Senin, 16 Februari 2009

LIBATKAN MASYARAKAT LOKAL UNTUK ATASI PERUBAHAN IKLIM

Jakarta, Langkah-langkah adaptasi terhadap perubahan iklim untuk mengurangi dampak perlu melibatkan masyarakat lokal dan dengan pendekatan kearifan lokal masing-masing. Langkah adaptasi tidak harus selalu menggunakan teknologi yang canggih.

Demikian diungkapkan oleh Ketua Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Armi Susandi, Minggu (15/2) saat dihubungi di Jakarta, walaupun ia mengakui teknologi memang merupakan satu pilihan untuk langkah adaptasi.

Langkah adaptasi, menurut Armi, sebaiknya menggunakan apa yang sudah ada di masyarakat. ”Jangan dengan pendekatan teknologi canggih-canggih dan berdasarkan proyek,” katanya.

Ia menunjuk kebiasaan masyarakat lokal yang hidup di rumah panggung dan mempraktikkan pertanian terasering, juga selalu ada pohon kelapa di pinggir pantai.

Sementara itu, Mezak Arnold Ratag, dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB, mengungkapkan, dalam jangka pendek langkah adaptasi amat dibutuhkan.

Untuk masyarakat pesisir, langkah adaptasi yang bisa dilakukan antara lain dengan menanam bakau dan mempertimbangkan jarak tempat tinggal dari garis pantai. Selain itu juga, ”Dengan cara menerapkan sistem peringatan dini yang lebih baik,” ujar Mezak menambahkan.

Menurut Armi, langkah adaptasi yang melibatkan masyarakat dan menggunakan cara-cara yang sudah mereka kuasai tingkat keberhasilan dan keberlanjutannya akan lebih tinggi dibandingkan dengan langkah adaptasi berdasarkan proyek.

”Masyarakat melakukan langkah adaptasi tersebut untuk kebutuhan mereka, untuk kehidupan mereka sendiri sehingga mereka akan serius dan peduli. Sementara, dalam pendekatan proyek, begitu proyek selesai dan dana habis, tidak ditengok lagi,” ujar Armi.

Menurut dia, dana besar dari proyek tersebut sebaiknya dibagi-bagikan kepada masyarakat lokal. ”Akan bisa menjangkau lebih banyak lagi masyarakat karena dananya relatif lebih kecil dibandingkan proyek dengan teknologi canggih,” ujarnya menambahkan. ”Caranya serahkan kepada masyarakat setempat,” tegasnya.

Armi menilai sektor pertanian paling siap dalam melakukan adaptasi. ”Sektor ini banyak pemainnya, mulai dari departemen, swasta, dan badan usaha milik negara, juga kelompok tani,” katanya.

Kepala Bidang Analisa Klimatologi dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Soetamto, BMKG saat ini sudah menghasilkan analisis perubahan iklim yang memengaruhi pergeseran musim di seluruh wilayah Indonesia. Wilayah yang mengalami peningkatan intensitas hujan atau makin panjang musim kemaraunya sudah terpetakan.

”Ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil kebijakan sektoral dalam menetapkan langkah adaptasi,” kata Soetamto. (ISW/NAW/kps)

Tidak ada komentar: