak transmitting, teks yang kita terima berantakan dan neon tetap menyala biarpun tidak ada arus listrik, itu berarti memang sedang ada gelombang elektromagnetis luar biasa yang sedang terjadi tapi kasat mata dan tidak dapat dirasakan oleh manusia.
Perhatikan hewan-hewan, Cek apakah hewan-hewan seperti “menghilang”, lari atau bertingkah laku aneh/gelisah. Insting hewan biasanya tajam dan hewan bisa merasakan gelombang elektromagnetis.Air tanahLihat juga apakah air tanah tiba-tiba menjadi surut tidak seperti biasanya. Jika empat tanda ini ada atau terlihat dalam waktu bersamaan, segeralah bersiap-siap untuk evakuasi.
Empat tanda tersebut kemungkinan besar menunjukkan memang akan ada gempa berkekuatan besar. Walaupun demikian, adanya awan gempa yang bentuknya aneh itu, tetap tidak bisa memastikan kapan gempa terjadi. Oleh karena itu jangan tunggu-tunggu lagi, sebisa mungkin langsung melakukan tindakan penyelamatan diri untuk menghindari hal-hal yang paling buruk.Kalau skala gempanya besar dan episentrumnya terletak di laut, kita harus selalu aware akan datangnya gelombang tsunami. Tingginya gelombang bisa puluhan meter, bisa juga hanya dua meter. Tapi biarpun hanya dua meter, gelombangnya tidak main-main. Kekuatannya dahsyat (seperti tidak ada habisnya) dan tekanannya bisa mencapai 190 kilogram. (guugling.com)
TIP MENGHADAPI GEMPA
Bersama ini kami sampaikan Sepuluh Tip’s Menghadapi Gempa Jika gempa bumi menguncang secara tiba-tiba:
1. DI DALAM RUMAH : Getaran akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, anda harus mengupayakan keselamatan diri anda dan keluarga anda. Masuklah ke bawah meja untuk melindungi tubuh anda dari jatuhan benda-benda. Jika anda tidak memiliki meja, lindungi kepala anda dengan bantal. Jika anda sedang menyalakan kompor maka matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.
2. DI LUAR RUMAH : Lindungi kepala anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di daerah perkantoran atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya kaca-kaca dan papan-papan reklame. Lindungi kepala anda dengan menggunakan tangan, tas atau apapun yang anda bawa.
3. DI MALL, BIOSKOP, DAN LANTAI DASAR MALL : Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari pegawai atau satpam.
4. DI DALAM LIFT : Jangan menggunakan lift saat terjadi gempabumi atau kebakaran. Jika anda merasakan getaran gempabumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah semua tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan mengungsilah. Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung dengan menggunakan interphone jika tersedia.
5. DI DALAM KERETA API : Berpeganganlah dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh seandainya kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap tenanglah mengikuti penjelasan dari petugas kereta. Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan.
6. DI DALAM MOBIL: Saat terjadi gempabumi besar, anda akan merasa seakan-akan roda mobil anda gundul. Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil dan susah mengendalikannya. Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil anda di kiri jalan dan berhentilah. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika harus mengungsi maka keluarlah dari mobil, biarkan mobil tak terkunci.
7. DI GUNUNG/PANTAI: Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi.
8. BERI PERTOLONGAN: Sudah dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi gempabumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian maka bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang berada di sekitar anda.
9. EVAKUASI: Tempat-tempat pengungsian biasanya telah diatur oleh pemerintah daerah. Pengungsian perlu dilakukan jika kebakaran meluas akibat gempabumi. Pada prinsipnya, evakuasi dilakukan dengan berjalan kaki dibawah kawalan petugas polisi atau instansi pemerintah. Bawalah barang-barang secukupnya.
10. DENGARKAN INFORMASI: Saat gempabumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya. Untuk mencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat memperoleh informasi yang benar dari pihak berwenang, polisi, atau petugas PMK. Jangan bertindak karena informasi orang yang tidak jelas. (portal.vsi.esdm.go.id),
Selengkapnya.....
Media Komunikasi -- berita dan kebijakan persyarikatan -- Guna Meningkatkan Syiar Organisasi
Rabu, 07 Oktober 2009
CIRI-CIRI AKAN TERJADI GEMPA
Masalah Bencana Masih di Urutan Nomor Sekian
JAKARTA - Pelaksanaan penanggulangan pascabencana alam yang terjadi di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Barat, terlihat di sana sini masih terdapat kekurangan dalam segi manajemen dan teknis penanganan bencana.
Hal itu salah satunya akibat tidak optimalnya koordinasi di antara berbagai pihak yang terkait dalam penanganan bencana tersebut. Menurut ahli manajemen bencana dari Fakultas Kesehatan Masyaratat Universitas Indonesia, Ahmad Syafiq, dalam beberapa kasus penanganan bencana termasuk di Sumbar dihadapkan pada sulitnya koordinasi di lapangan.
"Harus ada koordinasi, apakah itu terpusat melalui Badan Badan Penanggulangan Bencana Nasional atau organisai lain. Koordinasi harus jelas dan proaktif, jangan saling menunggu," ungkapnya tadi pagi..
Menurut Ahmad Syafiq, pascagempa banyak pihak yang ambil bagian dalam penanganan korban gempa, dari pihak setempat, pusat hingga bantuan luar negeri. Hal ini tentunya sedikit banyak menyulitkan dalam koordinasi di lapangan.
"Koordinasi di lapangan tak mudah, karena masing-masing organisasi dan lembaga negara mempunyai agenda sendiri-sendiri. Terutama, ketika hari petama dalam menjalankan agendanya. Di sini lembaga yang berwenang harus proaktif, tidak menunggu yang lain lapor," paparnya.
