Minggu, 04 April 2010

Badan POM Surabaya Tarik Obat Po Chai


SURABAYA POST – Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya mulai menarik obat sakit perut Po Chai asal China yang diduga mengandung zat berbahaya. Selain itu obat sakit perut itu juga tidak terdaftar di BBPOM sehingga dikhawatirkan manfaatnya tak bisa dipertanggungjawabkan.

Kepala Bidang Sertifikasi Layanan Konsumen BBPOM Surabaya, Endang Widowati mengatakan untuk obat sakit perut Po Chai Pills terdaftar di Indonesia dalam bentuk sediaan pil dengan nomor registrasi POM TI 004 400 941.

Obat ini diproduksi oleh Li Chung Shing Tong (Holdings) Ltd, Hong Kong dan diimpor serta didistribusikan oleh PT.Perdana Sakti Indonesia.

Saat ini obat itu juga banyak dijual di apotik dan toko obat tradisional di Surabaya misalnya kawasan Jalan Jagalan. Namun di pasaran tersedia dalam 2 bentuk, pil dan bentuk kapsul.

"Obat sakit perut Po Chai dalam bentuk kapsul itu yang tidak terdaftar dan diduga mengandung zat berbahaya. Karena itu kami minta masyarakat waspada," kata Endang saat dihubungi sedang berada di Jakarta dalam rangka mengkroscek daftar registrasi obat sakit perut Po Chai, Kamis 1 April 2010.

Endang menjelaskan, dirinya juga menerima laporan, bahwa BBPOM Surabaya sudah mulai menarik obat itu di pasaran. Obat ini telah dikenal secara luas dan sudah lama beredar di negara-negara kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Penarikan obat itu, diakui sebagai dampak penarikan serupa oleh Departemen Kesehatan Hong Kong. Mereka menarik obat Po Chai dari peredaran di negaranya karena diduga mengandung bahan berbahaya yang dapat menyerang ketahanan dan kekebalan tubuh manusia.

Hal yang sama dilakukan Pemerintah Singapura setelah penelitian yang dilakukan otoritas berwenang membuktikan Po Chai mengandung dua zat berbahaya, yakni Phenolphthalein dan Sibutramine. Bahkan dalam waktu hampir bersamaan Hong Kong dan Singapura langsung melarang peredaran obat sakit perut itu.

"Kandungan Phenolphthalein dan Sibutramine dalam kapsul itu bisa menyerang ketahanan tubuh manusia, terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia," kata Endang.

Ahli Farmakologi RSU dr Soetomo, dr Endang Isbandiati MS Sp.FK mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam membeli dan mengonsumsi obat, baik itu obat tradisional maupun obat non tradisional.

"Setiap obat, baik yang tradisional maupun yang non tradisional memiliki efek samping. Jadi penggunaannya harus dalam pengawasan," ungkap dr Endang.

Sibutramine, jelas Endang, merupakan zat untuk menahan nafsu makan. Biasanya kandungan ini diberikan pada pasien yang mengambil program diet. Namun, penggunaannya harus diawasi dan dalam dosis yang tepat.

Sibutramin Hydrochlorida sendiri merupakan golongan obat keras yang digunakan dalam pengobatan obesitas, dimana obat ini hanya dapat diperoleh dan digunakan berdasarkan resep dokter.

Sibutramin hydrochloride bekerja dengan cara menghambat reuptake noradrenaline dan serotonin oleh sel syaraf setelah kedua neurotransmiter ini menyampaikan pesan di antara sel saraf yang ada di otak. Penghambatan reuptake membuat kedua neurotransmitter ini bebas menjelajah di otak.

Saat itulah keduanya menghasilkan perasaan penuh (kenyang) pada pasien sehingga mengurangi keinginan untuk makan. Sedang untuk phenolphthalein merupakan suatu senyawa kimia yang sebelumnya dipakai sebagai laxative atau obat pencahar. Saat ini telah ditarik dari pasaran karena risiko kanker yang mungkin ditimbulkan. *