Senin, 20 April 2009

SIAPA MAU PEDULI KEPADA ANAK ?


Efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia masih terkendala sikap masyarakat dan instansi pemerintah yang belum memiliki keberpihakan terhadap persoalan anak.

"Saat ini masih sedikit departemen, menteri, pejabat eselon yang mau berpartisipasi dalam membantu memecahkan permasalahan anak," kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Masnah Sari di Jakarta.

Padahal jumlah anak mencapai 30 persen dari total penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta atau sekitar 80 juta jiwa.

Ia mengatakan, dari 80 juta anak tersebut setidaknya 25 persen telah terpapar berbagai persoalan kehidupan, seperti kejahatan seksual, narkoba, perdagangan manusia, dampak informasi teknologi, dan sebagainya.

"Padahal 100 persen dari jumlah anak-anak di Indonesia adalah cikal bakal keberlangsungan negara ini sehingga selagi usia dini harus mendapat perlakuan layak," katanya.


Lebih lanjut dikatakannya, anak rentan terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya dan saat ini sudah banyak anak yang terpapar, baik sebagai pelaku, maupun korban kejahatan yang telah merusak anak.

Ia mengatakan, partisipasi dalam perlindungan anak diberikan, baik terhadap anak yang sudah terpapar, maupun anak-anak yang masih berada dalam perhatian keluarga membutuhkan dukungan dari pemerintah dan masyarakat.

"Kepedulian media yang termasuk dalam unsur masyarakat bisa diimplementasikan melalui pemberitaan tentang anak secara rutin, baik pemberitaan terhadap anak yang terpapar, maupun yang berprestasi," katanya.

Ia mencontohkan, kemajuan teknologi informasi di satu sisi telah memberikan pengaruh buruk karena anak-anak menjadi mudah pergi ke internet melihat gambar porno.

KPAI ingin segera menjembatani masalah-masalah anak yang terpapar kejahatan dan pengaruh dunia orang dewasa.

"Kami melihat paling penting dilakukan adalah ketahanan keluarga. Konsep ketahanan keluarga ini dengan memberikan parenting skill (keterampilan orangtua)," katanya.

"Selain itu, mengembalikan pelajaran budi pekerti yang sudah dihapuskan dari kurikulum sekolah dan menumbuhkan kearifan lokal yang dimiliki tiap-tiap daerah," tambahnya.(kps)