Ahmad Syafiq menjelaskan, hal yang harus dilakukan adalah mendata organisasi yang masuk dan apa yang akan dilakukan mereka. Kemudian, undang organisasi itu duduk bersama untuk melihat operasional mapping.
Selengkapnya.....
Padang Pariaman: Warga Setujui Kuburan Massal
Padang Pariaman, Kompas - Keluarga korban gempa bumi yang tertimbun tanah longsor di Korong atau Dusun Pulau Air, Cumanak, dan Lubuk Laweh di Kanagarian Tandikat, Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (6/10), menyetujui rencana menjadikan lokasi bencana itu sebagai kuburan massal.
Sebelumnya, di tengah keluarga korban masih terdapat kontradiksi mengenai rencana Pemerintah Provinsi Sumbar untuk menjadikan lembah Gunung Tigo, tempat ketiga dusun berada, sebagai kuburan massal.
Wakil presiden terpilih yang menunggu pelantikan, Boediono, Selasa, mengunjungi lokasi bencana gempa di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang. Di Kota Padang, Boediono mengunjungi sekolah-sekolah yang terkena dampak gempa. Setelah itu ia bertemu dengan Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi di ruang kerja gubernur.
Menurut Zamsi Marlis, warga Korong Pulau Air, sebagian warga masyarakat semula menolak lembah Gunung Tigo dijadikan kuburan massal.
”Katanya tak ada dalam adat kami kuburan massal, jadi harus ditemukan semua jasadnya. Tetapi, setelah ada pengertian di antara keluarga, akhirnya kami setuju karena pencarian jasad kerabat kami sudah dilakukan enam hari terakhir dan masih belum ketemu,” ujar Zamsi di tenda pengungsian di dekat tempat tinggalnya, Selasa.
Agus, warga Korong Cumanak, yang kehilangan 11 saudaranya akibat tertimbun tanah longsor, juga mengaku merelakan lembah Gunung Tigo dijadikan kuburan massal bagi saudaranya. Tiga dari 11 saudaranya telah ditemukan, tetapi Agus mengatakan waktu pencarian sudah terlalu lama.
”Kami terima apa adanya. Kalau memang pemerintah masih ingin mencari, ya kami izinkan. Tetapi, jika mereka menghentikan dan menjadikan tempat ini kuburan massal, kami sudah ikhlas,” ujar Agus.
Wali Nagari Tandikat Azas Budi menambahkan, sebagian keluarga korban longsor di Nagari Tandikat sudah menerima daerah longsoran dijadikan kuburan massal.
Wali Nagari Malalak Selatan Erdinal mengumpulkan semua pemuka adat di nagarinya untuk membicarakan masalah kuburan massal. ”Urusan ini harus dibicarakan dengan semua pemuka adat agar semua orang bisa menerima keputusan bahwa lokasi longsor jadi kuburan massal,” ucap Erdinal.
Komandan Kodim Padang Sidimpuan Letnan Kolonel Suhardono mengatakan, ”Kami akan terus mencari jasad yang terkubur sampai masyarakat menyerah. Kalau keluarga korban sudah menyerah, baru pencarian akan dihentikan.”
Saat ini di lembah Gunung Tigo terdapat 14 alat berat, 11 di antaranya ekskavator. Alat berat dalam jumlah cukup banyak ini memang baru beroperasi sejak Senin. Hari sebelumnya hanya satu ekskavator milik Batalyon Zeni Tempur 2/PS Payakumbuh yang beroperasi di sana.
Suhardono mengatakan, selain di Kanagarian Tandikat, alat berat juga dioperasikan di Kanagarian Padang Alai di sisi lain lembah Gunung Tigo.
Hingga Selasa, pencarian jasad yang terkubur di Kanagarian Tandikat dan Padang Alai telah menemukan 94 jasad dari 261 yang diperkirakan tertimbun longsoran tanah.
Komandan tim evakuasi dari Kodim 0304 Agam Kapten Sapardi menambahkan, pencarian korban di lokasi longsor Damar Bancah Nagari Malalak Selatan tergolong sulit karena luas daerah longsor sekitar 3 hektar.
Kekurangan logistik
Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman belum bisa memenuhi kebutuhan logistik makanan untuk para korban gempa karena jumlahnya jauh dari kebutuhan.
Koordinator Logistik Satuan Pelaksana Penanganan Bencana Kabupaten Padang Pariaman Ibrahim menjelaskan, kebutuhan beras untuk semua korban gempa di Pariaman 95 ton per hari. Namun, sampai saat ini pemerintah baru memenuhi 35-an ton.
Keterbatasan logistik bantuan ini, kata Ibrahim, menjadi salah satu pemicu korban meminta bantuan di pinggir jalan kepada siapa saja yang melintas.
Camat Lima Koto Timur Joni Firmansyah mengatakan, saat ini emosi warga agak meninggi. Penyebabnya, bantuan yang mereka terima sangat sedikit dan tidak merata. Bahkan, masih ada daerah yang belum bisa dijangkau.
Distribusi kacau
Akar persoalan karut-marutnya distribusi bantuan kepada korban gempa di Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman adalah kendala transportasi, birokrasi, dan koordinasi. Sampai Selasa, korban gempa di Kota Padang masih berharap bantuan mendesak berupa tenda pengungsian dan bahan makanan.
Wakil Gubernur Sumbar Marlis Rahman, selaku Wakil Ketua Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) Sumbar, mengakui kendala transportasi yang tidak didukung ketersediaan bahan bakar minyak (BBM), serta jalan yang rusak dan wilayah sulit dijangkau sebagai biang karut-marutnya distribusi bantuan. Ia juga mengakui kekurangan truk pengangkut meski enam helikopter sejak Selasa beroperasi membawa bahan makanan.
