Teks foto :
1. Direktur RSU Muhammadiyah dr. Ade Taufiq SpOG dan Ketua PWA
Sumatera Utara Dra. Sulhati Syam MA
2. Penyerahan kartu tanda berobat gratis kepada Pimpinan dan Muballigh
Muhammadiyah oleh dr. Ade Taufiq SpOG
3. Peserta penerima kartu berobat Muhammadiyah memperlihatkan kartu
tanda berobat kerjasama RSUM dan LAZISWA
4. Penandatanganan kerjasama MoU, Ketua PWM Dalail Achmad dan Ketua
PWA SU Sulhati Syam
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Medan, 31/1/2010 -- Kerjasama antara Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Sumatera Utara dengan LAZISWA (Lembaga Zakat,Infaq dan Wakaf) Muhammadiyah Sumatera Utara berlangsung, Minggu pagi (31/1) di Gedung Dakwah Muhammadihyah Sumatera Utara, Jln SM Raja, Medan. Penandatanganan oleh Direktur RSUM dr. Ade Taufiq SpOG dan Ketua Laziswa Suhrawardi K. Lubis SH,M.Hum itu disaksikan oleh Ketua PWM SU Drs. Dalail Akhmad dan Ketua PWS SU Dra. Sulhati Syam MA.
Kerjasama itu merupakan upaya dua lembaha yang berada di bawah PWM SU untuk memberikan layanan kesehatan kepada para Ketua di Wilayah, Daerah dan Cabang Muhammadiyah & Aisyiyah) di kota Medan serta para Muballigh yang menjadi ujung tombak dakwah Muhammadiyah. Dari MoU itu, diperkirakan akan ada 300 Pimpinan dan Mubaligh yang akan mendapatkan layanan perobatan gratis di RSU Muhammadiyah Sumatera Utara yang berlokasi di Jln Mandala By Pass itu.
Perobatan gratis yang diberikan oleh RSU Muhammadiyah & LAZISWA itu ditalangi secara bersama. Misalnya, RSU memberikan layanan gratis sedangkan biaya obat ditanggung oleh LAZISWA. Layanan berobat gratis ( tanpa opaname ) itu diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan pimpinann Muhammadiyah & Aisyiyah serta Muballigh di Kota Medan.
Rumah Sakit Umum Muhammadiyah SU yang berlokasi di Jln Mandala By Pass itu, kini mulai mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang menjanjikan. RSU yang berawal dari Klinik Bersalin milik Aisyiyah itu, kini telah menjadi sebuah pusat pelayanan yang representarif. Dengan fasilitas tempat tidur sebanyak 60 buah yang terdiri dari kelas 1,2,3 dan VIP itu nyaris penuh setiap harinya.
RSU ini juga memberikan layanan medis 24 Jam UGD serta dengan para dokter spesialis, diantara spesialis bedah, internis, obgyn, anak, syaraf dan gigi. Rumahsakit itu kini memiliki gedung sebanyak 4 lantai ( 3 lantai untuk layanan medis dan 1 lantai untuk administrasi) *** Yuniar R. Yoga
Selengkapnya.....
Media Komunikasi -- berita dan kebijakan persyarikatan -- Guna Meningkatkan Syiar Organisasi
Minggu, 31 Januari 2010
PENANDATANGANAN MOU ANTARA MANAJAMEN RSU MUHAMMADIYAH DENGAN PIMPINAN LAZISWA
ARTIKEL: PARADIGMA PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Oleh : H.A. Malik Fadjar
I
“Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama dari pada amal yang besar ini. Kalau saya lambatkan dan saya hentikan karena sakitku ini, tidak ada orang yang akan meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya kerjakan lekas yang tinggal sedikit ini, mudahlah yang datang kemudian menyempurnakannya.”
Petikan di atas merupakan ucapan langsung K.H. Ahmad Dahlan yang tertera di bawah potretnya yang dimuat dalam buku TUNTUNAN HIZBUL WATHAN, yang disusun oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, tahun 1961, pada halaman 3. Sesungguhnya petikan di atas merupakan sepenggal dari pembicaraan Kyai dan istrinya, Nyi Dahlan, pada bulan-bulan akhir hayat pendiri Muhammadiyah. Ini terkait dengan permintaan murid-murid Kyai Ahmad Dahlan, agar Nyi Dahlan meminta Kyai untuk istirahat sehubungan dengan sakitnya yang bertambah keras. Dan itulah kata-kata yang keluar dari lubuk jiwanya (Hamka, 1952:29).
Penggal ucapan pendiri Muhammadiyah itu saya pandang menarik untuk diambil kembali dalam pembicaraan kita kali ini guna menarik benang merah bagaimana kegigihan dan komitmen seorang pembaharu terhadap perjuangan yang dirintis dan diretasnya itu perlu melintasi bentangan waktu ke depan, menjangkau hitungan kesinambungan generasi. Kalau kata-kata di atas diucapkan oleh K.H. Ahmad Dahlan mendekati tahun 1923, yakni tahun kewafatannya, dan sekarang sudah akhir tahun 2009, maka suara hati beliau dibuktikan oleh sejarah. Generasi demi generasi penerus Muhammadiyah telah memperoleh maupun mengenyam kemudahan itu dengan bentuk-bentuk amal usaha nyata maupun pranata-pranatanya yang takaran jumlah dan jenisnya terus bertambah.
Khusus dalam amal usaha kependidikan dapat kita bayangkan secara grafis ada tanjakan yang amat berarti sekaligus menarik perhatian dari berbagai pihak termasuk pemerhati Islam Indonesia. Betapa tidak, jumlah lembaga sekolah dan lembaga pendidikan luar sekolah Muhammadiyah dari tahun 1923 ( - sekali lagi, tahun kewafatan pendiri Muhammadiyah itu ) sampai sekarang yang notabene lembaga sekolah dan pendidikan luar sekolah itu merupakan simbolik “ruh pembahasan” gerakan persyarikatan. Secara kualitatif, “Islam yang murni” (The Genuine Islam) bersendikan Al-Qur’an dan As-Sunnah juga semakin terbentuk di kalangan masyarakat Islam di Indonesia. Gejala kualitatif ini tidak saja khas kehidupan Islam kota, tetapi sudah merambah ke desa-desa. Langsung atau tidak langsung kenyataan serupa ini adalah “outcomes” pendidikan (formal, non formal, dan informal) yang menjadi salah satu inti, bahkan ujung tombak gerak persyarikatan.
Lalu, kalau sekarang menjelang Muktamar Muhammadiyah ke-46, Juli 2010, di Yogyakarta – kota tempat kelahirannya, dan menyongsong Satu Abad Pendidikan Muhammadiyah kita berbicara mengenai paradigm pendidikan Muhammadiyah, maka “dari mana” dan “ke arah mana” pembicaraan itu akan memberikan makna dan membuahkan manfaat bagi gerak persyarikatan, bagi kehidupan dan kemajuan umat, dan bagi bangsa yang saat ini berada di era globalisasi?
“K.H. Ahmad Dahlan, adalah seorang tokoh yang mewakili jiwa dan semangat aktivisme dari zaman 1912.” Demikian, antara lain dinyatakan oleh seorang tokoh nasionalis Roeslan Abdulgani (1962:41). Tahun 1912, oleh Roeslan Abdulgani disebut sebagai satu tahun – detik dari satu babak sejarah bangsa Indonesia. Suatu babak yang dikenal dengan nama Zaman Kebangunan Nasional. Pada era kebangunan nasional itulah Muhammadiyah lahir sebagai organisasi yang membawakan reformasi atau renaissance di dalam gerakan Islam. Jiwa dari gerakan Muhammadiyah sejalan dengan kelahirannya di Zaman Kebangunan adalah menuju kemajuan yang ruhnya adalah pembebasan dari belenggu-belenggu kekolotan pandangan, pencemaran akidah, keterbelakangan amaliah, kerapuhan etika, dan kemiskinan dalam penalaran dan gagasan. Belenggu-belenggu ini seluruhnya memudarkan cahaya Islam.
“Islam memerdekakan akal dari tiap-tiap yang membelenggunya dan melepaskan dari segala taklid yang memperhambanya. Dipulangkannya ia kepada kerajaannya dimana ia harus memerintah dengan pertimbangan dan kebijaksanaan; dan dalam segala hal yang diperbuatnya ia hanya tunduk kepada Allah dan menjaga batas-batas yang ditentukan oleh undang-undangan Tuhan, tetapi dalam batas-batasnya itu ia merdeka seluas-luasnya dan tiada habis-habis pertimbangan yang dilakukan di bawah panji-panjinya.”
Begitulah, antara lain ditegaskan oleh K.H. Ahmad Dahlan seputar paham keislamannya sebagaimana dikutip Amir Hamzah Wirjosukarto (1968:54).
II
Dalam upaya pencerahan kembali Islam, K.H. Ahmad Dahlan menempatkan pendidikan sebagai wahana utama dari aktivitas dan kiprah gerakan. Dan K.H. Ahmad Dahlan langsung memasuki dunia praksis. “Dia bukan seorang teoritikus dalam bidang agama. Dia lebih bersifat pragmatikus yang sering menekankan semboyan kepada murid-muridnya: “sedikit bicara, banyak bekerja,” demikian tulis Steenbrink (1986:52). Bahkan sebelum Muhammadiyah berdiri. Kyai Dahlan telah merintis “pendidikan pragmatisnya” itu dengan contoh tindakan membenarkan praktek beragama dalam bentuk “membuat tanda shaf” dalam Masjid Agung dengan kapur.
Tanda shaf itu bertujuan member arah kiblat yang benar dalam masjid. Tindakan ini dilakukan setelah terlebih dahulu beliau belajar kepada ahlinya. “Dia pernah mengunjungi observatorium di Lembang, Bandung, untuk menanyakan cara menetapkan arah kiblat dan permulaan serta akhir bulan Ramadhan.” (Steenbrink, 1982:52). Bertalian dengan apa yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan, tokoh nasionalis Roeslan Abdulgani menyebutkan dalam tulisannya bahwa bidang utama gerakan Muhammadiyah adalah social-pedagogis melawan formalism dan konservatisme dalam gerakan Islam (1962:39).
Pendidikan sebagai wahana utama untuk “pencerahan kembali” Islam dan “pemberdayaan” umat Islam yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan bersama-sama pendukung-pendukungnya dengan Muhammadiyah itu menampilkan watak baru dalam “tiga dimensi,” yakni: idenya, caranya, dan sekaligus produknya. Hal ini bias dilihat dalam khazanah praktek pendidikan banyak kejadian (yang dimaknai dari sudut pandang pendidikan) dengan gamblang menjelaskannya. Ambil beberapa contoh, misalnya: Dari segi ide, ingin dicapai pemahaman dan pengamalan Islam yang lebih “genuine”, namun yang lebih merangkum seluruh aspek kehidupan nyata. Pada fase perkembangan di Indonesia, Islam nampak suram, statis, dan mengalami penyempitan makna, maka ide di muka jelas merupakan sesuatu yang baru.
Dari segi cara, misalnya, Muhammadiyah mengembangkan tabigh sebagai kegiatan awal terpenting organisasi. Tabligh merupakan sarana transmisi pengetahuan dan wawasan agama secara terencana dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 tabigh dapat dipandang sebagai unsure baru (Steenbrink, 1986:54). Dari segi produk, ada pengakuan dari seorang pendidik dan ahli pendidikan nasionalis (yakni Prof. Soegarda), bahwa pendidikan Muhammadiyah memberikan sumbangan bagi bangsa yang dapat dikategorikan suatu “inovasi social.” Menurut Soegarda, pendidikan Muhammadiyah (dalam hal ini sekolah-sekolahnya) telah menjembatani jarak social, jurang pemisah antara golongan santri dan golongan priyayi abangan.
Menyimak yang tersurat dan tersirat tersebut di atas, rasanya bukan suatu kesimpulan yang mengada-ada ataupun dicari-cari kalau kita mengatakan bahwa paradigm pendidikan Muhammadiyah adalah “paradigm pembaharuan.” Ini memang suatu peneguhan kembali. Dan, sungguh bukan sesuatu yang sederhana apabila kita bermaksud meng - “konversi”- kan pembaharuan sebagai “skema mental” yang secara efektif melandasi dan memandu gerak pendidikan Muhammadiyah: dalam ide, dalam cara, dan dalam produk. Untuk ini, pengertian dan komitmen saja belum cukup. Harus diwujudkan dalam “praksis” terutama dengan dibarengi “kompetensi managerial,” terutama untuk bias member “ruh dan warna ke-Islaman dan ke-Muhammadiyahan” di era globalisasi ini.
III
Kini, dalam liku-liku perjalanan panjang, baik sebelum maupun sesudah Indonesia merdeka hingga “satu abad,” pendidikan Muhammadiyah tetap eksis dan memainkan peran “mencerdaskan kehidupan bangsa.” Terlepas dari berbagai kekurangan dan kelemahannya, namun pertumbuhan dan perkembangannya terus berlanjut. Mulai dari apa yan gdisebut PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Sekolah Dasar dan Menengah hingga Pendidikan Tinggi (Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, Politeknik, dan Diploma), secara kuantitatif cukup bermakna.
Boleh dikatakan pendidikan Muhammadiyah itu, baik kegiatan maupun kelembagaannya telah menajdi bagian menyeluruh dari bangunan Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan dakwah. Bahkan juga sudah menjadi bagian menyeluruh dari bangunan system pendidikan nasional (perhatikan isi, jiwa, dan semangat yang tersurat dan tersirat dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003). Maka “profil dan karakter pendidikan Muhammadiyah yang holistik” itu terwujud dalam keseluruhan perwujudan idenya, caranya, dan produknya.
Walaupun Pendidikan Muhammadiyah itu, baik aktifitas maupun kelembagaannya tumbuh dan berkembang dari bawah yang terorganisasi dalam amal usaha tingkat Ranting, Cabang, Daerah, dan Wilayah yang kondisi social, ekonomi, dan budayanya berbeda-beda, namun sebagai penyandang nama atau beridentitas “Perguruan Muhammadiyah,” visi dan misinya tetap merupakan bagian tak terpisahkan dari bagian menyeluruh bangunan Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan dakwah dan system pendidikan nasional. Boleh dikatakan pendidikan Muhammadiyah itu tumbuh dan berkembang di atas komunitas basisnya (social, ekonomi, budaya, dan lingkar geografisnya). Oleh karena itu dalam memaknai dan menilainya, baik kuantitas maupun kualitasnya harus dan tetap dalam kerangka serta alur cita-cita pendiri sekaligus peletak fondasinya, K.H. Ahmad Dahlan: “jadilah ulama yang dapat mengikuti zaman, dan janganlah jemu-jemu bekerja untuk masyarakatmu.”
Ikhwal paradigm, yang bias dimaknai sebagai “beriman, bertaqwa, dan beramal saleh sejalan dengan yang dipikirkan” (we do what we think), maka pengejawantahan “paradigm pembaharuan” Perguruan Muhammadiyah itu, baik aktifitas maupun kelembagaannya akan mencerminkan wajah “Al-Islam dan Kemuhammadiyahan” – dalam ide atau cita-citanya,caranya, dan produknya. Ini berarti, bahwa “Satu Abad Pendidikan Muhammadiyah dan ke depan dalam gerak “melintasi zaman” perlu perencanaan yang terukur berdasarkan pada program-program aksi yang berupa “pertumbuhan, perubahan, pembaharuan, dan berkelanjutan.” Kalau tidak, Perguruan Muhammadiyah yang di dalamnya terdiri dari berbagai jenjang dan model sekolah dan perguruan tinggi hanya akan berjalan rutin, tanpa menampilkan ataupun melahirkan ide-ide maupun keunggulan baru di bidang pendidikan.
Perguruan Muhammadiyah bukan lagi merupakan gerakan pembaharuan dalam Islam (H.A. Mukti Ali, 1989). Lebih-lebih dalam gerak melintasi zaman ke depan yang hamper semuanya termasuk dunia pendidikan akan, bahkan sudah berada di dalam tatanan kehidupan masyarakat yang dipenuhi persaingan atau kompetisi. Boleh dikatakan ke depan tiada lagi ruang dan waktu dalam masyarakat tanpa persaingan. Langsung maupun tidak langsung persaingan akan merupakan prinsip hidup yang baru. Dunia semakin terbuka dan bersaing untuk memposisikan diri agar berada di urutan terdepan dalam menghasilkan karya-karya unggulan dan merebut setiap kesempatan serta peluang yang terbuka di pasar kerja, pasar untuk berbagai produk, jasa, dan teknologi telah menjadi kenyataan yan gtak terelakkan. Persaingan bukan lagi sebatas dunia bisnis, investasi, industri, dan ekonomi, melainkan juga di bidang pendidikan, kesenian, dan kebudayaan. Oleh karena itu agar tetap eksis dan survive, serta mampu “berfastabiqul khairat” (Qur’an, Al-Maidah:48) – berkompetisi atau berlomba dalam meraih kebijakan, pendidikan Muhammadiyah ke depan dengan paradigm pembaharuan harus terus menerus mengembangkan: “kemampuan mengantisipasi; mengerti dan mengatasi; mengakomodasi; dan mereorientasi terhadap tantangan, tuntutan, dan perubahan masa depan” (Makaminan Makagiansar, 1990). Pesan Khalifah Ali Bin Abi Thalib: “Didiklah dan persiapkanlah generasi penerusmu untuk suatu zaman yang bukan zamanmu, karena mereka akan hidup pada suatu zaman yang bukan lagi zamanmu;” patut kita jadikan acuan.
Gerak pendidikan adalah gerak menuju terwujudnya peradaban baru (peradaban utama) atau masyarakat madani (civil society) yang di dalamnya menggambarkan tingkat pencapaian tertentu dalam berbagai bidang keagamaan, moral, etika, kesenian, industri, ilmu pengetahuan dan teknologi, pemerintahan, dan wawasan pemikiran. Artinya, bahwa pendidikan Muhammadiyah yang dijiwai dan disemangati “ruh Al-Islam dan Kemuhammadiyahan” itu haruslah bersifat “reflektif, transmitif, dan progresif.” Dan tetap berbasis atau bertumpu pada keseluruhan potensi dan lingkungan, baik fisik maupun non fisik yang menjadi komunitas basisnya. Sehingga membuni dan tidak mengawang-awang.
Sumber Bacaan:
1. Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam yang Diselenggarakan oleh Pergerakan Muhammadiyah, UP. Ken Mutia, malang, 1968.
2. Departemen Penerangan 1962, Muhammadiyah Setengah Abad, 1912-1962.
3. H.A. Mukti Ali, Muhammadiyah di Penghujung Abad 20, UMS Press Surakarta, 1989.
4. Hamka, K.H. Ahmad Dahlan dalam Peringatan 40 Tahun Muhammadiyah, Panitia Pusat Perayaan 40 Tahun Persyariaktan Muhammadiyah, Jakarta, 1952.
5. Makaminan Makagiansar, Tantangan Pendidikan dalam Era Globalisasi, Mimbar Pendidikan No. 4 Tahun IX Desember 1990, University Press, IKIP Bandung, 1990.
6. Streenbrink Kareel A, Pesantren, Madrasah, Sekolah, LP3ES, Jakarta, 1986.
Selengkapnya.....
Malik Fajar : Pendidikan Muhammadiyah Tidak Boleh Berhenti
Jakarta – Ketua PP Muhammadiyah Prof. Malik Fajar mengingatkan bahwa paradigm pendidikan Muhammadiyah adalah pembaharuan. “Sekarangpun harus terus bersemangat pembaharuan, bukan hanya di jaman Kyai Dahlan dahulu” “Kita tidak boleh statis” lanjutnya dalam Seminar Nasional Satu Abad Pendidikan Muhammadiyah, di Kampus UHAMKA Jakarta, Sabtu (30/01/2010).
Menurut mantan Mendiknas RI di era Presiden Megawati tersebut, dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia Muhammadiyah tidak boleh berhenti. “Tidak ada kata berhenti bagi Kyai Dahlan” kisah Malik. “Bahkan ketika dilarang untuk beraktifitas karena sakit, Kyai Dahlan tidak mau berhenti” lanjutnya. Malik kemudian melanjutkan menyitir pesan Kyai Dahlan : “Jadilah Ulama yang mengikuti perkembangan jaman, dan jangan lelah dan bekerja untuk umatnya”.
Dari pesan Kyai Dahlan itu kemudian menginspirasi pendirian sekolah-sekolah Muhammadiyah, beranak pinak terus menerus, sambung menyambung dari generasi ke generasi. “Inilah kekuatan Muhammadiyah yang sangat besar, dan tidak boleh berhenti” lanjutnya. “Muhammadiyah ini sudah besar , jangan dikecilkan” pesannya kemudian. “ Karena diakui atau tidak diakui, organisasi mana yang bisa mendirikan lembaga pendidikan sebanyak Muhammadiyah sekarang ini, semuanya tetap berwatak gerakan, bukan mencari keuntungan” lanjutnya. “Ini tidak boleh disia-siakan” tegasnya
Perkembangan Perguruan Muhammadiyah
Sekolah Muhammadiyah menurut Malik bisa untuk terus berkembang dengan tetap berbasis pada lingkungan sosial budaya, demografisnya dan geografisnya, namun semua dalam kerangka dan paradigma Muhammadiyah.
Sementara itu menyoroti perkembangan sekolah Muhammadiyah, Malik mengingatkan bahwa ke depan pendidikan harus berwawasa pada keunggulan, kompetensi dan kuatnya jaringan. “Ini kalau kita ingin melahirkan generasi unggulan yang kompetitif, dan kalau kita ingin merebut masa depan” tegasnya. “Bukankah kita punya ajaran kompetitif yaitu seboyan fastabiqul Khairat ? bahkan tidak hanya itu saja” lanjutnya.
Menurut Malik, siapa saja yang mendalami filosofi Muhammadiyah, akan sukses membesarkan amal usaha pendidikan Muhammadiyah.” Dan kalau sudah tua ya berhenti, doronglah generasi penerus” pesannya. “ Saya melihat generasi penerus kita cemerlang. Antarkan mereka dengan memperdalam cita-cita Muhammadiyah. Muhammadiyah sudah besar dan jauh, jangan dikecilkan “ pungkasnya (arif).
Selengkapnya.....
LIPI Luncurkan Beyonic Untuk Pupuk Organik
Bogor, - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meluncurkan teknologi Beyonic yang merupakan teknologi berbasis mikroba untuk pembuatan pupuk organik.
Peluncuran teknologi tersebut dilakukan oleh Menteri Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata dengan disaksikan Kepala LIPI, Prof Umar Anggara Jenie di Cibinong Science Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Prof Dr Endang Sukara dalam pemaparan mengenai Beyonic mengatakan teknologi ini merupakan salah satu solusi atas masalah menurunnya kualitas lahan akibat penggunaan pupuk sintetis secara berlebihan.
"Pemanfaatan mikroba yang merupakan salah satu kekayaan hayati kita menjadi alternatif yang harus terus dikembangkan menjadi suatu produk untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengurangi pemakaian pupuk buatan," kata Endang.
Ia mengatakan, Pemerintah pada tahun 2010 telah menganggarkan dana subsidi Rp11,86 triliun untuk memproduksi 11,76 juta ton pupuk organik.
Namun subsidi tersebut hanya dimanfaatkan oleh produsen besar sehingga petani masih tetap tidak mandiri terkait penyediaan pupuk organik tersebut.
"LIPI ingin agar petani bisa mengolah sendiri pupuk organik dengan teknologi ini sehingga mereka menjadi mandiri," kata Endang.
Ia juga menjamin bahwa mikroba yang digunakan aman dan terjaga kemurniannya.
"Mikroba yang digunakan adalah mikroba lokal yang dijamin keamanan serta kemurniannya dan dipelihara oleh Biotechnology Culture Collection yang telah terdaftar di WFCC (World Federation for Culture Collection)," katanya.
Sekarang ini, lanjut dia, banyak mikroba yang didatangkan dari luar negeri yang belum tentu handal. "Bahkan jangan-jangan malah merusak lingkungan kita," katanya.
Saat ini beberapa seri produk pupuk organik yang telah dipasarkan diantaranya adalah BioPoska, Kompenit, Biomat, Biorhizin, Kedelai Plus, BioVam dan Katalek.
Seri lain yang akan segera menyusul adalah pupuk organik untuk tambak, kawasan tambang yang tercemar limbah logam berat, kawasan tercemar minyak, serta energi alternatif, kata Endang.
Sementara itu, Menristek Suharna Surapranata mengatakan, hasil inovasi teknologi hendaknya bisa langsung dimanfaatkan oleh departemen teknis sehingga Indonesia tidak lagi tergantung pada industri asing.
"Hasil penelitian yang sangat bermanfaat kalau tidak bisa diintermediasikan dan disinegikan dengan departemen teknis akan mubazir," katanya.
Padahal, lanjut Suharna, pembangunan di Indonesia sangat membutuhkan produk-produk teknologi.
Ia mengakui bahwa beberapa departemen teknis belum paham bahwa hasil-hasil riset teknologi dalam negeri telah mampu memenuhi kebutuhan nasional.
"Oleh karena itu penting bagi kita untuk saling memberi informasi tentang apa yang dibutuhkan oleh Pemerintah dalam pembangunan," katanya.(*)
Selengkapnya.....
Diare, Campak dan Tetanus Menyerang Haiti
PORT-AU-PRINCE, - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan ini menyatakan jumlah pasien yang terserang diare, campak dan tetanus di Haiti meningkat.
Juru bicara WHO Paul Garwood mengatakan, beberapa tim medis telah melaporkan peningkatan mengenai kasus diare dalam beberapa tiga hari belakangan.
"Selain itu, ada laporan mengenai campak dan tetanus, bahkan di tempat penampungan sementara," kata Garwood di Port-au-Prince, Sabtu (31/1/2010).
WHO bersama pemerintah Haiti dan UNICEF pekan depan berencana melakukan kegiatan vaksinasi masal. Diduga sebelum gempa, hanya 58 persen anak Haiti yang divaksin.
Garwood juga menyerukan kehadiran lebih banyak dokter spesialis operasi ortopedik dan obat internal guna menangani sangat banyaknya amputasi yang telah dilakukan.
Sementara itu militer AS diberitakan telah menghentikan penerbangan guna mengangkut korban gempa Haiti ke Amerika Serikat akibat percekcokan mengenai kemana pasien yang menderita luka parah mesti dibawa untuk diobati.
"Sedikitnya 100 pasien perlu dibawa ke rumah sakit yang lebih baik atau mereka akan mati," kata dokter AS yang menangani korban di Port-au-Prince.
Sementara pemerintah AS menyatakan Amerika Serikat sedang berusaha mengembangkan kemampuan rumah sakit di Haiti dan AS.
Tidak jelas apa yang memicu keputusan militer AS menghentikan penerbangan. Beberapa negara bagian menolak menerima pasien, meski tidak dikatakan negara bagian mana.
Penghentian itu dilakukan sehari setelah Gubernur Florida Charlie Crist menulis surat kepada Menteri Layanan Kemanusiaan dan Kesehatan AS Kathleen Sebelius.
"Sistem perawatan kesehatan di Florida sudah mencapai titik jenuh, terutama di bidang perawatan trauma tingkat tinggi," katanya dalam surat tersebut (kp)
Selengkapnya.....
Jumat, 29 Januari 2010
Buya Syafi’i : Kekuatan Demokrasi Kita Terletak Pada Pemimpin Lokal
Jakarta - “Dalam kondisi partai-partai politik lebih sering dieksploitasi untuk kepentingan jangka pendek, kekuatan demokrasi kita terletak pada prakarsa para pemimpin maupun aktivis civil society di tingkat lokal”, ungkap Buya Syafii Maarif seperti yang dinyatakan dalam siaran pers Maarif Institute, Senin (25/01/2010).Lebih lanjut mantan Ketua PP Muhammadiyah ini bangsa ini masih sangat membutuhkan banyak pemimpin kultural yang betul-betul mendengar jeritan rakyat dan bekerja nyata untuk kepentingan masyarakat umum bahkan kemanusiaan.
Siaran Pers tersebut juga menanggapi wacana pemakzulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang digulirkan pelbagai elemen masyarakat akhir-akhir ini. Menurut siaran pers yang ditandatangani Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Fajar Riza Ul Haq, tersebut, adanya wacana diatas merupakan salah satu ujian nyata bagi eksistensi budaya demokrasi kita. Budaya demokrasi sendiri erat kaitannya dengan kesadaran politik kewargaan dari pelbagai lapisan masyarakat.
Oleh karena itu, perwujudan demokrasi yang substantif akan sangat tergantung pada seberapa kokoh kekuatan kelompok-kelompok sipil (civil society) melakukan kerja-kerja sosial kemanusiaan dalam rangka menyemaikan nilai-nilai demokrasi dan HAM, penghormatan atas kemajemukan, serta perjuangan keadilan.
Ma’arif Award 2010
Dalam rilis tersebut, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Fajar Riza Ul Haq, menyatakan bahwa Maarif Institute tahun ini kembali menggelar Maarif Award yang bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada pemipin dan aktifis lokal penggerak Civil society. “Pemberian award ini merupakan apresiasi sekaligus pengakuan kami terhadap anak-anak bangsa yang melakukan kerja-kerja inisiatif kepemimpinan di tingkat lokal dengan menjunjung tinggi pluralisme dan HAM”.
“Kehadiran award ini diharapkan mampu mempromosikan praktek-praktek ketauladanan para pemimpin sipil dalam menanamkan nilai-nilai pluralisme, HAM, keindonesiaan, dan kemanusiaan”, tukas Fajar.
Salah seorang anggota Dewan Juri MAARIF Award 2010 A. Malik Fadjar membenarkan bahwa award ini mencari para aktivis lokal yang dinilai berhasil mempelopori ataupun menumbuhkan semangat dan kerja-kerja solidaritas sosial untuk kemanusiaan di komunitasnya, profil pemimpin lokal yang bervisi global. Menurutnya, “bila kiprah seseorang diterima dan dirasakan kemanfaatan hasil kerjanya oleh banyak kelompok/golongan maka ia memiliki kelayakan untuk dinominasikan”. Batas waktu penominasian itu sendiri tanggal 30 Maret 2010. Informasi lebih lanjut mengenai MAARIF Award dapat di akses di www.maarifinstitute.org. (arif)
Selengkapnya.....
UNJUK RASA DI MEDAN BERLANGSUNG DAMAI: KESEJAHTERAAN DIGUGAT
Medan - Isu belum adanya peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi isu utama yang mencuat dalam unjuk rasa seratus hari pemerintahan SBY-Boediono di Kota Medan, Kamis (28/1). Selama seratus hari SBY-Boediono berkuasa, tidak terjadi perbaikan di berbagai bidang.
Pengunjuk rasa juga menyatakan, mereka sudah bosan dengan politik pencitraan yang dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Unjuk rasa yang diikuti ribuan orang dari puluhan elemen warga Sumatera Utara itu secara umum berlangsung damai. Sejak pagi kelompok-kelompok massa sudah berkumpul di Lapangan Merdeka dan Bundaran SIB, yang kemudian secara bergelombang berdemonstrasi ke halaman DPRD Sumut dan Kantor Gubernur Sumut.
Sedikitnya ada lima kelompok massa yang secara bergelombang datang untuk berorasi di halaman kantor DPRD Sumut, seperti dari GMNI, Dewan Buruh Sumatera Utara, Gerakan Prodemokrasi Sumut, dan KAMMI. Namun, setiap kelompok tidak mau bergabung satu dengan lainnya. Hujan yang mengguyur Kota Medan kemarin siang tidak menyurutkan aksi pada siang itu.
Dewan Buruh Sumatera Utara (DBSU) yang terdiri atas delapan elemen buruh dalam pernyataan sikapnya menyatakan, setelah seratus hari pemerintahan SBY- Boediono, kesejahteraan rakyat tidak menunjukkan ada perbaikan. Liberalisasi ekonomi terus berjalan dengan munculnya Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN-China. DBSU dengan tegas menolak perdagangan bebas itu dan meminta wakil rakyat untuk memperjuangkan penolakan mereka.
DBSU juga melihat pemberantasan korupsi tidak berjalan, termasuk korupsi di Sumut dan kabupaten/kota di Sumut, seperti Pematang Siantar, Nias, Tapanuli Tengah, dan Toba Samosir. Penanganan kasus Bank Century yang selama ini berlangsung dinilai hanyalah dagelan politik.
Pengunjuk rasa ditemui anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI-P, yakni Syamsul Hilal dan Barlian Mochtar, serta dari Fraksi PKS, Timbas Tarigan. Para wakil rakyat sepakat dengan tuntutan DBSU dan menyatakan akan memperjuangkan penolakan FTA-ASEAN China ke Jakarta meskipun kesepakatan berlangsung alot.
Selama unjuk rasa berlangsung, ribuan polisi berseragam dan berpakaian sipil berjaga dan memagari tangga kantor DPRD Sumut.
Kepala Kepolisian Daerah Sumut Irjen Badrodin Haiti yang ditemui di halaman kantor DPRD Sumut mengatakan, pihaknya menyiapkan 4.000 personel untuk mengamankan jalannya unjuk rasa. Sebanyak 2.000 personel sudah diturunkan.
”Kami sudah bertemu dengan pimpinan elemen dan mengajak dialog agar unjuk rasa berlangsung damai. Kami akan tindak tegas sesuai dengan undang-undang jika ada yang tidak sesuai dengan ketentuan,” ujarnya.(WSI/KP)
Selengkapnya.....
PT ASKES: MODEL DOKTER KELUARGA DIKEMBANGKAN
Jakarta - Dokter keluarga dapat berperan mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan dan mengawasi kesehatannya. Sistem tersebut juga mengurangi biaya kesehatan. Melihat peluang tersebut, PT Askes mulai mengembangkan sistem dokter keluarga bagi anggotanya yang saat ini sekitar 16,2 juta pegawai negeri sipil.
Direktur Operasional PT Askes Umbu M Marisi mengatakan, Kamis (28/1), PT Askes tengah mengadakan uji coba penerapan sistem dokter keluarga di Jawa Timur.
Di Jawa Timur, jumlah total dokter keluarga 215 orang dan 78 di antaranya terlibat dalam proyek percontohan PT Askes untuk melayani 187.792 peserta.
Dia mengatakan, dokter keluarga merupakan dokter umum yang menerapkan pelayanan menyeluruh bagi pasiennya. Satu orang dokter keluarga menangani sekitar 2.000 peserta. Mereka merupakan dokter umum yang dilatih menjadi dokter keluarga dan kompeten. ”Dalam program itu juga terdapat kegiatan kunjungan dokter,” ujarnya.
Dia mengatakan, dokter keluarga belum populer di tengah masyarakat. Selama ini, masyarakat berpandangan jika sakit sebaiknya langsung mendatangi dokter spesialis atau ke rumah sakit yang biayanya kadang lebih besar. Padahal, sebagian kasus yang dialami bisa diselesaikan oleh dokter umum.
”Sebagai contoh, sekitar 30 persen pasien Askes langsung ke rumah sakit atau spesialis untuk mendapat resep yang sifatnya lanjutan. Nantinya hal seperti itu bisa dialihkan ke dokter keluarga yang bisa sekaligus mengedukasi dan melakukan pemantauan kesehatan pasien secara berkelanjutan. Sistem itu akan mengubah cara orang berobat,” ujarnya.
Dia mengatakan, dalam uji coba di Jawa Timur telah ada hasilnya sehingga program itu akan dilanjutkan pada 2010. Namun, hasilnya belum cukup memuaskan sehingga akan terus ditingkatkan. ”Kami berupaya agar pemahaman tentang fungsi dan peran dokter keluarga makin baik di kalangan dokter ataupun peserta Askes,” ujarnya.
Untuk itu, PT Askes akan mengadakan pertemuan-pertemuan dengan para calon dokter keluarga.
Perusahaan itu juga akan bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia dan Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia guna meningkatkan kemampuan dokter umum menjadi dokter keluarga.
Syarat menjadi dokter keluarga, seperti tempat praktik dan kemampuan dokter, juga akan dievaluasi terus. (INE/KP)
Selengkapnya.....
PERINGATAN 100 HARI PEMERINTAHAN SBY : PENGUNJUK RASA TIDAK PUAS
akarta - Aksi unjuk rasa mengkritik program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II berlangsung serempak di puluhan kota di Tanah Air, Kamis (28/1). Pengunjuk rasa umumnya menyatakan ketidakpuasannya atas kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Selain di Jakarta, unjuk rasa juga berlangsung antara lain di Bandung, Cirebon, Semarang, Magelang, Purwokerto, Yogyakarta, Madiun, Malang, Surabaya, Denpasar, Kupang, Ende, Palembang, Samarinda, Bandar Lampung, Medan, Batam, Makassar, dan Ambon. Secara umum, aksi unjuk rasa berlangsung damai.
Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Brigadir Jenderal (Pol) Sulistyo Ishak mengatakan, unjuk rasa di sejumlah daerah di Indonesia berlangsung tanpa gangguan keamanan.
”Polisi dan pengunjuk rasa terlihat semakin dewasa. Polisi memahami hak penyampaian pendapat di muka umum, sementara pengunjuk rasa pun memahami aturan-aturan dengan baik. Berbeda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Sulistyo.
Pasar tak terpengaruh
Aksi unjuk rasa itu juga tidak berdampak negatif terhadap pasar modal dan pasar uang dalam negeri. Investor, yang sebelumnya diperkirakan akan menahan diri untuk bertransaksi, justru melakukan aksi beli sehingga mengangkat indeks harga saham dalam negeri cukup tinggi.
Pada penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Kamis, indeks harga saham gabungan naik 55 poin atau 2,15 persen ke level 2.619. Indeks LQ-45 menguat 12 poin atau 2,4 persen menjadi 512,62 dan Indeks Kompas100 naik 14 poin atau 2,32 persen jadi 630,62.
Sejalan dengan kondisi di pasar saham, nilai tukar rupiah juga ditutup menguat, dari Rp 9.420 pada penutupan hari Rabu lalu menjadi Rp 9.355. Penguatan indeks harga saham dalam negeri ini mengikuti kenaikan indeks di hampir semua bursa regional dan global.
Isu 100 hari
Isu yang diangkat oleh pengunjuk rasa adalah evaluasi 100 hari pemerintahan Yudhoyono-Boediono. Aspirasi disampaikan dengan berorasi atau melalui tulisan dalam spanduk- spanduk yang dibawa.
Di Jakarta, sebagian besar pengunjuk rasa menyoroti kinerja pemerintah yang dianggap tidak berhasil membuat gebrakan. ”Dalam 100 hari pertama, pemerintah tidak berhasil membuat gebrakan. Yang terlihat dalam 100 hari ini justru kasus Bank Century,” ucap Usman Hamid dari Gerakan Indonesia Bersih saat berorasi di Jakarta.
Selain mengkritik kebijakan 100 hari pemerintahan Presiden Yudhoyono, pengunjuk rasa di seputar Gedung MPR/DPR/DPD juga mengangkat isu peninjauan ulang Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China mulai tahun 2010. Dalam aksi ini, sejumlah anggota DPR bahkan ikut memberikan orasi. Mereka, antara lain, adalah Ribka Tjiptaning dan Rieke Diah Pitaloka dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan serta Okky Asokawati dari Partai Persatuan Pembangunan.
Pengunjuk rasa di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), menyoroti pemberantasan korupsi yang tidak menjadi satu program yang spesifik, tetapi masuk dalam program pemberantasan mafia hukum.
”Padahal, masyarakat menunggu program antikorupsi yang langsung dapat dirasakan,” kata Sekretaris Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Jateng Eko Haryanto.
Isu penanganan lumpur Lapindo disuarakan Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia di Madiun, Jawa Timur. Mereka meminta pemerintahan Yudhoyono-Boediono agar tidak melupakan kasus Lapindo yang telah menyebabkan penderitaan bagi ribuan warga Porong, Sidoarjo.
Presiden tidak lari
Pengamanan terhadap Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden (Wapres) Boediono juga sangat ketat. Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang bertanggung jawab untuk keamanan dan pengamanan Kompleks Istana Negara dan Istana Wapres tidak mau gegabah. Penjagaan bukan hanya pasukan Paspampres berseragam safari hitam yang berada di dalam Istana Wapres dan di sekitar Wapres Boediono, tetapi juga dilakukan oleh pasukan Paspampres berseragam dinas lapangan loreng dengan baret biru muda.
Wapres Boediono saat mulai terjadinya unjuk rasa di depan istananya baru mulai memimpin rapat terbatas tentang penanggulangan bencana di Gedung II Istana Wapres.
Juru Bicara Wapres Boediono yang juga Staf Khusus Bidang Media Massa Yopie Hidayat membantah penundaan kunjungan kerja Wapres Boediono hari ini ke Tasikmalaya, Jawa Barat, dan Semarang karena dilarang bepergian oleh Presiden Yudhoyono.
Boediono sendiri menolak ditemui pers. Kemarin, Boediono tercatat pulang lebih cepat daripada jam biasanya. Ia pulang pukul 16.30 melalui pintu belakang Istana Wapres seperti saat ia datang pada pagi hari.
Mengenai ketiadaan Presiden Yudhoyono di Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menjelaskan, bukan karena Presiden menghindari aksi unjuk rasa itu.
”Presiden tidak lari, tetapi meresmikan pembangkit listrik di Banten untuk kepentingan masyarakat,” kata Djoko.
Menanggapi hal itu, guru besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Iberamsjah, mengatakan, Presiden tidak seharusnya merasa terganggu dengan sejumlah kondisi yang ada, termasuk dengan banyaknya unjuk rasa.(KP)
Selengkapnya.....
Kamis, 28 Januari 2010
Muslim Dunia Sepakat Lakukan Pemangkasan Emisi Karbon
Jakarta - Masyarakat muslim internasional sepakat melakukan berbagai langkah nyata guna memangkas emisi karbon. Keterlibatan masyarakat muslim yang mencapai 1,4 miliar umat ini akan memberi pengaruh signifikan terhadap dampak perubahan iklim.
"Dengan 1,4 miliar umat Islam di dunia, maka masyarakat muslim memegang peranan yang penting dalam penanggulangan perubahan iklim," kata Staf Ahli Menteri Kehutanan bidang Ekonomi, Ahmad Fauzie Masud, di Jakarta, Selasa.
Untuk menjabarkan langkah-langkah yang akan diambil, sekitar 150 orang ahli lingkungan, ilmuwan dan ulama dari 30 negara berpenduduk muslim akan hadir dalam konferensi tentang aksi umat Islam untuk menghadapi perubahan iklim.
Konferensi tersebut yang digelar 1-2 Maret 2010, di Bogor, Jawa Barat itu diselenggarakan atas kolaborasi pemerintah Indonesia dengan sejumlah LSM, organisasi keagamaan dan lembaga non profit yang berbasis di Inggris, Earth Mate Dialog Centre.
Pada acara tersebut, Bogor juga akan didaulat sebagai kota hijau (green city) dan dijadikan model bagi kota-kota lainnya.
Menurut Fauzie, konferensi tersebut nantinya akan membahas berbagai cara praktis dan program inovatif hasil pemikiran umat Islam dalam penanggulangan perubahan iklim.
"Diharapkan konferensi ini bisa memperoleh dukungan dari berbagai pihak, sehingga menjadi efektif dan menghasilkan aksi nyata bagi umat muslim di seluruh dunia," kata dia.
Nantinya konferensi akan menjabarkan langkah yang akan diambil dari `Rencana Tujuh Tahun Aksi Muslim untuk Perubahan` yang sudah dideklarasikan Juni 2009.
Konferensi tersebut juga akan membentuk Asosiasi Masyarakat Muslim untuk Perubahan Iklim (MACCA/Muslim Association for Climate Change Action).
Fauzie menyatakan, sejumlah rencana aksi yang akan dijabarkan, di antaranya pengumpulan dana wakaf untuk rencana penanggulangan perubahan iklim, sertifikasi lingkungan berbasis syariah, pengembangan Haji Hijau, dan mendorong pengembangan Masjid HIjau dan eko-pesantren.
Sementara menurut siaran pers Yayasan KEHATI dan Conservation International Indonesia, yang menjadi penyelenggara utama konferensi menyatakan konferensi tersebut sangat penting untuk mendapat dukungan.
"Indonesia termasuk negara berpenduduk muslim terbesar yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Umat Islam Indonesia perlu terlibat secara aktif karena ini secara spritual bagian dari ke-khalifan dalam memelihara kehidupan di bumi," katanya.(an*)
Selengkapnya.....
Istana Dipasangi Kawat Berduri Antisipasi Massa Besar-besaran
Jakarta (ANTARA News) - Kawasan depan Istana Merdeka di Jalan Merdeka Utara dan Istana Wakil Presiden di Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, telah dipasangi pagar kawat berduri sejak Kamis dinihari, untuk mengantisipasi aksi massa besar-besaran bertepatan dengan 100 hari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Di kedua tempat vital tersebut, sejumlah aparat keamanan dari unsur kepolisian yang dibantu jajaran TNI, pada Kamis pagi terlihat sudah mulai berjaga di sekitar kedua tempat tersebut.
Di depan Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, pagar kawat berduri dipasang hingga ke tengah pembatas jalan. Namun, jalan yang menuju ke arah Harmoni-Kota, masih dapat dilewati kendaraan.
Sementara itu, di Istana Wakil Presiden, Jl Medan Merdeka Selatan, pagar kawat berduri dipasang hingga batas Kantor Gubernur DKI Jakarta.
Namun, jalan tersebut sejak pagi sudah ditutup dan tidak bisa dilalui kendaraan. Kendaraan dari arah Patung Tugu Tani tidak bisa lewat Jl Medan Merdeka Selatan sehingga terpaksa harus berputar melalui Jl Medan Merdeka Timur.
Aparat kepolisian sudah terlihat menjaga kawasan silang Monas yang rencananya akan menjadi salah satu target lokasi aksi massa yang akan digelar berbagai elemen masyarakat.
