Selasa, 20 April 2010

PEMERKOSAAN ANAK: PAK POLISI, KEMBALIKAN RASA AMAN ITU


Oleh BENNY DWI KOESTANTO

Warga Denpasar, Bali, guncang. Sejak tiga bulan terakhir, kasus penculikan yang diikuti pemerkosaan atas bocah perempuan usia 7-12 tahun sangat marak. Sudah enam korbannya.

Orangtuamu memintaku menjemput kamu,” begitulah bujuk rayu si penculik tiap kali mendekati korbannya.

Ruang-ruang publik yang asri di Denpasar, seperti Bajra Sandhi di Renon, Lapangan Puputan Badung, dan Lapangan Lumintang, ataupun pinggiran pantai sepanjang Sanur yang menyegarkan di pagi hari, hari-hari ini menampilkan wajahnya yang lain: muram! Paling tidak dalam sebulan terakhir. Kawasan yang biasanya dipadati warga tiap libur akhir pekan itu kini cenderung lengang. Orangtua jadi enggan keluar rumah, khawatir akan keselamatan putra-putri mereka.

Sekolah pun jadi terlalu protektif terhadap keselamatan muridnya. Para penjemput di sekolah-sekolah favorit kini diharuskan masuk kompleks sekolah, sebuah hal yang sebelumnya dilarang keras. Kondisi ini mirip situasi ketika flu H1N1 diduga merebak di Bali tempo hari. Kala itu, semua murid dan pengajar wajib mengenakan penutup mulut dan hidung. Sekolah diawasi secara ketat.

”Semua warga, terutama kaum ibu, kini dilanda keresahan dan ketakutan. Musuh itu benar-benar ada di sekitar kita,” kata Nyoman Sri Widiyanti, Koordinator Gerakan Ibu Peduli, saat beraudiensi dengan Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Sutisna, Senin (19/4).

Gerakan Ibu Peduli adalah gerakan moral yang didukung sejumlah lembaga, antara lain Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia Bali, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali, LBH APIK Bali, dan Aliansi Jurnalis Independen Bali. Sejak pekan lalu, gerakan itu telah menggalang ribuan tanda tangan masyarakat sebagai desakan bagi kepolisian dan para pemangku kepentingan lainnya di Bali agar segera mengungkap kasus itu.

Gerakan yang didominasi kaum ibu itu sadar betul bahwa rasa saling percaya, hubungan resiprokal, sekaligus ketergantungan anak kepada sosok-sosok terdekat dalam keluarga, seperti ibu dan bapak, adalah hal yang dimanfaatkan pelaku.

Menurut Sutisna, nada bujuk rayu si pelaku terhadap para korbannya cenderung seragam. Pelaku mengatakan bahwa ia disuruh orangtua korban menjemput atau mengantar pulang atau ke tempat orangtuanya berada. Sekolah adalah titik awal pelaku mengincar korban, yakni ketika pulang sekolah.

Mereka dibujuk si pelaku ketika korban telah terpencar dari teman-temannya, sekitar 500 meter dari sekolah. Hal itu, misalnya, terjadi terhadap tiga korban di kawasan Monang-Maning (Denpasar Barat) dan satu korban lain di Tanjung Bungkak (Denpasar Timur).

Kejadian terakhir yang menimpa bocah di wilayah Denpasar Selatan menunjukkan pelaku cenderung semakin nekat. Korban diperkosa di rumahnya saat sendirian. Saat itu pelaku berpura-pura menjadi tamu di rumah korban.

Minim saksi

Kepala Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Denpasar Komisaris Besar Alit Widana mengakui, pengungkapan kasus pemerkosaan, apalagi terhadap anak-anak, tidak mudah. Selain minim saksi, juga minim bukti.

”Rasa trauma korban dan keluarganya—yang sejatinya sangat dibutuhkan untuk menunjukkan ciri si pelaku, tempat kejadian, hingga motifnya—ikut menghalangi polisi mengungkap kasus dengan cepat,” ujar Alit Widana.

Berdasarkan penyelidikan polisi serta keterangan korban, diduga pelakunya tunggal, kecuali satu kejadian di Monang-Maning, awal April lalu. Dalam kasus ini, satu tersangkanya telah ditangkap dan tidak berhubungan dengan lima kasus lainnya.

Setelah bekerja sekitar dua bulan, polisi baru memperoleh gambar sketsa wajah yang diduga kuat adalah pelaku. Saat ini polisi telah menyebar gambar sketsa itu ke hampir seluruh tempat umum di Denpasar.

Selain sketsa wajah, Poltabes Denpasar juga merilis ciri-ciri pelaku, yaitu usia 25-35 tahun, tinggi badan 165 sentimeter, dengan potongan rambut pendek sekitar 5 sentimeter, biasa menggunakan motor Yamaha Jupiter merah, helm hitam merah, serta kerap berjaket hitam. Pada wajah pelaku ada codet atau bekas luka, persis di sisi kanan hidungnya.

Fenomena gunung es

Widiyanti meminta keseriusan polisi mengungkap kasus ini sama dengan kerja yang telah ditunjukkan polisi pada kasus- kasus lain. ”Jika pada kasus-kasus pembunuhan turis di vila-vila itu bisa cepat terungkap, mengapa kasus ini—yang notabene telah terjadi berulang- ulang dalam waktu tidak terlalu lama—belum juga tertangkap pelakunya,” kata dia.

Kasus pelecehan seksual atas anak yang terjadi di Bali cukup tinggi. Menurut Ketua KPAID Bali AA Sri Wahyuni, sampai April 2010 sudah delapan kasus. Sementara pada 2009, kasus pelecehan seksual—termasuk perkosaan—tercatat 65 kasus.

”Kasus-kasus pelecehan seksual pada anak itu fenomena gunung es,” tutur Sri Wahyuni.

Sebagai ibu kota provinsi, angka kriminalitas di Denpasar memang tinggi di antara kota/kabupaten lain di Bali. Tahun 2009, misalnya, terdapat 2.166 dari total 5.345 tindak kriminalitas di Bali. Kualitas tindak kejahatannya pun cenderung meningkat.

Secara demografis, pertumbuhan penduduk Denpasar juga terus meningkat. Pada tahun 2008, misalnya, penduduk kota ini meningkat rata-rata 8,09 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bandingkan dengan pertumbuhan satu dasawarsa sebelumnya yang rata-rata hanya 3,01 persen. Pemerintah Kota Denpasar mencatat, penduduk kota itu tahun 2008 adalah 642.358 atau dengan tingkat kepadatan penduduk 3.604 orang per kilometer persegi. Pertumbuhan penduduk ini terutama dipengaruhi oleh mutasi penduduk dari kabupaten di Bali ataupun dari luar Bali.

Sutisna menyatakan, akibat beban yang berat itu, muncul aneka persoalan, mulai dari tata kota hingga di tingkat sosial kemasyarakatan. Fakta yang terkait maraknya aksi pemerkosaan tiga bulan belakangan ini adalah mulai dari minimnya pengawasan sekolah akibat ketiadaan satuan pengamanan hingga mati surinya transportasi publik di Denpasar.

Tidak primanya transportasi massal membuat anak-anak sangat bergantung kepada orangtua untuk mengantar mereka ke sekolah. Bagi keluarga yang tak mampu, anak-anak mereka harus berjalan kaki pergi-pulang ke dan dari sekolah. Kondisi itulah yang dimanfaatkan pelaku.

Adalah tugas polisi mengungkap kasus ini dan tugas Pemerintah Kota Denpasar memperbaiki sistem tata kota. Jangan biarkan rasa aman itu hilang terlalu lama dari masyarakat.(KPS)