Marlis Rahman mengakui tanggung jawab pendistribusian bantuan dari satkorlak hanya sampai di tingkat posko utama kabupaten/kota. Setelah itu, pihaknya tak bisa campur tangan. Tentang pengerahan tenaga dari TNI ke lokasi bencana, itu tanggung jawab korem.
Anggota DPRD Kota Padang dari Komisi A (bidang kesra), Maidestal Hari Mahesa, dan Sekretaris Komisi IV Bidang Kesra DPRD Sumbar Abel Tasman menilai ada kekeliruan dalam sistem distribusi bantuan gempa. ”Di tingkat provinsi mestinya sudah komando, bukan koordinasi seperti yang berjalan sekarang. Tim evaluasi yang memantau terus dari waktu ke waktu di tingkat provinsi tidak ada. Kesannya, setelah bantuan terdistribusi ke kabupaten/kota, Satkorlak PB Sumbar seperti tak ada urusan lagi untuk memantau,” kata Abel.
Abel meminta Pertamina menyediakan BBM untuk tim Satkorlak PB Sumbar sehingga kendaraan tim satkorlak tak perlu antre BBM seperti saat ini.
Menurut penanggung jawab pendistribusian bantuan Posko Utama Kota Padang, Mulyadi, tanggung jawabnya hanya mendistribusikan bantuan sampai tingkat kecamatan. Di kecamatan, bantuan dibongkar dan setelah itu urusan pihak kecamatan.
Marlis Rahman dalam rapat evaluasi kabupaten/kota mengungkapkan, distribusi bantuan yang terhenti di kecamatan tidak diteruskan ke tingkat desa atau korong (dusun). Akibatnya, aliran bantuan tertahan dan terputus.
Sementara itu, Lurah Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Agusmi menjelaskan, bantuan yang didrop di kantor lurah langsung ia antarkan ke RT/RW di wilayahnya. Namun, hal itu dibantah Sekretaris RT 04 RW 01 Fitra Gunardi karena ia harus mengambil sendiri ke posko di kelurahan sejauh 2 kilometer.(BIL/ART/ADH/NAL)
Selengkapnya.....
Sebanyak 31 Orang Meninggal karena DB
Medan, Sebanyak 31 orang meninggal dari 2.189 penderita karena demam berdarah atau DB di Sumatera Utara hingga September tahun ini. Kasus terakhir adalah meninggalnya empat pasien DB di Kabupaten Tapanuli Tengah.
”Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang telat dibawa ke rumah sakit. Kondisi pasien sudah shock saat tiba di rumah sakit,” tutur Kepala Subdinas Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Suhardiyono, Selasa (6/10).
Rasio kematian kasus (case fertility rate) meningkat dari 0,9 tahun lalu menjadi 1,42 tahun ini. Angka diperkirakan akan meningkat mengingat pada akhir tahun belum terlampaui.
”Angka yang bagus memang di bawah satu persen,” kata Suhardiyono.
Kasus terbanyak terjadi di Kota Medan, sebanyak 616 kasus, enam orang di antaranya meninggal. Adapun di Deli Serdang sebanyak sembilan orang meninggal dunia dari 316 kasus; di Kota Sibolga terdapat 201 kasus, dua orang di antaranya meninggal dunia. Sementara itu, di Tanjung Balai terdapat 240 kasus tanpa kasus meninggal dunia.
Di Kabupaten Tapanuli Tengah terdapat 31 kasus, empat orang di antaranya meninggal dunia. Rasio kematian di daerah ini tertinggi di Sumut, menjadi 12,9 persen.
Keterlambatan membawa pasien ke rumah sakit, kata Suhardiyono, terjadi pada masyarakat bawah, terutama karena masyarakat tidak paham soal layanan asuransi kesehatan.
Warga kebingungan dengan biaya apabila membawa pasien ke rumah sakit. Sebaiknya begitu ada gejala demam tinggi, tanpa alasan yang jelas, langsung saja pasien dibawa ke rumah sakit.
Penyakit lingkungan ini pun tidak bisa ditanggulangi jika masyarakat sendiri hidup tidak bersih. (WSI)
Selengkapnya.....
Senin, 05 Oktober 2009
Kuburan Massal Jadi Opsi: Ribuan orang masih tertimbun reruntuhan dan longsor
PADANG — Proses evakuasi korban gempa Sumatra 7,6 Skala Richter masih terus dila kukan, termasuk di daerah-dae rah terpencil yang terkena dam paknya. Ribuan orang masih tertimbun di reruntuhan gedung-ge dung/ bangunan dan tanah long sor yang sampai saat ini masih sulit dilakukan eva kuasi.
Yang paling banyak tertimbun longsor, antara lain, di Kanagarian Tandikek, Kabupaten Padang Pariaman. Di per kira kan, ada 280-350 orang yang ter timbun tanah longsor yang ketinggiannya mencapai puluhan meter.
Karena Kanagarian Tandikek su lit dijangkau, padahal proses evakuasi membutuhkan banyak alat berat serta kondisi jenazah yang diperkirakan sudah mengenaskan, muncullah usul menjadi kannya kuburan massal. Usulan itu muncul dalam rapat koordinasi Pemprov Sumbar, sejumlah pemerintah kab/kota di Sumbar, serta kepolisian, Ahad (4/10).
‘’Berdasarkan keputusan rapat, kami akan jadikan kawasan itu sebagai kuburan massal karena kami akan memprioritaskan warga yang masih ada kemungkinan hidup di wilayah lain,’‘ kata Kepala Biro Humas dan Proto kol Pemprov Sumbar, Dede Nuzul Putra, kemarin.
