Kamis, 07 Januari 2010

JAMU PERLU DISAINTIFIKASI, PENELITIAN MELIBATKAN DOKTER


Kendal- Pemerintah berupaya melakukan saintifikasi terhadap jamu dengan melibatkan para dokter melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Upaya itu guna mengangkat dan memperluas penggunaan jamu di masyarakat.

Program saintifikasi itu dicanangkan oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Rabu (6/1). Endang mengatakan, di tengah masih mahalnya harga obat karena, antara lain, 95 persen bahan bakunya masih impor, jamu yang asli Indonesia dapat menjadi alternatif menjaga kesehatan terutama untuk tindakan preventif, promotif, rehabilitatif, dan paliatif.

Lebih lanjut, lewat saintifikasi jamu tersebut diharapkan terkumpul bukti-bukti ilmiah tentang khasiat jamu. Saintifikasi jamu merupakan proses penelitian berbasis pelayanan kesehatan.

Selama ini, dokter enggan menggunakan jamu karena mereka berpegang pada terapi yang telah mempunyai bukti dan landasan ilmiah (evidence based). Saintifikasi itu bertujuan untuk memberikan landasan ilmiah penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Agus Purwandianto mengatakan, salah satu tahapan dari saintifikasi jamu ialah membentuk jaringan dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti.

”Tahap awal, di Kabupaten Kendal ada sembilan dokter terlibat untuk menggunakan setidaknya sembilan tanaman obat. Jamu yang akan digunakan oleh para dokter dan dikumpulkan bukti-bukti khasiatnya serta diteliti itu harus melalui Komisi Nasional Saintifikasi Jamu,” ujarnya.

Pemerintah daerah akan mendukung lewat kemudahan perizinan agar para dokter yang menggunakan jamu tersebut tidak menemukan kesulitan dalam menjalankan praktiknya.

Berbagai produk

Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengatakan, jamu mempunyai nilai ekonomis sangat besar karena dapat dikembangkan menjadi berbagai produk kesehatan, kecantikan, perawatan tubuh, dan makanan serta minuman. Krisnamurthi menghitung, nilai ekonomi jamu sekitar Rp 4 triliun dan menyerap jutaan tenaga kerja mulai dari petani, produsen, hingga distributor.

Dia mengatakan, terdapat 960 jenis tanaman yang diidentifikasi berpotensi sebagai obat dan 15 jenis yang sudah dibudidayakan secara resmi. Jamu menjadi sangat strategis karena pasar jamu dunia besar sekali.

Ketua Asosiasi Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia Charles Saerang mengatakan, program saintifikasi jamu dapat membuka peluang pasar baru bagi obat herbal. Untuk itu, penjualan obat herbal di Indonesia pada tahun 2010 ditargetkan mencapai Rp 10 triliun atau meningkat dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp 8,5 triliun.

Selama ini, terdapat 240-400 jenis jamu yang diedarkan di pasar dalam negeri dan 80 jenis di antaranya juga diekspor ke Taiwan, Hongkong, dan Arab Saudi. ”Jamu tersebut dapat digunakan untuk hampir semua penyakit,” kata Charles.

Sebelum adanya program saintifikasi, sudah terdapat 5 jenis fitofarmaka dan 12 jenis obat herbal terstandar yang bisa dikonsumsi sebagai obat karena telah melewati uji klinis. Menurut Charles, diperlukan dokter khusus herbal, terutama dokter muda, yang nantinya dapat membuka praktik di klinik herbal untuk mendukung program saintifikasi jamu ini. ”Ada sekitar 60.000 dokter muda di Indonesia yang berpotensi menjadi dokter herbal. Adapun dokter-dokter tua masih susah diubah paradigmanya,” ujarnya.

Anggota Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia Cabang Jateng dr Lily Kresnowaty menuturkan, dokter yang dapat praktik di klinik herbal adalah dokter yang telah lulus uji kompetensi dan mendapat sertifikat dari Ikatan Dokter Indonesia. ”Selain sebagai dokter konvensional, dokter ini nantinya juga memiliki keahlian menjadi dokter herbal,” ujar Lily.

Setelah dianggap kompeten, dokter tersebut dapat mengeluarkan resep jamu sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. (INE/ILO)