Penjagaan juga sudah mulai terlihat di sekitar Bundaran Hotel Indonesia. Sejumlah aparat kepolisian sudah terlihat berjaga-jaga di sekitar lokasi yang juga dijadikan tempat berkumpul sejumlah elemen massa untuk memulai aksi mereka.
Di sejumlah tempat, aparat keamanan juga telah menyampaikan imbauan melalui spanduk yang berisi imbauan agar masyarakat menghindari sikap anarkis.
Sementara itu, polisi lalu lintas juga sedang mempersiapkan pengalihan arus kendaraan di sejumlah jalan protokol yang bakal dilewati para pengunjuk rasa, guna menghindari kemacetan yang parah.
Rencananya, sebanyak 54 elemen massa yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Bersih akan melakukan aksi damai di sejumlah tempat di Jakarta seperti di depan Istana Merdeka dan Istana Wakil Presiden, di Bundaran HI, Gedung DPR , serta Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kawasan Kuningan, Jl HR Rasuna Said.
Koordinator lapangan aksi GIB yang juga Sekjen DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ton Abdillah Has mengatakan, aksi massa tersebut setidaknya akan dihadiri sekitar 20 ribu orang yang terdiri atas para aktivis mahasiswa, pemuda, LSM dan tokoh-tokoh intelektual maupun agama.
Sementara itu, puluhan serikat buruh dan pekerja dengan jumlah massa yang diklaim sekitar 40 ribu orang juga berencana melakukan unjuk rasa untuk menyuarakan aspirasi bertepatan dengan 100 hari pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono.
Koordinator Komite Aksi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Bambang Wirahyoso mengatakan, elemen buruh/pekerja yang akan melakukan aksi antara lain Serikat Pekerja Nasional (SPN), ASPEK Indonesia, GASPERMINDO, LEM SPSI, SPTSK KSPSI, KEP KSPI, SBSI 92, KEP KSPSI, RTMM, KSPSI, GARTEKS, KSBSI, FARKES Reformasi, FSPSMI, SB NESTLE Indonesia, FNPBI, FASBIINDO, SBNSK, SPOI, SPNI, SBRI, SBTNI, SBTPI, SPO, SB-API, KOSBI, dan GOPSI.(an*)
Selengkapnya.....
KEKERASAN: 2.122 PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN
Bandar Lampung - Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR mencatat sebanyak 2.122 perempuan di Lampung menjadi korban kekerasan dalam 10 tahun terakhir. Kasus pemerkosaan mendominasi kasus kekerasan tersebut.
Direktur Eksekutif DAMAR Lampung SN Laila, Rabu (27/1), mengatakan, dari analisis DAMAR, faktor utama terjadi kekerasan terhadap perempuan di Lampung adalah masalah budaya, yaitu dominannya budaya patriarki, serta masalah struktural.
Para korban adalah perempuan usia balita hingga 35 tahun. Kasus kekerasan itu terjadi di seluruh Lampung. Yang terbanyak di Bandar lampung, kemudian di Lampung Selatan.
Di ranah domestik, selama 10 tahun terakhir ada 139 korban pemerkosaan, 7 korban pelecehan seksual, dan 62 korban inses. Dalam kurun waktu yang sama, di ranah publik ada 1.054 korban pemerkosaan, 219 korban pelecehan seksual, dan 110 korban perdagangan manusia.
Dari sisi kekerasan fisik, di ranah domestik ada 364 korban penganiayaan, korban pembunuhan 17 orang, korban pembakaran 2 orang, kekerasan psikis 36 korban, kekerasan di bidang ekonomi 23 korban, dan korban penelantaran 2 orang. Di ranah publik ada 27 korban kekerasan masa pacaran, pelarian 40 korban, peminggiran 2 korban, dan jenis kekerasan lain 18 korban.
Titik Kurniasih, Koordinator Divisi Khusus DAMAR, mengatakan, sampai saat ini masalah kekerasan terhadap perempuan di Lampung banyak yang tersembunyi. Perempuan korban lebih banyak menyimpan sendiri kekerasan yang dialami karena dianggap aib keluarga.
Meski demikian, Titin melanjutkan, selama 10 tahun sebanyak 497 korban mendapat pendampingan dari DAMAR. Pendampingan tersebut berupa penyelesaian melalui jalur hukum dan konseling. (HLN)
Selengkapnya.....
Akan Disusun, Standar Pengamanan Fasilitas Kesehatan
JAKARTA - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, pemerintah akan menyusun standar pengamanan fasilitas kesehatan untuk mencegah gangguan keamanan terhadap pasien dan penculikan bayi di fasilitas kesehatan.
"Untuk jangka panjang akan disusun standar pengamanan pasien di fasilitas kesehatan yang akan diikuti dengan pembiayaan untuk perbaikan sarana dan prasarana," katanya saat melakukan rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di gedung DPR/MPR RI Jakarta, Rabu (27/1/2010) kemarin.
Sementara dalam jangka pendek, kata dia, Kementerian Kesehatan sudah mengidentifikasi masalah-masalah yang terkait dengan pengamanan fasilitas kesehatan dan mengirimkan surat edaran kepada pengelola sarana kesehatan.
Menurut dia, surat edaran itu berisi instruksi kepada pengelola setiap sarana kesehatan untuk meningkatkan keamanan pada bagian rawat inap bayi.
Ia menjelaskan, selama ini upaya pengamanan fasilitas kesehatan sudah dilakukan dengan penggunaan seragam serta pemakaian kartu identitas bagi karyawan dan tamu yang masuk ke fasilitas kesehatan.
Hampir semua rumah sakit, kata dia, juga mempunyai satuan pengamanan terlatih. "Tapi memang, sebelum ini menjadi masalah, pengamanan dirasakan kurang," katanya.
Dalam beberapa bulan terakhir, penculikan bayi terjadi di sebuah puskesmas di Jakarta dan sebuah rumah sakit di Semarang, Jawa Tengah.
Menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak pada 2008, ada 27 kasus penculikan bayi dan pada 2009 ada 102 kasus penculikan bayi di mana 26 di antaranya terjadi di puskesmas dan rumah sakit. Jumlah kasus penculikan bayi yang terdata diduga hanya sebagian kecil dari jumlah kasus penculikan bayi yang sebenarnya terjadi di Indonesia.
Selengkapnya.....
Selasa, 26 Januari 2010
Ada Ratusan Ribu Kasus Aborsi Pertahun, Posisi dan Solusi Aisyiyah Harus Jelas
Yogyakarta- Aisyiyah bersama Muhammadiyah seharusnya menyatakan pernyataan tertulis atau Position Paper dalam perdebatan tentang Aborsi, khususnya pada Kehamilan yang tidak dikehendaki. Menurut Dra. Ruhaini Dzuhayatin, MA pernyataan ini sangat penting apalagi saat ini kasus aborsi berkembang di masyarakat.
Dalam diskusi PP Aisyiyah dengan topik Konvensi Internasional Pengurangan Diskriminasi Perempuan (CEDAW), Sabtu (23/01/2010) di Gedung Moehammadijah, Jl KHA Dahlan 103 Yogyakarta, Ruhaini meminta agar Aisyiyah konsen dengan masalah aborsi pada kehamilan yang tidak dikehendaki ini. Menurut Ruhaini, kasus kehamilan tidak dikehendaki ini terbagi menjadi dua kelompok, 33 persen terjadi pada remaja/pasangan pra nikah, dan 67 persen terjadi pada pasangan resmi, khususnya karena alasan kemiskinan dan kegagalan penggunaan alat kontrasepsi. Jumlah 67 persen tersebut setara dengan dua juta kasus. “Duapuluh lima persen dari dua juta tersebut diaborsi” terangnya
Nah, pada masalah ini Aisyiyah perlu berperan. Kesehatan ibu-ibu dari kalangan miskin yang tidak menghendaki kehamilan dan mencoba menggugurkan kandungannya dengan berbagai obat, ramuan tradisional maupun dengan pertolongan dukun ini sangat memprihatinkan. Bahkan bila kemudian lahir, anak-anak yang pada tiga bulan pertama di kandungan sudah diupayakan untuk digugurkan ini kecerdasannya akan rendah.
Solusi
Menurut Ruhaini, dengan menuliskan sebuah Position Paper tentang Kehamilan yang tidak dikehendaki ini, Aisyiyah akan jelas posisinya, pro atau kontra terhadap aborsi. “Kalaupun anti aborsi harus dilanjutkan dengan adanya solusi, seperti perlunya panti asuhan pada anak-anak yang dilahirkan kemudian” lanjutnya. Selain itu menurut Ruhaini, Position Paper ini juga akan menjadi pandungan berbagai lembaga internasional, nasional maupun lokal, termasuk pemerintah untuk bekerjasama. (ari)
Selengkapnya.....
Tahun 30-an, Perempuan Muhammadiyah Pencari Nafkah Utama
Yogyakarta- Dr. Ruhaini Dzuhayatin, MA menyatakan bahwa dari hasil penelitiannya di tahun -30 an dahulu istri-istri para tokoh Muhammadiyah dan Sarikat Islam yang bertugas mencari nafkah dalam keluarga. “Ini bisa dilihat dari keluarga pedagang batik, karena bapak-bapak tidak ada urusan dengan uang” terangnya.
Dalam acara diskusi yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Aisyiyah di Gedung Moehammadijah, Jl KHA Dahlan 103 Yogyakarta, Sabtu (23/10/2010), Ruhaini menerangkan bahwa di tahun 30-an tersebut Muhammadiyah tidak ada konsep bahwa laki-laki adalah pencari nafkah utama. “Laki-laki mengurusi urusan sosial, politik dan pendidikan, sedangkan bisnis itu urusan istrinya” paparnya. “Dua-duanya mendapatkan status sosial yang sama di masyarakat dengan peran masing-masing” lanjutnya kemudian.
Lebih lanjut pengajar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut menyatakan bahwa karena akses perempuan pada partisipasi politik dan pendidikan kurang, maka Muhammadiyah memperjuangkan persamaan kesempatan untuk mendapatkan kedua hal tersebut. Karena itulah, menurut Ruhaini, mengapa ikon gerakan perempuan Muhammadiyah adalah Aisyiyah yang secara harfiah berarti pengikut Aisyah, istri kedua Rasullah Muhammad SAW yang cerdas, bukan Khadijah yang menguasai bisnis. “Nah kenyataan ini kemudian berubah seiring dengan runtuhnya industri batik” kisahnya.
“Karena inilah poligami tidak populer di kalangan Muhammadiyah, salah satunya karena perempuanlah memegang faktor ekonomi” terangnya kemudian. “Pada tahun 30-an itu realitas gender lebih egaliter dari sekarang”tegasnya. (arif).
Selengkapnya.....
KEANEKARAGAMAN HAYATI: KEBUN RAYA BERTAMBAH TIGA
Jakarta - Kebun raya bermanfaat bagi upaya penyelamatan keanekaragaman hayati, pendidikan lingkungan, rekreasi, dan manfaat alam lainnya. Indonesia membutuhkan minimal 45 kebun raya. Saat ini ada 16 kebun raya yang sedang dibangun di 14 provinsi, 4 kebun raya yang sudah eksis, dan kini akan bertambah 3 lagi di Solok, Minahasa, dan Kendari.
”Pembangunan kebun raya di daerah tak hanya merepresentasikan kepentingan daerah atau nasional, tetapi juga kepentingan global,” kata Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Umar Anggara Djenie, Senin (25/1) di Kebun Raya Bogor.
Umar menyampaikan hal itu dalam acara penyerahan penghargaan bagi para pemenang lomba Pengayaan Desain Arsitektur Lanskap dan Arsitektur Master Plan untuk tiga kebun raya baru. Ketiganya, yaitu Kebun Raya Solok di Sumatera Barat, Kebun Raya Minahasa di Sulawesi Utara, dan Kebun Raya Kendari di Sulawesi Tenggara.
