Minggu, 11 April 2010

Tahura "Seulawah" Butuh Perhatian Khusus


Taman Hutan Raya (Tahura) Seulawah yang arealnya berada di pebukitan lereng Gunung Seulawah, mencakup kawasan perbatasan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie yang dibelah jalan raya negara Banda Aceh - Medan selama ini masih terlihat

dibiarkan tanpa disentuh perawatan, kiranya memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah Aceh untuk membangunnya kembali sesuai fungsinya sebagai sebuah taman hutan raya.

Tahura Seulawah merupakan satu-satunya di Nanggroe Aceh Darussalam, selainnya adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) bertaraf internasional dan dijuluki paru-paru dunia. Dulu Tahura ini memang pernah sebentar berfungsi, setidak-tidak sebagai tempat rekreasi. Terjadinya konflik Aceh dan kawasan tersebut sering menjadi front kontak senjata, akhirnya Tahura tersebut jadi seperti tak bertuan, Bangunan pesanggarahan serta restorasi yang telah ada dan baru dibangun disana belum sempat berfungsi sepenuhnya, perlahan-lahan lapuk satu persatu dan digerayangi belukar akhirnya ambruk nyaris tak berbekas.

Tahura Seulawah berada di kawasan yang cukup strategis. Topograpy lahannya yang berbukit diketinggian sekitar 700 meter di atas permukaan laut dan diselimuti udara yang sejuk, sekitar 22 derajat Celsius, menyajikan panorama alamnya mempesona. Tiupan angin yang sepoi-sepoi basah menggoyang dedaunan pinus di lereng gunung sekitar Gunung Seulawah itu membuat keasyikan tersendiri pengunjungnya yang umumnya masih sebatas penumpang kenderaan pribadi pelintas jalan Banda Aceh - Medan yang berhenti atau beristirahat melepaskan lelah sambil menikmati keindahan alam.

Lintasan Gajah

Kawasan lereng Gunung Seulawah dulunya memang terkenal sebagai lintasan kawanan gajah. Tetapi mempunyai siklus yang cukup lama. Kabarnya gajah baru melintas di sana sekitar 10 tahun sekali. Kawanan gajah yang melintasi lereng Seulawah ini menurut ahli suaka adalah kawanan gajah yang mengarungi hutan sepanjang bukit barisan sampai ke timur dan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser setelah gentayangan sekitar Aceh Utara, Aceh Timur sampai Aceh Barat Daya, Aceh Selatan dan finishnya di Aceh Singkil. Begitu sampai finish pengarungannya, kawanan gajah ini kembali lagi arah ke barat yang finishnya di kawasan paling barat adalah lereng Gunung Seulawah.

Kawasan Tahura Seulawah ini beberapa waktu yang lalu pernah menarik perhatian karena dijadikan "transito gajah". Gajah jinak berasal dari Lampung yang telah terlatih sebelum dan sesudah bertugas mengusir gajah-gajah liar yang mengganggu penduduk sebelum atau sesudah digunakan untuk hiburan. Misalnya untuk memeriahkan pawai-pawai atau pameran-pameran serta pertunjukan atraksi gajah lainnya, gajah-gajah jinak tersebut dikandangkan di Tahura ini sebagai tempat transit sambil menunggu tugas-tugas lain berikutnya.Tetapi sekarang gajah-gajah tersebut sudah lama tidak terlihat lagi berada di sana.

Objek Rekreasi

Tahura Seulawah memang mempunyai multi fungsi. Sejak dari rekreasi, konservasi, penelitian sampai untuk pelestarian alam dan lingkungan hidup dan lain-lain. Tetapi untuk pemanfaatannya kembali yang paling penting adalah memulihkan fungsi rekreasinya. Tentunya dengan gagasan-gagasan memanfaatkan pakar-pakar dibidangnya jika perlu melibatkan pihak swasta. Misalnya menjadikan kawasan Tahura ini sebagai areal perkemahan, lintas alam serta kegiatan lainnya yang dapat menarik minat, para remaja dan anak-anak muda dan anggota Mapala, berlama-lama refresing di sana. Terutama saat libur sekolah atau kuliah.

Justru itu pula setiap minggunya harus ada acara khusus yang masal. Sehingga kalau selama ini Tahura ini hanya disinggahi musafir yang melintas, dapat meningkat menjadi objek tujuan rekreasi. Bukan sekedar istirahat saat melintas saja.

Harimau dan Buaya

Untuk membangun kembali Tahura Seulawah sehingga berfungsi sebagai objek rekreasi, yang menyarankan agar harimau-harimau dan buaya hasil tangkapan pawang di Aceh Selatan serta Aceh Barat - supaya di kandangkan di Tahura ini saja sebagai tontonan dan "pelaris" Tahura.

Menurut beberapa pawang, jika harimau yang telah pernah memangsa manusia kemudian tertangkap, sebaiknya jangan di lepaskan lagi, termasuk ke habitatnya. Karena harimau-harimau tersebut kelak akan tetap mencari dan memangsa manusia. Kalau harimau sudah pernah mengecap darah dan merasa nikmatnya daging manusia, ada semacam ketagihan. Apalagi untuk mendapatkan manusia paling mudah dan menerkamnya hampir tanpa perlawanan yang berarti.

Demikian pula buaya, jika sudah pernah menerkam dan mencicipi darah dan daging manusia, kendatipun di lepas ke habitatnya, suatu saat akan mengulangi jejaknya mencari dan memangsa manusia. Justru karena itulah ketika buaya hasil tangkapan pawang di Aceh Barat saat mau dilepaskan ke habitatnya di danau Laot Bangko yang termasuk kawasan TNGL di udik Bakongan, Aceh Selatan diprotes habis oleh warga sekitarnya.

Kedua jenis satwa yang dilindungi tersebut mau tak mau harus dikandangkan seumur hidupnya. Karena itu pula disarankan dimanfaatkan sebagai "pelaris" Taman Hutan Raya Seulawah.

HTI dan Taman Rimba

Tahura Seulawah sekarang dirimbuni oleh tanaman jenis pinus, sebagai mana juga tanaman di areal HTI (hutan tanaman industri) yang mengelilinginya yang selama ini diterlantarkan, menurut informasi akan dikelola kembali oleh pengusahanya dan amat rawan kebakaran. Justru itu, khusus untuk kawasan Tahura tanamannya harus diganti dengan tanaman kayu rimba, seperti seumantok, merbau, meranti dan jenis-jenis pohon yang disenangi satwa termasuk burung. Dengan demikian, kondisi hutan Tahura tersebut sekarang adalah hutan kering lama-lama menjadi hutan basah seperti layaknya hutan di kawasan TNGL. *** (Dinar Nyak Idin Waly)