Senin, 13 Juli 2009

TITI GANTUNG MEDAN SEMAKIN KUMUH SAJA



MEDAN -- “Ide memindahkan pedagang buku ke Lapangan Merdeka merupakan ide brilian Walikota Medan, Abdillah, sebagai langkah pelestarian Titi Gantung. Namun pelestariannya hingga sekarang tak pernah dilakukan,” kata Ketua DPRD Medan, H Syahdansah Putra.
KUMUH : Beginilah keadaan Titik Gantung, kumuh dan tak terawat bahkan kondisinya yang semakin tua sudah sangat memprihatinkan.
Kalimat itu terucap dari politisi kawakan Partai Golkar, saat berbincang di ruangannya dengan reporter DNAberita. Dari ucapannya itu, Syahdan mengisyaratkan pentingnya pelestarian cagar budaya di Kota Medan secara konsekuen.
Lusuh, tak terawat dan terkesan kumuh, itulah gambaran Titi Gantung ketika reporter DNAberita melihat dari dekat. Padahal Titi Gantung itu sendiri merupakan salah satu peninggalan yang punya nilai sejarah.


Kalau boleh menelaah, Peraturan Daerah (Perda) yang tercatat dengan Nomor 9 Tahun 1988 terkait Pelestarian Bangunan dan Lingkungan yang bernilai sejarah, Arsitektur Kepurbakalaan Dalam Daerah Kota Medan, Titi Gantung sepertinya tak tersentuh.
Ada yang unik dari arsitektur Titi Gantung, di bagian bawah Titi Gantung yang dibangun kolonial ini memiliki 2 pintu gerbang. Titi Gantung ini juga menghubungkan dua jalan di kawasan itu, yaitu Jalan Bali dan Jalan Pulau Pinang di depan Lapangan Merdeka Medan.

Keunikan tersendiri dari Titi Gantung ini adalah, siapa saja bisa melihat dari atas kondisi kereta api yang tengah lansir di Stasiun Kereta Api Medan. Namun, kondisi ini jarang sekali dimanfaatkan mengingat kondisi Titi Gantung sendiri yang tidak lagi terawat.
Bangunan yang bertembok kokoh ini, mempunyai tinggi bangunan 8 meter, jika dilihat dari dua sudut pandang yaitu Jalan Bali dan Pulau Pinang. Kondisi menarik bisa ditemukan jika dilihat dari arah Jalan Pulau Pinang terlihat bagian bawahnya berpintu gerbang (tertutup), terdapat jalan berjenjang di sebelah kanan dan jalan mendaki berlapis aspal dari dua arah.
Sementara jika dilihat dari arah Jalan Bali kondisinya kini berfungsi sebagai gudang, di sebelahnya dimanfaatkan untuk kedai kopi. Tak berbeda, di bagian ini juga bisa dilihat jalan berjenjang dan hanya satu ruas jalan. Jika diperkirakan rentang panjangnya bisa diperkirakan 50 meter, dengan bangunan berbesi kokoh yang melintang di atas jalur kereta api.
Namun semua ini hanya tinggal keprihatinan, penjual buku yang tadinya sudah direlokasi kini mulai bermunculan kembali, seolah kawasan itu mempunnyai magnet yang baik bagi perdagangan.
Lalu mau sampai kapan, cagar budaya yang pernah menjadi icon dan kesohor ini akan di urus dan di perbaiki. Adakah kemauan pemerintah untuk memperbaiki ini. Kita lihat, Titi Gantung oh......Titi Gantung?