Dalam acara itu hadir Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak. Dalam sambutannya, ia mengemukakan, pentingnya kebun raya di setiap daerah untuk menjaga sumber air.
Pada kesempatan itu dikukuhkan pula penyanyi rock Ikang Fawzi sebagai Duta Kebun Raya. ”Ikang Fawzi sejak lama menjadi sahabat kebun raya,” ujar Umar.
Di perbatasan
Saat ini dari 16 kebun raya yang sedang dibangun, antara lain Kebun Raya Sungai Wain di Balikpapan, Kebun Raya Liwa di Lampung, Kebun Raya Kuningan di Jabar, Kebun Raya Batu Raden di Jawa Tengah, Jambi, Kebun Raya Puca di Sulawesi Selatan, Kebun Raya Enrekang di Sulawesi Selatan, dan Kebun Raya Katingan di Kalimantan Tengah.
Kepala Pusat Konservasi Kebun Raya Bogor Mustaid Siregar mengatakan, jumlah minimal 45 kebun raya diharapkan tercapai secepatnya. Tidak tertutup kemungkinan pengajuan lagi dari sejumlah daerah lainnya dengan pedoman makin bertambah banyak akan makin bagus.
”Penentuan lokasi kebun raya sebaiknya di perbatasan antara wilayah permukiman dengan kawasan konservasi hutan lindung,” kata Mustaid.
Mustaid mencontohkan, Kebun Raya Cibodas di antara kawasan permukiman dengan kawasan konservasi Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat. Kebun Raya Sungai Wain di Balikpapan berbatasan dengan kawasan konservasi Sungai Wain.
Kebun Raya Cibodas merupakan satu di antara empat kebun raya yang kini dikelola LIPI. Ketiga kebun raya lainnya meliputi Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Eka Karya Bedugul di Bali, dan Kebun Raya Purwodadi di Pasuruan, Jawa Timur. ”Eksistensi kebun raya terbukti memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah, misalnya menunjang keseimbangan alam ataupun kepentingan ekonomi lainnya,” kata Mustaid.
Mustaid mencontohkan Kebun Raya Cibodas dibangun pada 1852. Kebun Raya Bogor diresmikan tahun 1817. Keduanya kini masih tetap berlangsung dan terjaga dengan baik. (NAW/KPS)
Selengkapnya.....
TIDAK LAKUKAN REKLAMASI, MENHUT ANCAM CABUT IZIN PENAMBANGAN
Jakarta - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menegaskan, dalam waktu satu hingga dua minggu ke depan, paling lambat satu bulan, ia akan mendatangi penambang yang tidak melakukan reklamasi lahan bekas tambang mereka.
”Lihat saja di Bangka Belitung, di Kalimantan, di Papua, banyak sekali hutan yang rusak oleh mereka. Jika mereka tidak melakukan reklamasi, izin tambang mereka akan kami cabut,” ujar Zulkifli seusai meresmikan Taman Wisata Alam Angke Kapuk di Jakarta, Senin (25/1), menjawab pertanyaan pers tentang kerusakan lingkungan yang diakibatkan eksploitasi lahan tambang oleh pengusaha pertambangan batu bara di Kalimantan.
Zulkifli yang belum genap 100 hari menjabat menteri kehutanan (menhut) mengatakan, ada 169 pemegang izin tambang yang ditengarai nakal. Mereka menambang hingga ke wilayah hutan konservasi dan hutan lindung. ”Kami tidak main-main (mengenai) masalah ini. Setiap provinsi harus memiliki wilayah hutan seluas 30 persen. Jika wilayah hutan ini mereka rusak, maka mereka akan berhadapan dengan hukum,” kata Zulkifli.
Menyangkut sinyalemen bahwa kerusakan lingkungan di kawasan pertambangan dipicu oleh tumpang tindih perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah setempat, Kepala Pusat Informasi Kehutanan Kementerian Kehutanan Masyhud MM, kemarin, menjelaskan tiga hal. Pertama, Menteri Kehutanan sesuai dengan ketentuan tidak pernah menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan pada kawasan hutan konservasi. Kedua, izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan diberikan sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku. ”Dengan demikian, tidak setiap kuasa pertambangan yang diterbitkan oleh bupati akan memperoleh izin pinjam pakai. Ketiga, kegiatan pertambangan yang berada di luar kawasan hutan bukan kewenangan Menteri Kehutanan,” kata Masyhud.
Tim pengawas
Pada hari yang sama, Senin kemarin, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Hermien Rosita di Jakarta menyatakan, tim pengawas dari Kementerian Lingkungan Hidup, Senin, langsung dikirim ke wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk menyelesaikan masalah kerusakan lahan akibat kegiatan tambang batu bara. Meskipun sebagian besar perizinan kuasa penambangan diberikan pemerintah daerah (pemda), pemerintah pusat tetap berhak memberikan sanksi.
Selain tim pengawas dari pemerintah pusat, menurut Hermien, tim pengawas regional juga diturunkan untuk klarifikasi persoalan kerusakan lingkungan akibat tambang di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim).
Hermien mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Pasal 77, Menteri Lingkungan Hidup dapat menjatuhkan sanksi administratif jika pemda secara sengaja tidak menerapkan sanksi bagi pelanggaran serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan.
Tidak mau mereklamasi
Operasi penambangan batu bara di Kalsel dan Kaltim kini meninggalkan lubang-lubang raksasa. Lubang-lubang itu tak hanya ditinggalkan oleh para penambang yang memiliki izin kuasa pertambangan, tetapi juga perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).
Data yang dihimpun Kompas dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel menyebutkan, kegiatan reklamasi tambang di Kalsel hingga Oktober 2009 mencapai 3.132 hektar (ha) dari 20.000 ha areal bukaan tambang. Reklamasi itu dilakukan 16 perusahaan pemegang PKP2B. Artinya, masih ada 16.868 ha yang belum direklamasi.
Kepala BLHD Kalsel Rachmadi Kurdi, pekan lalu, mengungkapkan, ada dua perusahaan pemegangan izin PKP2B yang menyatakan tidak sanggup menutup sejumlah lubang tambang. Keduanya adalah PT Adaro Indonesia dan PT Arutmin Indonesia.
”Kami tetap menahan pemberian amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) untuk peningkatan produksi batu bara perusahaan bersangkutan apabila tidak ada upaya yang serius untuk menutup lubang-lubang tambang tersebut. Kami sudah minta perusahaan-perusahaan mengurangi jumlah lubang yang ditinggalkan,” kata Rachmadi.
Zainuddin Jr Lubis, anggota staf humas PT Arutmin Indonesia, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, dirinya belum mendapat penjelasan dari pimpinan terkait dengan tidak bisa direklamasinya 17 lubang tambang itu. Namun, pihak Arutmin sebagai mitra pemerintah tetap akan memerhatikan arahan dari BLHD Kalsel untuk menangani lubang-lubang itu.
Tidak lapor
Khusus menyangkut pemegang izin kuasa pertambangan, Rachmadi mengakui, BLHD Kalsel kesulitan mendapatkan data pasti berapa besar tambang yang ditinggal. Hal ini terjadi karena pemerintah kabupaten yang mengeluarkan izin tersebut tidak melaporkannya ke provinsi. Di satu sisi, jumlah tenaga pengawasan terhadap kegiatan tambang di daerah terbatas.
Alasan yang sama juga dikemukakan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Pertambangan Kaltim Frediansyah. Ia menjelaskan, pihaknya belum memiliki laporan data bekas tambang yang belum dan yang sudah direklamasi.
Sambudi, pengusaha batu bara di Kutai Kartanegara, Kaltim, menyatakan, pihaknya kini tidak memberikan dana jaminan reklamasi dalam kegiatan penambangan kepada pemda. Namun, perusahaannya tetap wajib mereklamasi lubang tambang yang telah selesai digali.
Pejabat Pelaksana Bupati Kutai Kartanegara Sulaiman Gafur mengatakan, para pemilik izin kuasa pertambangan yang melakukan kegiatan dari tahap eksplorasi ke eksploitasi, wajib menyerahkan dana jaminan reklamasi yang langsung disetorkan ke kas negara. ”Setahu saya, paling kecil jaminan reklamasi tersebut mencapai Rp 500 juta,” katanya.
Di Kalimantan, izin kuasa pertambangan yang dikeluarkan para bupati mencapai 2.047 buah. Kalsel memiliki 400-578 buah atau menempati urutan kedua setelah Kaltim yang memiliki 1.180 kuasa pertambangan. Produksi batu bara per tahun di Kalsel 80-100 juta ton dan Kaltim 100,91 juta ton (Kompas, Senin, 25/1).
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan, baik di Kalsel maupun di Kaltim, membenarkan keengganan perusahaan mereklamasi tambang karena pengawasan yang minim.(bro/ful/why/wer/naw/ har/ong/hrd/ARN/AHA/kps)
Selengkapnya.....
Senin, 25 Januari 2010
Babeh Berkedok Jadi Ayah yang Hangat
Pohon mahoni yang ia tanam lima tahun lalu itu kini tumbuh besar. Di bawah pohon itu, Baekuni (48) menyimpan kenangan gelap. Sebulan sebelum dia menanam pohon itu, Baekuni mengajak Ardi (11), bocah pengamen jalanan di Terminal Bus Pulogadung, Jakarta Timur, ke rumah orangtua Baekuni di Dusun Bugelan, Desa Mangunrejo, Kecamatan Kajoran, Magelang, Jawa Tengah. Letaknya di lingkungan sawah terasiring. Udaranya bersih dan sejuk.
Sesampai di rumah orangtuanya, lelaki paruh baya ini membuat masakan kesukaannya, tempe bacem dan oseng-oseng kacang panjang. Begitu masakan matang, Baekuni dan Ardi makan bersama. Seusai sarapan, Baekuni mengajak Ardi mengunjungi Candi Borobudur. Pengakuan Baekuni, kala itu Ardi senang bukan kepalang saat berkeliling mengamati relief Borobudur. Dari bagian relief kamadatu (menggambarkan manusia sebagai serigala bagi sesamanya), keduanya menapaki tangga batu candi ke relief rupadatu (menggambarkan manusia bermartabat karena hidup berkesenian, menghormati tata krama, dan memiliki religiositas) sebelum mencapai puncak di relief arupadatu (manusia membebaskan diri dari segala nafsunya dan memilih keheningan untuk mencapai hidup kekal).
Ardi kecil tentu saja tidak memahami hal itu. Meski demikian, ia kagum pada kemegahan bangunan candi. Tetapi, belum lagi lamunannya tentang Borobudur berakhir, ia sudah tiba di sebidang kebun tak jauh dari rumah orangtua Baekuni.
Ardi bertanya kepada Baekuni, mengapa ia dibawa ke tempat itu? Padahal, hari mulai gelap. Babeh panggilan akrab Baekuni tidak menjawab pertanyaan itu. Tangan kanan Babeh, panggilan Baekuni, langsung menjerat leher anak kecil itu dengan tali rafia. Sementara tangan kiri Babe mendorong kepala Ardi dari belakang.
Ardi pun meregang nyawa setelah itu baru disodomi. Seusai melampiaskan nafsunya, Babeh membopong mayat Ardi ke tepian kali dan memutilasi. Potongan tubuh korban kemudian dimasukkan ke kantong plastik.
Setelah mencuci pisau dari noda darah, Baekuni menggali lubang di tempat ia melakukan pembunuhan. Potongan mayat dalam kantong plastik dikubur. Rapi, Baekuni kembali ke rumah dengan tenang, kemudian mandi dan bermain dengan keponakannya.