Tapi, Gubernur Sumatra Barat Gamawan Fauzi belum me nyampaikan kata putusan. ‘’Kami sedang musyawarahkan dan kami bicarakan dengan bupati wilayah setempat dan keluarga,’‘ ka tanya.
Menurut Gubernur, jika sudah lima hari tertimbun, kondisi jenazah sudah mengenaskan. ‘’Jika ada kerelaan, kita akan jadikan kuburan massal. Jika tidak, kami akan diskusikan lagi,’‘ katanya.
Pemda masih membicarakan rencana ini kepada keluarga korban. Belum ada tanggapan resmi dari keluarga korban, apakah tetap minta evakuasi atau setuju kuburan massal.
Hingga kemarin, Satkorlak PB Sum bar mencatat jumlah korban tewas 605 orang dan korban hilang 343 orang. Kepala Sekretariat Satkorlak PB Sumbar, Ade Edward, mengatakan, jumlah kor ban meninggal paling banyak di Kabupaten Padang Pariaman, yaitu 276 orang, Kota Padang (231), Kota Pariaman (49), Kabupaten Agam (30), Kabupaten Pesisir Selatan (10), serta Kabupaten Pasaman Barat (tiga). Korban yang hilang pun paling ba nyak di Padang Pariaman, yai tu 285.
Pusat Pengendalian Krisis Departemen Kesehatan (PPK Depkes) mencatat jumlah korban tewas 551, sedangkan yang hilang masih mencapai ribuan orang.
Kepala PPK Depkes, Rustam Pak kaya, mengatakan, pihaknya mencatat jumlah yang tertimbun di Padang Pariaman sebanyak 618 orang. Tapi, jumlah yang hilang di Kota Padang lebih besar lagi, mencapai ribuan orang.
Sebanyak 618 orang yang tertimbun di Kabupaten Padang ariaman adalah warga tiga kampung di Kanagarian Tandikek. ‘’Mereka tertimbun longsoran bukit. Kita perkirakan mencapai ke dalaman 30 meter karena menara masjid saja tidak kelihatan,’‘ ka tanya.
Adapun ribuan orang yang tertimbun di Kota Padang, kata Rus tam, adalah penduduk perkampungan Cina di tengah Kota Padang. ‘’Kota Padang ini perlu perhatian khusus karena ada urban area, yaitu perkampungan Cina yang begitu saja amblas ditelan bumi,’‘ katanya.
Penduduk di perkampungan Cina itu tercatat berjumlah 21.688 orang. Perkampungan itu me rupakan rumah toko yang padat penghuni, apalagi setiap ruko diperkirakan memiliki satu hingga dua karyawan. Maka, total yang mendiami kawasan itu diperkirakan 30 ribu jiwa.
Jika estimasinya yang hilang 10 persen, bisa saja 3.000 orang [yang hilang]. Tapi, kita belum bisa memastikan karena data yang selamat juga belum ada se cara pasti. Yang jelas masih ribuan [yang hilang], kata Rustam.
Sementara itu, berdasarkan data Posko Departemen Sosial, 549 orang meninggal dan 349 orang hilang. Dan, sebagian besar hilang di Padang Pariaman sebanyak 245 orang
Selengkapnya.....
KEPULAUAN MENTAWAI KINI TERISOLASI
PADANG - Masyarakat Kepulauan Mentawai terisolir akibat tidak adanya sarana transportasi secepatnya menuju Padang. Transportasi tersebut untuk mengetahui secara pasti nasib kerabat, teman maupun rekannya pascagempa bumi yang menghantam Sumatera Barat, Rabu pekan lalu.
Sejak gempa mengguncang Pulau Sumatera, masyarakat Mentawai tak bisa menghubungi kerabat mereka di Padang maupun kota-kota lain di Sumatera Barat karena akses telekomunikasi terputus, sementara sarana transportasi berupa kapal laut maupun ferry tidak beroperasi sejak gempa terjadi.
Menurut anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai Anom Suheri, sejak terjadi gempa masyarakat di empat pulau utama di Kepulauan Mentawai, yakni Pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan cemas karena tak mendapat kabar apa pun dari kerabat maupun rekan mereka di Padang.
"Telekomunikasi di Mentawai ikut putus. Sementara kapal tidak ada yang berlayar. Pesawat pun hanya tiga kali seminggu dan hanya muat paling banyak 16 orang. Meski tak ada korban jiwa di Mentawai, tetapi kami tak tahu kabar saudara-saudara kami di Padang dan kota-kota lain," ujar Anom, tadi pagi.
Anom dan seorang rekannya yang juga anggota DPRD Kabupaten Mentawai Suniarto Saogo terpaksa mencarter kapal kecil dengan mesin tempel berkapasitas maksimal enam orang. "Kami terpaksa menyewa kapal ini seharga Rp6 juta, karena tak ada kapal yang melayani rute Padang-Mentawai sejak gempa terjadi," ujarnya.
Meski menjadi anggota DPRD Mentawai, Anom meninggalkan istri dan anak-anaknya di Padang. Demikian halnya Suniarto. Menurut Suniarto, sudah sejak gempa terjadi dia berusaha mencari sarana transportasi mencapai Padang.
"Pesawat jelas tak mungkin karena seminggu hanya tiga kali, dan itu pun kapasitasnya sedikit. Sementara kapal penumpang maupun ferry yang biasa melayani Bungus-Tuapeijat (Pulau Sipora) tak berlayar," katanya.
Suniarto mengatakan, banyak pegawai negeri sipil di Mentawai yang memiliki keluarga di Padang. Selain itu, rata-rata masyarakat Mentawai, menyekolahkan anak mereka ke Padang setelah lulus SMP.
"Banyak di antara kami yang bertanya-tanya bagaimana kabar terakhir anak serta istri yang ditinggalkan di Padang. Pemerintah jangan hanya berpikir warga Sumbar yang tinggal di Jakarta, kami yang di Mentawai pun butuh transportasi untuk mengetahui nasib saudara-saudara kami yang tertimpa musibah," ujar Suniarto.
Selengkapnya.....
Manajemen Bencana Masih Semerawut
JAKARTA - Pelaksanaan penanggulangan pascabencana alam yang terjadi di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Barat, terlihat di sana sini masih terdapat kekurangan dalam segi manajemen dan teknis penanganan bencana.
Hal itu salah satunya akibat tidak optimalnya koordinasi di antara berbagai pihak yang terkait dalam penanganan bencana tersebut. Menurut ahli manajemen bencana dari Fakultas Kesehatan Masyaratat Universitas Indonesia, Ahmad Syafiq, dalam beberapa kasus penanganan bencana termasuk di Sumbar dihadapkan pada sulitnya koordinasi di lapangan.
"Harus ada koordinasi, apakah itu terpusat melalui Badan Badan Penanggulangan Bencana Nasional atau organisai lain. Koordinasi harus jelas dan proaktif, jangan saling menunggu," ungkapnya tadi pagi..
Menurut Ahmad Syafiq, pascagempa banyak pihak yang ambil bagian dalam penanganan korban gempa, dari pihak setempat, pusat hingga bantuan luar negeri. Hal ini tentunya sedikit banyak menyulitkan dalam koordinasi di lapangan.
"Koordinasi di lapangan tak mudah, karena masing-masing organisasi dan lembaga negara mempunyai agenda sendiri-sendiri. Terutama, ketika hari petama dalam menjalankan agendanya. Di sini lembaga yang berwenang harus proaktif, tidak menunggu yang lain lapor," paparnya.
Ahmad Syafiq menjelaskan, hal yang harus dilakukan adalah mendata organisasi yang masuk dan apa yang akan dilakukan mereka. Kemudian, undang organisasi itu duduk bersama untuk melihat operasional mapping
Selengkapnya.....
Semua Harus Siap Siaga: Bencana Gempa Akan Terus Terjadi
Semua harus siap siaga karena bencana gempa belum berakhir. Untuk itu, penyebarluasan informasi tentang ancaman bencana diperlukan sebagai upaya antisipasi agar jumlah korban dapat dieliminasi.
Di sisi lain, masih banyak pemerintah daerah yang tidak tahu ancaman bencana dan kerawanan bencana di daerah masing-masing.
Selain itu, saat ini perlu segera dilakukan evaluasi skala nasional menyangkut kondisi geologis dan kondisi bangunan-bangunan di setiap wilayah.
Demikian antara lain yang terungkap dari sejumlah wawancara yang dilakukan Kompas, Sabtu dan Minggu (3-4/10), dengan Direktur Humanitarian Forum, yang juga anggota Presidium Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, Hening Suparlan, Ketua Tim Kajian Likuifaksi dan Tanah Longsor Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Adrin Tohari, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Surono, dan Kepala Bidang Geodinamika Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Cecep Subarya.
”Semua orang harus paham akan ancaman bencana yang ada di sekitarnya sehingga mampu hidup bersama situasi bencana tersebut,” ujar Hening menjelaskan.
Individu harus paham
Hening menegaskan, semua individu harus paham sehingga bisa mengantisipasi bagaimana saat terjadi gempa.
Individu tersebut, pertama, harus mampu melindungi dirinya sendiri. Kedua, harus menginformasikan kepada keluarganya bagaimana melindungi diri mereka. Ketiga, harus mampu melindungi harta bendanya.
”Mengingatkan keluarga itu penting karena mungkin saat bencana datang, ia tidak bersama keluarganya. Mungkin istri atau suami di tempat lain, anak di sekolah, lalu mereka itu harus bagaimana. Ia harus memberi tahu bagaimana cara-cara penyelamatan diri. Soal harta benda, misalnya mereka lalu mengasuransikan harta bendanya, menyimpan barang-barang berharga dengan lebih aman, mengatur listrik agar tak mudah terjadi hubungan pendek, mengatur jalur evakuasi di rumah, dan lain-lain,” ujar Hening.
Hal senada dikatakan Surono. ”Untuk itu, butuh kerja sama pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintahan terkecil. Indonesia merupakan negeri rawan bencana sehingga perlu dibentuk bangsa yang mampu merespons bencana dengan benar,” katanya.
Tugas memberikan informasi secara luas kepada publik ada di tangan pemerintah daerah. Masalahnya, kata Hening, ”Masih jarang pemerintah daerah yang mengerti ancaman bencana yang ada di daerahnya, termasuk bencana gempa.”
Ia mencontohkan, setelah terjadi bencana gempa besar di Yogyakarta tahun 2006, ada bupati yang langsung mencari tahu tentang kondisi daerahnya, tentang ancaman bencana di daerahnya, ke ITB. ”Ia tak ingin kejadian serupa terjadi di wilayahnya,” ujarnya
Kendala lain, kata Surono, adalah jarak kebijakan dengan dampak kepada masyarakat sering kali jauh karena saat penyusunannya belum tentu melibatkan masyarakat dengan baik. ”Kebijakan itu harus disusun bersama-sama masyarakat. Masukan dari para ahli sangat penting,” katanya.
Evaluasi segera
Adrin dan Surono menegaskan perlunya pemerintah daerah segera mengevaluasi kondisi wilayah masing-masing menyangkut kondisi geologis dan memeriksa struktur bangunan demi mengurangi risiko bencana.
