akarta - Aksi unjuk rasa mengkritik program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II berlangsung serempak di puluhan kota di Tanah Air, Kamis (28/1). Pengunjuk rasa umumnya menyatakan ketidakpuasannya atas kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Selain di Jakarta, unjuk rasa juga berlangsung antara lain di Bandung, Cirebon, Semarang, Magelang, Purwokerto, Yogyakarta, Madiun, Malang, Surabaya, Denpasar, Kupang, Ende, Palembang, Samarinda, Bandar Lampung, Medan, Batam, Makassar, dan Ambon. Secara umum, aksi unjuk rasa berlangsung damai.
Wakil Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Brigadir Jenderal (Pol) Sulistyo Ishak mengatakan, unjuk rasa di sejumlah daerah di Indonesia berlangsung tanpa gangguan keamanan.
”Polisi dan pengunjuk rasa terlihat semakin dewasa. Polisi memahami hak penyampaian pendapat di muka umum, sementara pengunjuk rasa pun memahami aturan-aturan dengan baik. Berbeda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Sulistyo.
Pasar tak terpengaruh
Aksi unjuk rasa itu juga tidak berdampak negatif terhadap pasar modal dan pasar uang dalam negeri. Investor, yang sebelumnya diperkirakan akan menahan diri untuk bertransaksi, justru melakukan aksi beli sehingga mengangkat indeks harga saham dalam negeri cukup tinggi.
Pada penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Kamis, indeks harga saham gabungan naik 55 poin atau 2,15 persen ke level 2.619. Indeks LQ-45 menguat 12 poin atau 2,4 persen menjadi 512,62 dan Indeks Kompas100 naik 14 poin atau 2,32 persen jadi 630,62.
Sejalan dengan kondisi di pasar saham, nilai tukar rupiah juga ditutup menguat, dari Rp 9.420 pada penutupan hari Rabu lalu menjadi Rp 9.355. Penguatan indeks harga saham dalam negeri ini mengikuti kenaikan indeks di hampir semua bursa regional dan global.
Isu 100 hari
Isu yang diangkat oleh pengunjuk rasa adalah evaluasi 100 hari pemerintahan Yudhoyono-Boediono. Aspirasi disampaikan dengan berorasi atau melalui tulisan dalam spanduk- spanduk yang dibawa.
Di Jakarta, sebagian besar pengunjuk rasa menyoroti kinerja pemerintah yang dianggap tidak berhasil membuat gebrakan. ”Dalam 100 hari pertama, pemerintah tidak berhasil membuat gebrakan. Yang terlihat dalam 100 hari ini justru kasus Bank Century,” ucap Usman Hamid dari Gerakan Indonesia Bersih saat berorasi di Jakarta.
Selain mengkritik kebijakan 100 hari pemerintahan Presiden Yudhoyono, pengunjuk rasa di seputar Gedung MPR/DPR/DPD juga mengangkat isu peninjauan ulang Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China mulai tahun 2010. Dalam aksi ini, sejumlah anggota DPR bahkan ikut memberikan orasi. Mereka, antara lain, adalah Ribka Tjiptaning dan Rieke Diah Pitaloka dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan serta Okky Asokawati dari Partai Persatuan Pembangunan.
Pengunjuk rasa di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), menyoroti pemberantasan korupsi yang tidak menjadi satu program yang spesifik, tetapi masuk dalam program pemberantasan mafia hukum.
”Padahal, masyarakat menunggu program antikorupsi yang langsung dapat dirasakan,” kata Sekretaris Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Jateng Eko Haryanto.
Isu penanganan lumpur Lapindo disuarakan Himpunan Mahasiswa Islam dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia di Madiun, Jawa Timur. Mereka meminta pemerintahan Yudhoyono-Boediono agar tidak melupakan kasus Lapindo yang telah menyebabkan penderitaan bagi ribuan warga Porong, Sidoarjo.
Presiden tidak lari
Pengamanan terhadap Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden (Wapres) Boediono juga sangat ketat. Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang bertanggung jawab untuk keamanan dan pengamanan Kompleks Istana Negara dan Istana Wapres tidak mau gegabah. Penjagaan bukan hanya pasukan Paspampres berseragam safari hitam yang berada di dalam Istana Wapres dan di sekitar Wapres Boediono, tetapi juga dilakukan oleh pasukan Paspampres berseragam dinas lapangan loreng dengan baret biru muda.
Wapres Boediono saat mulai terjadinya unjuk rasa di depan istananya baru mulai memimpin rapat terbatas tentang penanggulangan bencana di Gedung II Istana Wapres.
Juru Bicara Wapres Boediono yang juga Staf Khusus Bidang Media Massa Yopie Hidayat membantah penundaan kunjungan kerja Wapres Boediono hari ini ke Tasikmalaya, Jawa Barat, dan Semarang karena dilarang bepergian oleh Presiden Yudhoyono.
Boediono sendiri menolak ditemui pers. Kemarin, Boediono tercatat pulang lebih cepat daripada jam biasanya. Ia pulang pukul 16.30 melalui pintu belakang Istana Wapres seperti saat ia datang pada pagi hari.
Mengenai ketiadaan Presiden Yudhoyono di Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menjelaskan, bukan karena Presiden menghindari aksi unjuk rasa itu.
”Presiden tidak lari, tetapi meresmikan pembangkit listrik di Banten untuk kepentingan masyarakat,” kata Djoko.
Menanggapi hal itu, guru besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Iberamsjah, mengatakan, Presiden tidak seharusnya merasa terganggu dengan sejumlah kondisi yang ada, termasuk dengan banyaknya unjuk rasa.(KP)
Media Komunikasi -- berita dan kebijakan persyarikatan -- Guna Meningkatkan Syiar Organisasi
Jumat, 29 Januari 2010
PERINGATAN 100 HARI PEMERINTAHAN SBY : PENGUNJUK RASA TIDAK PUAS
Label:
Info Berita