Beberapa hari kemudian, Babeh seperti diceritakannya sendiri saat rekonstruksi di tempat kejadian perkara, Kamis (21/1), sudah berada di Jakarta dan kembali mengasong.
Ia kembali bekerja pukul 06.00 hingga pukul 23.00. Namun, sebulan kemudian, Babeh kembali ke Magelang dan menanam pohon mahoni di atas kuburan Ardi
Menurut pengakuan Babeh, selama ini anak-anak jalanan dekat dengan dirinya karena bisa memberikan kebahagiaan, kehangatan, keramahan, dan perhatian yang lebih. Tak hanya itu, mereka juga sering tamasya serta disiapkan makanan dan tempat berteduh. Hampir pasti tak ada caci maki di rumah itu sehingga anak-anak jalan itu betah tinggal di rumah Babeh.
Di rumah kontrakannya di RT 6 RW 2, Gang Mudalim, Jalan Masjid, Pulogadung, anak- anak jalanan mudah tidur nyenyak. Bahkan, saat mereka bangun, sudah ada minuman dan sajian hangat lainnya yang selalu disiapkan Babeh. Mereka tidak pernah sadar perilaku asli Babeh hingga beberapa temannya menjadi korban mutilasi.
Sampai Sabtu, sudah 11 anak yang diduga dibunuh Babeh. Mereka adalah Ardi, Adi, Rio, Arif Abdullah alias Arif ”Kecil”, Ardiansyah, Teguh, dan Irwan Imran yang dimutilasi, serta Aris, Riki, Yusuf Maulana, dan Angga teman Arif ”Kecil” yang masih dinyatakan hilang. Rata- rata usia mereka 10-12 tahun, kecuali Arif yang masih berusia 7 tahun. (WINDORO ADI)
Selengkapnya.....
MEMILAH SAMPAH, MENJAGA JAKARTA
Senja baru saja tiba ketika Teguh Iwan Supriyanto (36) mulai memutar roda mesin penyaring sampah. Bersama tiga kawan lain, sampah yang terangkut mesin segera disingkirkan dari jari-jari besi mesin pengangkut sampah.
Saban hari, Iwan dan rekan- rekan di Stasiun Pompa Waduk Pluit, Jakarta Utara, membersihkan sampah yang sampai ke hilir. Plastik mi instan, kemasan air mineral, bungkus styrofoam, hingga popok bayi sering terbawa aliran air dari sejumlah kali, seperti Kali Jelakeng, Kali Besar, sebagian Kali Ciliwung, Kali Krukut, Kali Cideng, dan Kali Malang, hingga akhirnya tersaring sebelum air masuk pompa air Pluit yang terletak tepat setelah Waduk Air Pluit.
Iwan bekerja bersama sejumlah rekan satu tim. Kalau dia memegang alat pemutar jari-jari mesin, kawan lainnya menunggu hingga roda berhenti sebelum mengambil sampah yang terangkut. ”Kami sebut alat ini mesin screening. Kami tinggal ambil sampah yang tersangkut di jari-jari, mengumpulkannya, lalu membuangnya ke tempat pembuangan sampah,” kata Dedi Haryanto (45), teman Iwan.
Kalau cuma sedikit, para penjaga pompa membakarnya. Bila banyak, petugas mengumpulkannya sebelum gerobak pengangkut sampah datang. Pada musim hujan, tumpukan sampah mencapai 20 mobil bak terbuka atau 3 truk sampah besar.
Pekerjaan ini bukan main- main karena sampah bisa bikin mesin pompa ngadat. Kalau kerja pompa sudah terganggu, para penjaga pintu, seperti Iwan, harus mencari penyelam yang diupah untuk membersihkan karena badan pompa terletak di bawah sungai.
Untuk mencegah kerja mesin terganggu, Iwan dan teman- temannya mengoperasikan mesin penyaring sampah. Kerja pompa air ini amat dibutuhkan demi mencegah banjir di sejumlah daerah yang dilewati aliran air sungai yang masuk ke pompa air itu, terutama di daerah Pluit dan Muara Angke.
Mesin penyaring sampah yang berjumlah 11 unit akan beroperasi bergantian jika curah hujan sedikit. Namun, jika musim penghujan, 11 pompa itu akan beroperasi selama 24 jam. Untuk menjaga pompa air ini, dua tim penjaga dibentuk, masing-masing beranggotakan enam orang. Salah satunya adalah tim yang dipimpin Iwan.
Iwan dan rekan-rekan di pompa air ini tak hanya bertugas menyaring sampah, mereka juga bertanggung jawab memantau ketinggian air. ”Tinggi air dipertahankan di angka minus 125 sentimeter di bawah permukaan air laut. Kalau tinggi air di atas itu, pompa harus ditambah kekuatannya,” ujar Iwan.
Bertahun-tahun
Semua pekerja di stasiun pompa ini telah mendedikasikan dirinya selama bertahun-tahun. Dedi, misalnya, bekerja di pompa air Pluit sejak tahun 2001.
Iwan menerima pekerjaan sebagai penjaga pompa setelah sang ayah—yang menjabat posisi sama—meninggal 11 tahun lalu.
Bosan setiap hari memelototi mesin pompa dan memungut sampah? ”Rasa bosan pasti ada. Namun, ini satu-satunya pekerjaan yang saya tahu dan telah menghidupi keluarga. Kami tak akan main-main dengan kerjaan ini,” ujar Dedi yang selalu pulang menemui istri dan anak- anaknya di Cikoneng Girang, Tangerang, seusai bertugas.
Adapun Iwan lebih banyak menghabiskan waktunya di stasiun pompa ini. Dia memilih mengirimkan gaji bulanan dan tunjangan kerjanya, Rp 1,8 juta, kepada keluarga yang tinggal di Losari, Cirebon, Jawa Barat.
Pengabdian Iwan dan Dedi bukanlah satu-satunya. Di sepanjang aliran Kanal Barat yang membelah aliran Ciliwung saja, ada sedikitnya empat pintu air dan satu gedung pompa. Pintu Air Manggarai dan Pintu Air Karet adalah dua di antaranya. Sama seperti Iwan dan Dedi, di Pintu Air Karet, penjaga juga wajib meningkatkan kewaspadaan pada musim hujan. Saat muka air naik secara tiba-tiba, berarti banjir sudah di depan mata.
Jangan dikira fasilitas di pintu air maupun gedung pompa nyaman buat para penjaga. Di Karet, sebuah pos berukuran tak lebih dari 3 x 2 meter bertingkat dua menjadi ”rumah” bagi Komar dan tiga temannya yang bertugas menjaga pintu ini. Sebuah pos jaga yang kotor dan sempit dengan tangga naik curam ini berada tepat di seberang bangunan Pintu Air Karet.
Di tempat inilah, Komar melepas lelah dengan beralaskan tikar. ”Kami tak milih-milih kerjaan. Ditempatkan di mana, tinggal di-ikutin,” kata Komar. (KP)
Selengkapnya.....
KERAKUSAN MERUSAK LINGKUNGAN
”Kamu akan kehilangan hakmu, yang akan dirampas oleh orang- orang asing dan para spekulan, yang pada gilirannya akan menjadi tuan dan pemilik; sedangkan kamu, hai anak-anak negeri, akan terusir dan tidak akan menjadi apa-apa, selain kuli dan sampah Pulau Kalimantan!” (Charles Brooke, 1915).
Tembang Raja Putih asal Sarawak di atas mulai terbukti. Banjir, pencemaran air, udara, dan penggundulan hutan termasuk buah perilaku spekulan yang rakus mengeruk pertambangan. Begitu pula dengan pemanasan global.
Hasil semaksimal mungkin dalam tempo sesingkat-singkatnya jadi target. Sementara itu, dampak negatif penambangan belum sungguh dikaji dan dievaluasi. Kerakusan ini tampak dalam keinginan manusia yang berlebihan dan tak terkontrol. Yang diingini bukan hanya harta benda, tetapi juga penaklukan sesama manusia (J Childress). Watak patologis ini, antara lain, berbentuk kecenderungan manusia makan sampai kekenyangan karena tertekan. Manusia berkeinginan besar dan berjuang meraih tujuannya dengan segenap tenaga (Erich Fromm).
Jika kerakusan ini dibiarkan, hutan (lindung) kita akan terus berkurang (RI kehilangan hutan 1,6-3,5 juta hektar per tahun). Tambang dikeruk sepuas-puasnya. Hasil tambang dikirim ke luar negeri, banyak warga sekitar daerah tambang jadi penonton pasif yang tak dilibatkan untuk mengolah tambang. Tak heran, ketegangan sosial mewarnai kawasan-kawasan tambang.
Tanggung jawab
Koordinasi pemberian izin antarinstansi pemerintah dalam bidang pertambangan adalah sebuah kemutlakan. Pemberian izin ini seharusnya mencegah perusakan anasir alam sekitar, seperti hutan lindung. Pemilik pertambangnan umumnya berprinsip to kill two birds with one stone. Selain mendapat tambang, kayu- kayu dari pepohonan dapat diduitkan. Perusakan lingkungan hidup akan kian parah kalau pemerintah tak sungguh-sungguh memantau dan mengevaluasi penambangan di Tanah Air.
Setiap pemberi izin mengemban tanggung jawab moral demi keselamatan lingkungan. Sebuah studi kelayakan menyeluruh sungguh diperlukan. Tanggung jawab jangka pendek mencakup sistem kontrol terpadu dan terencana atas proses penambangan dan dampak samping bagi lingkungan hidup, sedangkan tanggung jawab jangka panjang berupa penghargaan atas hak- hak dasar generasi mendatang untuk mewarisi keadaan lingkungan hidup yang sehat dan baik.
Sebagai pengguna teknologi modern, manusia termasuk manipulator alam terterampil. Kekayaan alam digarap habis tanpa mengingat masa depan yang sehat bagi generasi mendatang.
Menghadapi keprihatinan dalam dunia pertambangan di seluruh dunia, B Haering pernah mengajukan minimal dua langkah strategis penyelamatan lingkungan hidup. Pertama, pendidikan dan kesadaran ekologis sungguh diperlukan dalam menanggapi proses perusakan lingkungan hidup. Sistem pendidikan kita perlu terintegrasi dengan program perbaikan lingkungan. Lingkungan hidup yang bersih, sehat, dan bebas polusi memengaruhi mutu hidup manusia. Kedua, tak disadari sejak beberapa dekade silam lingkungan hidup telah menjadi isu politik.
Malah ada parpol tertentu, misalnya di Swedia dan Jerman, yang mengangkat lingkungan hidup sebagai isu utama program mereka. Pemimpin-pemimpin politik menyuarakan pembelaan masa depan lingkungan hidup yang baik. Keputusan politik pun perlu mempertimbangkan akibat yang menimpa lingkungan.
Penyelamatan lingkungan hidup di Tanah Air, khususnya di Kalimantan, akan terwujud kalau melibatkan pemerintah (pusat dan daerah) sebagai pemberi izin dan penanggung jawab utama, perusahaan pertambangan, LSM yang bersih, dan masyarakat di sekitar pertambangan. Pemerintah sebaiknya meninjau ulang pemberian izin atau menghentikan kontrak jika usaha pertambangan ternyata merugikan bangsa, menimbulkan keresahan sosial, dan tak mendukung perwujudan keadilan sosial.
Sebagai negara yang berusia hampir 65 tahun, seyogyanya segenap komponen bangsa perlu memikirkan bahaya agresivitas ketamakan dan kerakusan manusia. Merusak tanah, air dan kandungan di dalamnya berarti merusak hidup manusia kini dan di masa depan.
William Chang Ketua Program Pascasarjana STT Pastor Bonus
Selengkapnya.....