”Demi keselamatan warga, evaluasi harus dilakukan segera. Kejadian di Padang dan Jambi patut menjadi pelajaran penting bagi daerah lain,” kata Adrin.
Surono menekankan, ”Belum terlambat bagi setiap daerah untuk memeriksa kondisi wilayah, terutama bangunan seperti hotel atau kantor yang biasa menjadi tempat berkumpul banyak orang.”
Ambruknya Hotel Ambacang di Kota Padang menjadi contoh penting perlunya analisis risiko segera dilakukan.
Kewaspadaan ekstra patut dimiliki daerah ”langganan” gempa. Getaran yang datang rutin secara teknis melemahkan struktur bangunan yang dirancang kuat sekalipun.
”Kasus Hotel Ambacang bisa jadi terkait gempa-gempa kecil sebelumnya yang rutin terjadi di Kota Padang, terutama sejak tahun 2005,” kata Adrin. Oleh karena itu, evaluasi berkala penting dilakukan pengelola gedung atau bangunan.
Untuk mengurangi risiko tersebut, tata ruang yang tepat disesuaikan dengan kerawanan bencana gempa juga dibutuhkan. Saat ini, menurut Cecep, Rancangan Undang-Undang Tata Informasi Geospatial Nasional yang di dalamnya mengatur antara lain tentang perencanaan tata ruang wilayah nasional masih digodok di DPR.
”Yang saya khawatirkan adalah pelaksanaannya nanti kalau sudah disahkan. Siapa yang akan mengecek apakah UU itu dilaksanakan. Apakah izin mendirikan bangunan itu juga sudah menyertakan syarat yang sesuai dengan standar bangunan tahan gempa?” kata Cecep yang terlibat aktif pada penelitian Bakosurtanal tentang percepatan gerak tanah untuk memantau aktivitas lempeng tektonik.
Gempa terus terjadi
Surono menegaskan, gempa akan terus terjadi, sementara gempa dan karakter tanah adalah dua wilayah yang tak bisa direkayasa. ”Gempa pasti akan terus terjadi dan karakter tanah secara luas sulit diubah dengan teknologi. Alamnya sudah begitu,” katanya. Yang bisa dilakukan di antaranya menghindari membangun gedung di kawasan rawan gempa atau meningkatkan kualitas bangunannya.
Hening menyarankan, pemerintah daerah perlu merencanakan pemindahan daerah permukiman dan gedung-gedung publik yang berdiri di atas daerah sangat rawan gempa demi mengurangi risiko bencana, atau segera memperkuat konstruksi rumah atau bangunan sesuai standar bangunan yang tahan gempa.(GSA/ISWkp)
Selengkapnya.....
Musibah Gempa Pariaman : Tiga Dusun Akan Jadi Kuburan Massal
Padang, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat akan menjadikan tiga korong atau dusun di lembah Gunung Tigo, yang menimbun 300-an warga setempat akibat gempa, sebagai kuburan massal.
Sementara itu, Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumbar, Minggu (4/10), menjelaskan, hingga hari kelima, secara keseluruhan korban meninggal akibat gempa berkekuatan 7,6 skala Richter di Sumbar 605 orang.
Rinciannya, 231 orang korban (di Padang), 49 (Kota Pariaman), 4 (Kota Solok), 276 (Kabupaten Padang Pariaman), 32 (Kabupaten Agam), 3 (Kabupaten Pasaman Barat), dan 10 orang (Kabupaten Pesisir Selatan). Korban hilang 4 orang di Padang, 285 orang di Kabupaten Padang Pariaman, dan 54 orang di Kabupaten Agam. Korban luka berat sebanyak 412 orang dan luka ringan 2.096 orang.
Gempa lain berkekuatan 6,1 skala Richter, Minggu pukul 12.36 WIT, membuat panik warga Manokwari di Provinsi Papua Barat. Warga yang berada di kota berhamburan keluar dari rumah dan belum berani memasuki tempat tinggalnya.
Sebelumnya, pukul 11.00 Wita, gempa juga melanda Provinsi Gorontalo dengan kekuatan 5,3 skala Richter. Namun, gempa yang berpusat di kedalaman 25 kilometer pada titik 108 kilometer barat laut Gorontalo itu tidak terasa oleh warga Kota Gorontalo. Situs web resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, pusat gempa berada di koordinat 1,44 Lintang Utara–122,69 Bujur Timur.
Kepala BMKG George Leskona menyebutkan, gempa di Manokwari berada di lokasi koordinat 47 derajat Lintang Selatan dan 133,03 Bujur Timur. Titik gempa berada di 123 kilometer barat laut Manokwari pada kedalaman 56 kilometer.
Warga sempat panik dan bergegas menuju tempat tinggi di daerah Amban untuk mengantisipasi tsunami. Untunglah petugas BMKG Manokwari cepat bertindak menenangkan warga. Petugas memberikan pengumuman lewat RRI Manokwari bahwa gempa tidak berpotensi tsunami.
Kubur di tiga korong
Kepala Sekretariat Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Provinsi Sumbar Ade Edward, Minggu, mengatakan, akan menjadikan tiga korong, yakni Lubuk Laweh, Pulau Air, dan Cumanak, yang mengalami longsor dan terkubur di lembah Gunung Tigo sebagai kuburan massal. Lembah Tigo terletak di Kanagarian Tandikat, Kecamatan Patamuan, Kabupaten Padang Pariaman.
”Daripada biaya yang mahal tersebut digunakan untuk mengevakuasi mayat, lebih baik diberikan kepada mereka yang selamat. Toh, kalau dievakuasi, mereka tak akan hidup kembali,” ujar Edward di Padang.
Usul menjadikan lokasi bencana sebagai kuburan massal juga termasuk untuk daerah lain yang sulit proses evakuasinya, seperti di Kanagarian Padang Alai, Kecamatan Lima Koto Timur, Padang Pariaman.
