Selasa, 26 Januari 2010

TIDAK LAKUKAN REKLAMASI, MENHUT ANCAM CABUT IZIN PENAMBANGAN


Jakarta - Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menegaskan, dalam waktu satu hingga dua minggu ke depan, paling lambat satu bulan, ia akan mendatangi penambang yang tidak melakukan reklamasi lahan bekas tambang mereka.

”Lihat saja di Bangka Belitung, di Kalimantan, di Papua, banyak sekali hutan yang rusak oleh mereka. Jika mereka tidak melakukan reklamasi, izin tambang mereka akan kami cabut,” ujar Zulkifli seusai meresmikan Taman Wisata Alam Angke Kapuk di Jakarta, Senin (25/1), menjawab pertanyaan pers tentang kerusakan lingkungan yang diakibatkan eksploitasi lahan tambang oleh pengusaha pertambangan batu bara di Kalimantan.

Zulkifli yang belum genap 100 hari menjabat menteri kehutanan (menhut) mengatakan, ada 169 pemegang izin tambang yang ditengarai nakal. Mereka menambang hingga ke wilayah hutan konservasi dan hutan lindung. ”Kami tidak main-main (mengenai) masalah ini. Setiap provinsi harus memiliki wilayah hutan seluas 30 persen. Jika wilayah hutan ini mereka rusak, maka mereka akan berhadapan dengan hukum,” kata Zulkifli.

Menyangkut sinyalemen bahwa kerusakan lingkungan di kawasan pertambangan dipicu oleh tumpang tindih perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah setempat, Kepala Pusat Informasi Kehutanan Kementerian Kehutanan Masyhud MM, kemarin, menjelaskan tiga hal. Pertama, Menteri Kehutanan sesuai dengan ketentuan tidak pernah menerbitkan izin pinjam pakai kawasan hutan pada kawasan hutan konservasi. Kedua, izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan diberikan sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku. ”Dengan demikian, tidak setiap kuasa pertambangan yang diterbitkan oleh bupati akan memperoleh izin pinjam pakai. Ketiga, kegiatan pertambangan yang berada di luar kawasan hutan bukan kewenangan Menteri Kehutanan,” kata Masyhud.



Tim pengawas

Pada hari yang sama, Senin kemarin, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Hermien Rosita di Jakarta menyatakan, tim pengawas dari Kementerian Lingkungan Hidup, Senin, langsung dikirim ke wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk menyelesaikan masalah kerusakan lahan akibat kegiatan tambang batu bara. Meskipun sebagian besar perizinan kuasa penambangan diberikan pemerintah daerah (pemda), pemerintah pusat tetap berhak memberikan sanksi.

Selain tim pengawas dari pemerintah pusat, menurut Hermien, tim pengawas regional juga diturunkan untuk klarifikasi persoalan kerusakan lingkungan akibat tambang di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim).

Hermien mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Pasal 77, Menteri Lingkungan Hidup dapat menjatuhkan sanksi administratif jika pemda secara sengaja tidak menerapkan sanksi bagi pelanggaran serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

Tidak mau mereklamasi

Operasi penambangan batu bara di Kalsel dan Kaltim kini meninggalkan lubang-lubang raksasa. Lubang-lubang itu tak hanya ditinggalkan oleh para penambang yang memiliki izin kuasa pertambangan, tetapi juga perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).

Data yang dihimpun Kompas dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel menyebutkan, kegiatan reklamasi tambang di Kalsel hingga Oktober 2009 mencapai 3.132 hektar (ha) dari 20.000 ha areal bukaan tambang. Reklamasi itu dilakukan 16 perusahaan pemegang PKP2B. Artinya, masih ada 16.868 ha yang belum direklamasi.

Kepala BLHD Kalsel Rachmadi Kurdi, pekan lalu, mengungkapkan, ada dua perusahaan pemegangan izin PKP2B yang menyatakan tidak sanggup menutup sejumlah lubang tambang. Keduanya adalah PT Adaro Indonesia dan PT Arutmin Indonesia.

”Kami tetap menahan pemberian amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) untuk peningkatan produksi batu bara perusahaan bersangkutan apabila tidak ada upaya yang serius untuk menutup lubang-lubang tambang tersebut. Kami sudah minta perusahaan-perusahaan mengurangi jumlah lubang yang ditinggalkan,” kata Rachmadi.

Zainuddin Jr Lubis, anggota staf humas PT Arutmin Indonesia, yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, dirinya belum mendapat penjelasan dari pimpinan terkait dengan tidak bisa direklamasinya 17 lubang tambang itu. Namun, pihak Arutmin sebagai mitra pemerintah tetap akan memerhatikan arahan dari BLHD Kalsel untuk menangani lubang-lubang itu.

Tidak lapor

Khusus menyangkut pemegang izin kuasa pertambangan, Rachmadi mengakui, BLHD Kalsel kesulitan mendapatkan data pasti berapa besar tambang yang ditinggal. Hal ini terjadi karena pemerintah kabupaten yang mengeluarkan izin tersebut tidak melaporkannya ke provinsi. Di satu sisi, jumlah tenaga pengawasan terhadap kegiatan tambang di daerah terbatas.

Alasan yang sama juga dikemukakan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Pertambangan Kaltim Frediansyah. Ia menjelaskan, pihaknya belum memiliki laporan data bekas tambang yang belum dan yang sudah direklamasi.

Sambudi, pengusaha batu bara di Kutai Kartanegara, Kaltim, menyatakan, pihaknya kini tidak memberikan dana jaminan reklamasi dalam kegiatan penambangan kepada pemda. Namun, perusahaannya tetap wajib mereklamasi lubang tambang yang telah selesai digali.

Pejabat Pelaksana Bupati Kutai Kartanegara Sulaiman Gafur mengatakan, para pemilik izin kuasa pertambangan yang melakukan kegiatan dari tahap eksplorasi ke eksploitasi, wajib menyerahkan dana jaminan reklamasi yang langsung disetorkan ke kas negara. ”Setahu saya, paling kecil jaminan reklamasi tersebut mencapai Rp 500 juta,” katanya.

Di Kalimantan, izin kuasa pertambangan yang dikeluarkan para bupati mencapai 2.047 buah. Kalsel memiliki 400-578 buah atau menempati urutan kedua setelah Kaltim yang memiliki 1.180 kuasa pertambangan. Produksi batu bara per tahun di Kalsel 80-100 juta ton dan Kaltim 100,91 juta ton (Kompas, Senin, 25/1).

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat bidang lingkungan, baik di Kalsel maupun di Kaltim, membenarkan keengganan perusahaan mereklamasi tambang karena pengawasan yang minim.(bro/ful/why/wer/naw/ har/ong/hrd/ARN/AHA/kps)