Minggu, 05 Juni 2011

'Aisyiyah Membangun Karakter Bangsa dan Mencetak Masyarakat Madani



Jakarta -- Memasuki usianya yang ke-97 tahun, Pimpinan Pusat Aisyiyah menyelenggarakan Konsolidasi Pimpinan dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis-Lembaga Aisyiyah (2-4/6). Pembukaan kegiatan dilaksanakan di Wisma Maraka Universitas Indonesia. Dalam kesempatan ini, hadir Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin serta Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.

Menurut Ketua Umum PP Asisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini, kegiatan ini bertujuan untuk menerapkan hasil Muktamar ke-46 Aisyiyah yang berlangsung di Yogyakarta, pada Juli 2010 silam. "Apa yang telah diputuskan dalam muktamar, maka melalui Konsolidasi dan Rakernas Aisyiyah ini, kami ingin mengaplikasi berbagai kebijakan itu dalam praktik di lapangan," ujar Noordjannah.

Ia menambahkan, tujuan lainnya adalah menyamakan pandangan dan membangun komitmen bersama bagi Aisyiyah dalam gerakan praksis. Hal itu, lanjutnya, untuk menunjang misi dakwah Aisyiyah dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar pada seluruh aspek kehidupan.

Kegiatan rakernas ini diikuti sebanyak 290 Pengurus Wilayah (PW) Aisyiyah se-Indonesia dan mengangkat tema tentang 'Pembangunan Karakter Bangsa untuk Penguatan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Ummat'. Sedangkan
konsolidasi pimpinan diikuti empat dari 11 majelis yang ada di Aisyiyah, yakni Majelis Kesehatan, Kesejahteraan Sosial, Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Majelis Hukum dan HAM. "Sedangkan konsolidasi pimpinan untuk tujuh majelis lainnya, kata Noordjannah, dilaksanakan 20 Mei lalu di Yogyakarta.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, konsolidasi ini hendaknya menekankan revitalisasi tiga dimensi pergerakan Muhammadiyah. Ketiga dimensi itu, katanya, harus didukung dengan penguatan pemberdayaan di berbagai lini meliputi pelayanan sosial, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. "Pemberdayaan harus berkesinambungan dan terarah," ujarnya.

Sementara itu, Menkumham Patrialis Akbar dalam sambutannya menjelaskan, upaya mewujudkan masyarakat madani perlu diawali dari penegakan hukum dan HAM.
Karena itu, kata Patrialis, supremasi hukum adalah sebuah kebutuhan. Kebebasan sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 haruslah kebebasan yang memiliki batas. Di antaranya, ia dibatasi oleh HAM. "Karenanya, jika ada kebebasan HAM, ada kewajiban HAM," katanya.

Sebagai perwujudan dari kewajiban HAM, katanya, setiap perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan berbangsa harus menghargai hak asasi orang lain. Batasan kebebasan lainnya adalah aturan perundang-undangan dan agama.

Dalam kesempatan ini, Patrialis mengajak perempuan Aisyiyah untuk menggalang penegakan hukum dan HAM dalam rangka menegakkan masyarakat madani. Hal itu, menurutnya, dapat direalisasikan dengan bentuk aksi yang mencakup lima butir intisari dari Piagam Madinah. "Itulah teladan dari Rasulullah," katanya.

Butir pertama adalah membangun interaksi secara baik sesama Muslim ataupun dengan non-Muslim. Kedua, saling membantu menghadapi musuh yang tidak lagi berbentuk penjajahan secara fisik. Ketiga, membela masyarakat yang teraniaya. Keempat, saling menasihati di antara sesama, dan butir terakhir adalah menghormati kebebasan beragama sebagaimana terwujud dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945. "Kemerdekaan penduduk untuk memeluk agamanya telah dijamin negara," ujarnya.

Dari situ, Patrialis menggarisbawahi sebuah poin penting bahwa pembatasan HAM dengan nilai-nilai keagamaan adalah perjuangan Muhammadiyah dan juga Aisyiyah. "Itu seratus persen perjuangan Anda," katanya. c15

Aisyiyah Tingkatkan Kualitas Kader
Globalisasi dan modernisasi menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kompetisi individu. Karena itu, para kader Aisyiyah pun harus meningkatkan kualitas.

Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muham -ma di yah, Din Syamsuddin, saat membuka Konsolidasi Pimpinan dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis dan Lembaga Aisyiyah di Depok, Jawa Barat, Kamis (2/6). “Globalisasi yang berbicara adalah kualitas bukan kuantitas,” ujar dia. Upaya peningkatan tersebut, menurut Din, membutuhkan konsolidasi dan sinergi yang kuat, yang dimulai dari internal organisasi.

Di bidang ekonomi, misalnya, kebangkitan Cina mesti disi kapi serius. Tanpa penyikapan itu, kekuatan ekonomi nasional bisa terancam, termasuk perekonomian umat. “Kedai ekonomi kita bisa runtuh.”

Din mengatakan, konsolidasi tersebut hendaknya menekankan revitalisasi tiga dimensi pergerak -an Muhammadiyah sebagai gerak -an pencerahan (harakat tanwiriyyah). Yakni, pembebasan ke -yakinan umat dari belenggu takhayul, bid’ah, dan khurafat. Dimensi itu, tegas Din, mesti didukung dengan penguatan pemberdayaan di berbagai lini, meli -puti pelayanan sosial, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.

Pem -berdayaan perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dan terarah.
Ketua Umum PP Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini, mengatakan, pemberdayaan ekonomi, lanjut Noordjannah, merupakan komitmen utama Aisyiyah dalam upaya meningkatkan kesejahteran umat. *** rep