Menurut Edward, berdasarkan aturan tata ruang Pemprov Sumbar, lokasi daerah bencana akan menjadi areal tertutup dan tak boleh dihuni warga kembali. ”Kami tak ingin ada anak cucu kami yang kembali menjadi korban. Jadi, daerah lokasi bencana akan ditutup. Karena akan menjadi daerah tertutup inilah, ada usulan menjadikannya sebagai kuburan massal bagi korban yang terkubur di sana,” ujarnya.
50 warga pecinan
Di Kota Padang, sekitar 50 korban gempa warga Kelurahan Belakang Pondok, kawasan pecinan di Kecamatan Padang Selatan, yang terkubur reruntuhan bangunan, hingga kemarin belum tersentuh upaya evakuasi.
Sekretaris PDI-P Sumbar Alexander Indra Lukman dalam laporannya kepada Wakil Gubernur Sumbar Marlis Rahman mengatakan, evakuasi korban terkendala izin dari pihak keluarga.
Namun, Marlis mengatakan, meskipun tidak ada izin dari pihak keluarga, jika sudah lewat tujuh sampai 10 hari, tim evakuasi akan membersihkan lokasi reruntuhan.(kps)
Selengkapnya.....
Lingkungan Alam : Kepunahan Massal Semakin Dekat
Yogyakarta, Kompas - Para ahli biologi memperkirakan dunia tengah menghadapi ancaman kepunahan keanekaragaman hayati secara massal. Dugaan ini muncul dari krisis keanekaragaman hayati yang semakin parah. Diperkirakan, saat ini sebanyak 50-150 spesies bumi punah setiap harinya.
Perkiraan ini berdasarkan atas proyeksi laju kepunahan yang terjadi saat ini. Proyeksi tersebut menyebutkan, sekitar 50 persen dari sekitar 10 juta spesies yang ada saat ini diprediksi akan punah dalam kurun waktu 100 tahun ke depan. ”Laju kepunahan beragam spesies saat ini mencapai 40-400 kali lipat dari laju kepunahan 500 tahun yang lalu,” kata Ign Pramana Yuda, peneliti Teknobiologi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dalam pidato ilmiah Dies Natalis Ke-44 universitas tersebut di Yogyakarta, Jumat (2/10).
Laju kepunahan burung dan binatang menyusui antara tahun 1600 dan 1975, misalnya, telah diperkirakan mencapai 5-50 kali lipat dari laju kepunahan sebelumnya. Tidak hanya spesies, kepunahan juga mengancam gen dan ekosistem tempat spesies tersebut tinggal.
Menurut Pramana, Indonesia adalah salah satu kawasan yang memiliki ancaman kepunahan terbesar. Ekosistem hutan tropis berkurang 10 juta-20 juta hektar setiap tahunnya. Sebanyak 70 persen terumbu karang di Indonesia juga mengalami kerusakan sedang hingga berat. Kerusakan juga terjadi di sejumlah ekosistem khas di Indonesia lainnya, seperti hutan bakau, sungai, danau, dan kawasan pertanian.
Pramana mengatakan bahwa kepunahan massal kali ini terjadi dalam skala yang jauh lebih luas dan lebih cepat lajunya dibandingkan dengan lima kepunahan massal yang pernah terjadi di Bumi sebelumnya. Kepunahan massal terbaru terjadi sekitar 65 juta tahun lalu.
Luasnya skala kepunahan massal kali ini bisa dilihat dari banyaknya spesies yang punah dan makin pendeknya usia kelestarian satu spesies. Saat ini usia spesies kurang dari 35.000 tahun, padahal jutaan tahun yang lalu satu spesies bisa berusia 10 juta tahun.
Solidaritas lintas spesies
Besarnya skala kepunahan ini perlu diredam karena bisa berakibat berdampak buruk pada kelangsungan kehidupan di Bumi. Salah satu upaya peredaman itu adalah dengan menumbuhkan solidaritas lintas spesies yang saat ini masih sangat minim. Selama ini pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih berorientasi pada kesejahteraan umat manusia.
Menurut Pramana, sektor pendidikan berperan sangat penting dalam hal ini. Komunitas akademis perlu mulai mengembangkan program dan kurikulum pendidikan serta pelestarian yang mengacu pada konservasi keanekaragaman hayati.
Peneliti Keanekaragaman Hayati dari Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Djoko Raharjo, berpendapat, kepunahan yang terjadi saat ini tidak bisa disebut alami karena dipicu oleh berbagai sebab buatan, antara lain polusi, eksploitasi berlebihan pada sumber daya alam, dan industrialisasi.
”Meskipun sudah sangat parah, sebenarnya masih banyak yang bisa kita lakukan untuk meredamnya pada laju yang alami,” ujarnya.
Berbagai penemuan di bidang konservasi memberikan harapan baru di bidang pelestarian alam. Masyarakat juga bisa berkontribusi dengan menekan penggunaan energi dari bahan tambang serta mengurangi konsumsi yang bisa menyebabkan polusi serta eksploitasi alam berlebihan. (IRE)
Selengkapnya.....
Oktober, Puncak Musim Hujan di Sumut
Medan, Memasuki bulan Oktober, masyarakat Sumatera Utara diminta semakin mewaspadai potensi banjir di berbagai wilayah Sumatera Utara. Oktober ini merupakan puncak musim hujan dengan curah hujan rata-rata di atas 100 milimeter.
Kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah I Sumut Hendra Suwarta akhir pekan lalu mengatakan, bulan Oktober ini merupakan puncak musim hujan kedua di Sumut. Puncak pertama terjadi pada Mei. Hujan diprakirakan merata terjadi di semua hari pada bulan Oktober.
