Larangan penggunaan jilbab ternyata masih terjadi di negara yang penghuninya mayoritas Muslim. Hal ini menimpa Perawat Rumah Sakit Karya Medika II Tambun. Sungguh Terlalu!
Berita mengagetkan itu kami terima dari telepon. Setengah tak percaya kami mendengar laporan dari seseorang di ujung telepon. Hari gini masih ada pelarangan jilbab? Padahal setiap 4 September ditetapkan sebagai Hari Solidaritas Jilbab Internasional dan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 juga telah menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk menjalankan agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Kenapa masih ada pelarangan jilbab?
Bak puzzle, segera kami menyusun laporan itu satu demi satu. Setelah menemui si pemilik suara, Sabili menuju TKP. Benar! Kasus pelarangan jilbab kembali terjadi, kali ini korbannya perawat Rumah Sakit Karya Medika (RSKM) II Tambun, Bekasi. Pihak rumah sakit beralasan agar perawat tidak berafiliasi pada golongan tertentu, tidak boleh menggunakan simbol-simbol agama.
Di awal Agustus, di tengah teriknya matahari, Sabili datang ke RSKM Tambun untuk mengkonfirmasikan kebenaran berita tersebut. Sebelum menemui bagian informasi, Sabili sempat melihat sebuah mushala As-Syifa bertuliskan “Majelis Taklim RSKM II” di dekat pintu masuk utama. Setelah bertemu bagian informasi, Sabili pun terkejut melihat karyawati RSKM bagian informasi yang memakai jilbab. Benarkah RSKM ini melarang jilbab bagi perawatnya?
Setelah Sabili mengemukakan keinginannya untuk bertemu dengan Kepala Humas RSKM II, Robin Damanik, karyawati bagian informasi menjelaskan kepada Sabili bahwa ia sedang rapat. “Tidak bisa diganggu!” Kemudian petugas itu memberikan brosur rumah sakit yang tercantum nomor telepon untuk dihubungi.
RSKM II yang bermoto “Kesehatan Anda Kepedulian Kami” berdiri sejak 2003 di jalan Sultan Hasanuddin No 63 Tambun Bekasi. Sebelum datang ke RSKM tersebut, kami sempat bertemu dengan dua saksi teman korban, Melati dan Abdullah (bukan nama sebenarnya). Mereka menjelaskan, setelah diterima bekerja pihak manajemen mewajibkan perawat dan karyawan yang berjilbab untuk melepaskan jilbabnya saat bekerja, bila tidak maka perusahaan tidak bisa menerima. Padahal peraturan itu sama sekali tidak tertulis dan tercantum dalam aturan perusahaan. Pihak RSKM beralasan mengenakan jilbab mengganggu pekerjaan saat melayani pasien.
Abdullah menuturkan sungguh tidak logis dan dibuat-buat. Padahal kita tahu di RS Islam saja perawatnya memakai jilbab, toh tidak mengganggu pekerjaan. Kalau memang jilbab menggangu dalam bekerja kenapa tidak ada peraturan tertulis dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Anehnya lagi, lanjut Abdullah, jilbab hanya dilarang di RSKM Tambun, sedangkan di RSKM I Cibitung yang terletak di Jl Iman Bonjol Cikarang Barat tidak dilarang. Padahal keduanya adalah satu grup. “Kalau memang itu sebuah peraturan kenapa berat sebelah,” tuturnya.
Berita mengagetkan itu kami terima dari telepon. Setengah tak percaya kami mendengar laporan dari seseorang di ujung telepon. Hari gini masih ada pelarangan jilbab? Padahal setiap 4 September ditetapkan sebagai Hari Solidaritas Jilbab Internasional dan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 juga telah menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk menjalankan agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Kenapa masih ada pelarangan jilbab?
Bak puzzle, segera kami menyusun laporan itu satu demi satu. Setelah menemui si pemilik suara, Sabili menuju TKP. Benar! Kasus pelarangan jilbab kembali terjadi, kali ini korbannya perawat Rumah Sakit Karya Medika (RSKM) II Tambun, Bekasi. Pihak rumah sakit beralasan agar perawat tidak berafiliasi pada golongan tertentu, tidak boleh menggunakan simbol-simbol agama.
Di awal Agustus, di tengah teriknya matahari, Sabili datang ke RSKM Tambun untuk mengkonfirmasikan kebenaran berita tersebut. Sebelum menemui bagian informasi, Sabili sempat melihat sebuah mushala As-Syifa bertuliskan “Majelis Taklim RSKM II” di dekat pintu masuk utama. Setelah bertemu bagian informasi, Sabili pun terkejut melihat karyawati RSKM bagian informasi yang memakai jilbab. Benarkah RSKM ini melarang jilbab bagi perawatnya?
Setelah Sabili mengemukakan keinginannya untuk bertemu dengan Kepala Humas RSKM II, Robin Damanik, karyawati bagian informasi menjelaskan kepada Sabili bahwa ia sedang rapat. “Tidak bisa diganggu!” Kemudian petugas itu memberikan brosur rumah sakit yang tercantum nomor telepon untuk dihubungi.
RSKM II yang bermoto “Kesehatan Anda Kepedulian Kami” berdiri sejak 2003 di jalan Sultan Hasanuddin No 63 Tambun Bekasi. Sebelum datang ke RSKM tersebut, kami sempat bertemu dengan dua saksi teman korban, Melati dan Abdullah (bukan nama sebenarnya). Mereka menjelaskan, setelah diterima bekerja pihak manajemen mewajibkan perawat dan karyawan yang berjilbab untuk melepaskan jilbabnya saat bekerja, bila tidak maka perusahaan tidak bisa menerima. Padahal peraturan itu sama sekali tidak tertulis dan tercantum dalam aturan perusahaan. Pihak RSKM beralasan mengenakan jilbab mengganggu pekerjaan saat melayani pasien.
Abdullah menuturkan sungguh tidak logis dan dibuat-buat. Padahal kita tahu di RS Islam saja perawatnya memakai jilbab, toh tidak mengganggu pekerjaan. Kalau memang jilbab menggangu dalam bekerja kenapa tidak ada peraturan tertulis dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Anehnya lagi, lanjut Abdullah, jilbab hanya dilarang di RSKM Tambun, sedangkan di RSKM I Cibitung yang terletak di Jl Iman Bonjol Cikarang Barat tidak dilarang. Padahal keduanya adalah satu grup. “Kalau memang itu sebuah peraturan kenapa berat sebelah,” tuturnya.
1 komentar:
sikap profesional seorang perawat, hendaknya jangan terlalu menonjolkan ciri khas yang cenderung berkesan fanatik. apakah dengan pake jilbab itu semua dosa akan terhapus?????
Posting Komentar