PRILAKU: PARA BONEK KEMBALI BERULAH
Jakarta - Meski sudah mendapatkan perlakuan istimewa, para suporter Surabaya yang dikenal dengan sebutan bondo nekat alias bonek tetap berbuat ulah. Mereka tidak saja berbuat keributan, tetapi juga mengakibatkan hampir 90 persen kaca kereta api luar biasa yang mereka tumpangi rusak.
Saat melintasi wilayah DI Yogyakarta, kereta api luar biasa sempat disambut suporter PSS Slemania. Mereka memberi para bonek minuman kemasan, rambutan, dan semangka.
Namun, Minggu sekitar pukul 09.15, kereta yang memuat para bonek dihadang massa di Stasiun Purwosari dan Jebres, Jawa Tengah, dengan lemparan batu. Di Jebres, polisi harus mengeluarkan tembakan peringatan untuk menghalau massa.
Kereta berhenti di Jebres sehingga mengakibatkan mereka kepanasan, bahkan ada di antara mereka yang pingsan karena pengap. Akibat lemparan massa, sedikitnya 67 bonek harus mendapat layanan medis.
”Kereta berhenti karena kereta feeder yang akan ke Palur dan Sragen terhadang oleh ribuan orang. Pada saat yang sama, kami harus mengganti selang air yang bocor sehingga semua lokomotif terhenti,” ujar Kepala Stasiun Jebres Sunaryo.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Alex Bambang Riatmodjo mengatakan, perilaku suporter yang tidak sportif dengan menjarah, melempar batu, berkelahi, dan membuat keributan tidak bisa dibiarkan lagi. ”Ini jangan dibiarkan berlarut-larut. Bonek melempar, masyarakat membalas, tak akan pernah selesai,” ujar Alex di Stasiun Jebres.
Alex membantah bahwa ada bom molotov di kereta. Untuk membuktikannya, Alex bersama kepala kepolisian resor di wilayah eks Keresidenan Surakarta naik di lokomotif untuk mengawal kereta.
Nasi bungkus
Pemerintah Kota Surabaya memberikan sekitar 2.000 nasi bungkus kepada para bonek yang turun di tiga stasiun, yakni Wonokromo, Gubeng, dan Semut. Pemberian nasi bungkus itu untuk mengantisipasi agar mereka tidak berbuat anarki akibat kelaparan.
Saat tiba di Stasiun Wonokromo, Minggu pukul 13.15, aparat kepolisian langsung membagikan nasi bungkus. Polisi bahkan langsung mengangkut para bonek itu dengan enam truk yang telah mereka sediakan. ”Dengan truk ini diharapkan para bonek segera tiba di rumah masing-masing,” ujar Wakil Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya Ajun Komisaris Besar Setija Junianta. (ARA/APA/ABK/EKI/KP)
Selengkapnya.....
Jumat, 22 Januari 2010
Anak Jalanan Bisa Jadi Generasi yang Hilang
JAKARTA, KOMPAS - Anak jalanan tidak perlu dirazia karena mereka bukan sumber masalah. Keberadaan anak jalanan di setiap persimpangan jalan merupakan fenomena, gejala tentang gambaran nyata kondisi kemiskinan suatu kota dan gambaran kemiskinan bangsa kita. Penanganan anak jalanan harus dilakukan secara profesional. Jika tidak, itu berpotensi terjadinya generasi yang hilang.
Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Makmur Sanusi menegaskan hal itu, Kamis (21/2) di Jakarta, terkait kecaman terhadap razia anak jalanan. ”Penanganan anak jalanan harus mengacu ke peraturan dan undang-undang tentang perlindungan anak. Mereka tidak perlu dirazia, apalagi sampai pemeriksaan dubur,” katanya.
Makmur Sanusi menjelaskan, berdasarkan penelitian yang dilakukan Universitas Atmajaya di 12 kota tahun 1996, terdapat sekitar 36.000 anak jalanan. Diperkirakan sekarang jumlah anak jalanan lebih dari 100.000 orang.
Di 12 kota waktu itu terdapat 316 rumah singgah. Setiap rumah singgah ada pendamping atau pekerja sosial yang menangani persoalan anak telantar. Selain itu, setiap rumah singgah juga mendapat bantuan sekitar Rp 300 juta dari Bank Pembangunan Asia (ADB).
”Yang diberikan pendampingan tidak hanya anak jalanan, tetapi juga orangtua mereka. Orangtua mereka diberikan pelatihan dan diberi modal usaha, sedangkan kepada anak, ada tutorial yang menangani masalah pendidikan mereka,” kata Makmur Sanusi.
Tak selesaikan masalah
Razia aparat kepolisian terhadap anak jalanan tidak akan pernah bisa menyelesaikan persoalan karena razia justru melanggar privasi dan hak-hak anak. Upaya peningkatan kesejahteraan anak jalanan tidak bisa dilakukan dengan pendekatan kriminal dan mengerahkan aparat keamanan karena anak jalanan bukan penjahat.
”Razia dengan melibatkan polisi, tentara, atau petugas keamanan dan ketertiban tidak diperbolehkan. Cukup pekerja sosial yang profesional, psikolog, dan dokter. Potensi kekerasan sangat kuat kalau aparat keamanan terlibat,” kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Hadi Supeno.
Penanganan anak jalanan, lanjut Hadi, akan lebih baik apabila dilakukan dengan cara-cara yang lebih santun, elegan, dan tanpa melanggar hak anak. Konteks penanganannya pun bukan pada persoalan keamanan atau ketertiban, melainkan pada perlindungan dan peningkatan kesejahteraan anak.
Pembangunan rumah singgah atau rehabilitasi yang lebih banyak dan merata di sejumlah daerah bisa menjadi salah satu solusi penanganan anak jalanan. Bukan hanya bangunan berupa rumah singgah saja, tetapi juga dilengkapi dengan guru-guru profesional yang bisa mengajarkan beragam pengetahuan dan keterampilan agar bisa hidup mandiri. ”Pendekatannya harus komprehensif dengan mengajak semua pihak,” kata Hadi.(KP)
Selengkapnya.....
KAUM PINGGIRAN: HIDUP DI KESUMPEKAT RUMAH SUSUN
Rizal (31) baru saja selesai istirahat ketika ditemui pada Kamis (21/1) siang. Sejak pagi buta ia bekerja di Tempat Pelelangan Ikan Rajawali, Makassar, Sulawesi Selatan.
Begitu tahu ada tamu berkunjung, langsung dipersilakannya masuk ke kamar tidur. Tidak ada lagi tempat lain yang lebih layak.
Kamar bagian depan yang seharusnya berfungsi sebagai ruang tamu sudah disulap menjadi toko. Kamar tidur seluas 5 meter persegi itulah pusat kehidupan Rizal beserta istrinya, Merry (28), dan dua putrinya.
Di dalamnya hanya terdapat kasur yang tidak muat bila dipakai dua orang dewasa, lemari pakaian, meja belajar milik anaknya yang duduk di kelas II SD, dan pesawat televisi. Sumber penerangan alami mereka berasal dari jendela dengan pemandangan Teluk Losari.
Kamar mandinya berukuran 1,5 meter x 1,5 meter berisi toilet jongkok, keran air, dan pancuran air untuk mandi. Satu-satunya ”ruang kosong” berupa lorong sepanjang 1,5 meter dipakai untuk dapur dan tempat menyimpan barang ataupun sepeda milik Rizal.
Ruang tamu yang difungsikan untuk toko bahkan sudah sesak dipenuhi bahan kebutuhan sehari-hari. Sebutlah seperti makanan ringan, minuman kemasan, bumbu dapur, dan sabun detergen. ”Seperti inilah keseharian tinggal di rumah susun,” ujar Rizal memamerkan rumahnya yang berada di menara B3 Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Mariso di Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Makassar.
Pembangunan dua menara rusunawa berisi 576 unit tersebut dimulai pada 2006. Kehadirannya dimaksudkan untuk mengatasi permukiman kumuh di selatan Kota Makassar yang dihuni warga bermata pencarian sebagai buruh bangunan dan nelayan. Penghasilan mereka rata-rata di bawah Rp 500.000 per bulan.
Lewat sistem pengundian, warga yang tinggal di sekitar rusunawa berhak tinggal di sana. Setiap bulan mereka cukup menyisihkan uang sewa sekaligus untuk biaya pemakaian air dan listrik.
Kompleks rusunawa seluas 1,2 hektar itu kini seakan menjadi tempat lega di antara kepungan permukiman padat penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Makassar, Kecamatan Mariso termasuk daerah terpadat di kota itu. Setiap 1 kilometer persegi wilayah ini dihuni sekitar 30.000 penduduk. Jauh berbeda dibandingkan dengan daerah lainnya, taruhlah seperti Kecamatan Ujung Tanah dengan rasio kepadatan 8.145 jiwa per kilometer persegi.
Kota Makassar sendiri menghadapi masalah perkotaan berupa kemiskinan dan tata kota. Dengan penduduk 1,3 juta jiwa, Makassar limbung dengan bertambahnya penduduk dan urbanisasi dari daerah lain.
Mulai bocor
Sewaktu berbincang di kamar tidur Rizal, dua kaleng kosong diletakkan di dekat pintu masuk. ”Untuk menampung tetesan air dari langit-langit kamar,” katanya.
Rizal juga menunjukkan retakan kecil pada sambungan dinding dengan tiang beton sehingga sinar matahari bisa menerobos masuk. Sebaliknya, bila hujan deras, kamar tidur itu tidak luput dari air hujan.
”Inilah yang disebut tetap kebanjiran meski tinggal di tempat bertingkat,” ujar Rizal yang menempati ruangan di lantai dasar.
Meski tinggal di rumah yang sempit untuk menampung empat orang, Rizal dan Merry mengaku tetap kerasan. Awalnya memang sempat kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sempit semacam itu. Akan tetapi, karena dipaksa keadaan, mereka kini sudah mulai terbiasa, baik untuk masak, mencuci pakaian, maupun berbagi tempat tidur di ruang yang sempit tersebut.
Guna menyiasati penghasilan Rizal yang rata-rata hanya Rp 250.000 per bulan, pasangan itu membuka toko di rumahnya. Dengan cara itulah mereka bisa menyisihkan Rp 300.000 untuk sewa bulanan, termasuk iuran listrik dan air, berikut sedikit tabungan untuk berjaga-jaga.
Selama tinggal di rumah susun tidak banyak hiburan yang bisa dinikmati keluarga Rizal dan penghuni lain. Letak rusunawa ini memang jauh dari pusat keramaian. Adapun tempat anak-anak bermain hanya di sepanjang lorong dan lantai dasar yang sengaja dikosongkan.
”Bila punya dana mencukupi, saya berencana memboyong keluarga pindah ke rumah yang lebih layak,” kata Rizal.
Hanya saja, Rizal sadar betul bahwa impiannya itu akan sulit terwujud, setidaknya hingga lima tahun mendatang. Untuk itu, ia mengaku akan tetap bertahan tinggal di rusunawa ini, dan mencoba betah, bagaimanapun keadaannya.
Tentang status kepemilikan rusunawa, Rizal mengungkapkan bahwa sebagian besar penghuni saat ini adalah warga setempat yang memilih tinggal di sana. Namun, ada juga yang menyewakannya kembali kepada orang lain, atau malah mengalihkan hak sewanya, yang mereka sebut dengan istilah over kunci.
Benar saja, itu pun yang ditawarkan salah seorang penghuni bernama Masitha (42), yang ditemui di menara rumah susun yang lain. Ternyata banyak juga orang yang datang untuk mengontrak tahunan ataupun bulanan. Mereka itu umumnya warga pendatang dari daerah lain yang bekerja di Makassar.
”Harus cepat memutuskan, kalau terlambat bisa diambil orang lain,” ujar Masitha.
Selengkapnya.....