”Pada November-Desember justru tren curah hujan akan menurun,” tutur Hendra.
Akibat curah hujan yang tinggi bulan ini, potensi banjir dan longsor dimungkinkan terjadi di kawasan rawan, terutama di kawasan Bukit Barisan dan sungai-sungai besar. ”Longsor terutama berpotensi pada kawasan yang kondisi alamnya tidak bagus (hutan telah rusak). Tanah tidak bisa menampung air lagi,” kata Hendra.
Medan, Memasuki bulan Oktober, masyarakat Sumatera Utara diminta semakin mewaspadai potensi banjir di berbagai wilayah Sumatera Utara. Oktober ini merupakan puncak musim hujan dengan curah hujan rata-rata di atas 100 milimeter.
Kepala Bidang Data dan Informasi Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah I Sumut Hendra Suwarta akhir pekan lalu mengatakan, bulan Oktober ini merupakan puncak musim hujan kedua di Sumut. Puncak pertama terjadi pada Mei. Hujan diprakirakan merata terjadi di semua hari pada bulan Oktober.
”Pada November-Desember justru tren curah hujan akan menurun,” tutur Hendra.
Akibat curah hujan yang tinggi bulan ini, potensi banjir dan longsor dimungkinkan terjadi di kawasan rawan, terutama di kawasan Bukit Barisan dan sungai-sungai besar. ”Longsor terutama berpotensi pada kawasan yang kondisi alamnya tidak bagus (hutan telah rusak). Tanah tidak bisa menampung air lagi,” kata Hendra.
Adapun gelombang laut di pantai barat Sumatera bulan ini diprakirakan sangat tinggi mencapai 4 meter. Sementara tinggi gelombang laut di pantai timur 1,5 meter.
Hendra menambahkan, potensi gempa masih terbuka terjadi di Pulau Sumatera, termasuk kawasan Sumatera Utara, mengingat adanya dua jalur besar kegempaan yang melintas di seluruh pulau. Kota Medan dinyatakan aman dari sumber gempa meskipun bisa terkena efek gempa. Jalur pertama adalah jalur gempa yang melintasi Pantai Barat Sumatera. (WSI)
Selengkapnya.....
Solidaritas dari Sumut untuk Warga Padang
Hingga empat hari pascagempa 7,6 skala Richter yang menggoyang Kota Padang dan sekitarnya, banyak kelompok masyarakat Sumatera Utara menggalang dana dan bantuan untuk korban bencana.
Solidaritas itu bisa terjadi di mana saja, termasuk di jalanan Kota Medan. Lembaran demi lembaran rupiah dikumpulkan sejumlah relawan untuk membantu korban.
”Sampai hari ini, ada dua pengemudi mobil yang memberi Rp 100.000. Kebanyakan ya Rp 1.000 hingga Rp 20.000,” tutur Zulfadli, Sekretaris Jenderal Forum Mahasiswa Mitra Kamtibmas Kota Medan, yang empat hari terakhir bersama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah se-IAIN Sumut menggelar posko bantuan di Bundaran SIB Sumut. Tiga hari terakhir, mereka mendapatkan bantuan dari masyarakat Rp 5,7 juta.
Para mahasiswa itu sempat konflik dengan para pengamen di seputaran Bundaran SIB pada hari pertama pengumpulan dana karena para pengamen merasa lahan mereka diambil. Namun, akhirnya konflik bisa diselesaikan.
”Kami masih berkoordinasi dengan Poltabes Kota Medan untuk penyaluran dana. Targetnya Rp 20 juta, itu akan kami belikan genset, sembako, dan tenda. Teman-teman di sana butuh itu,” kata Mujehid Al Amin, mahasiswa IAIN Sumut.
Hal serupa dialami GMKI Sumut. Dua hari membuka posko bantuan bencana di seputar Jalan Gadjah Mada, sumbangan yang diperoleh dari warga Sumut berjumlah Rp 10,7 juta. ”Kami masih mengupayakan mendapatkan angkutan ke lokasi bencana gratis. Kami sudah berkoordinasi dengan GMKI Padang. Dana masyarakat kami upayakan tidak diganggu gugat,” tutur Koordinator Tim Dana Gempa Bumi Sumbar Anco Silaen.
Sejumlah jemaah masjid juga membuka membuka posko gempa. Jemaah Masjid Al Iklas di Jalan Sei Batanghari, misalnya, membuka posko sejak tanggal 2 Oktober. Hingga kemarin sudah terkumpul dana Rp 4,2 juta.
”Kami sudah memutuskan, dana kami sumbangkan melalui media massa,” kata Salim. ”Dimungkinkan melalui TV nasional atau Waspada Peduli, kami belum menentukan,” kata Salim.
”Kalau kami kirim sendiri, biayanya bisa jauh lebih besar,” ujar Salim. Posko akan dibuka hingga tanggal 10 Oktober. Para jemaah masjid juga akan melakukan doa zikir untuk para korban bencana.
Sejumlah lembaga nonpemerintah pun, terutama yang bergerak di bencana atau yang mempunyai jaringan di Sumatera Barat, juga sudah bergerak dan mengirimkan relawan ke Padang.
Kepala Dinas Infokom Sumut Eddy Sofyan mengatakan, hingga kemarin Pemerintah Provinsi Sumut sudah mengirimkan 120 dokter dan paramedis ke Sumatera Barat.
Sumut untuk tahap pertama telah mengirimkan bahan pangan untuk 2.000 korban dan makanan bayi.
Berdasarkan koordinasi dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara mendapat tanggung jawab untuk menangani daerah Padang Pariaman. (WSI/kp)
Selengkapnya.....