Jumat, 15 Januari 2010

MERINTIS BATIK MEDAN DARI SEBUAH GANG


Batik medan? Penulis baru saja mendengarnya dari seorang teman. Masyarakat Medan memang tidak mempunyai sejarah panjang tentang batik. Umur batik medan bisa dibilang seperti bayi, masih dua tahun berjalan. Baru segelintir orang yang giat mengembangkan industri kreatif ini.

Batik medan baru berkembang di sebuah gang tanpa papan nama di Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, Medan. Di gang tanah berbatu ini, seorang pensiunan pegawai negeri sipil (PNS), Nurcahaya Nasution (64), merintisnya bersama para tetangga. Upaya ini berawal ketika Nurcahaya memasuki masa pensiun akhir tahun 2007.

Dia ingin mengisi waktu luangnya dengan membatik di rumah. Nenek dengan cucu 11 ini kemudian mengikuti pelatihan yang digelar Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan. Bermodal uang pensiun Rp 10 juta, dia kemudian mengembangkan batik melalui industri rumahan pada awal 2008.


Bersama menantunya, Edi Gunawan (40), industri batik rumahan ini berkembang. Upaya promosi dilakukannya melalui aneka pameran di Medan. Lambat laun, dari mulut ke mulut, orang mulai mengenalnya. Selain seputaran Kota Medan, pembeli batiknya sampai ke luar kota hingga ke Pulau Nias.

Nurcahaya ingin agar Medan dikenal melalui batik. Dia terus menggali motif motif budaya lokal di Medan, seperti budaya Batak, Melayu, Karo, dan Nias. Aneka motif ini mempunyai ciri, seperti boneka sigale-gale (Batak), pucuk rebung atau daun sirih (Melayu), ataupun gambar pangeret-eret khas Karo.

Batik medan dibuat dalam produk batik tulis dan cap. Alat-alat berupa canting, bahan pewarna, malam, dan kain bahan didatangkan dari Pekalongan, Jawa Tengah. Sejauh ini Nurcahaya mempunyai sepuluh karyawan yang semuanya tetangga sendiri.

Upaya mengembangkan batik khas Medan ini terus dilakukan. Salah satunya dengan melatih tenaga terampil di seputar rumahnya.

Pada Kamis (14/1) siang, sebanyak 20 perempuan mengikuti pelatihan membatik yang diprakarsai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Medan. Pelatihan seperti ini sudah berlangsung ketiga kalinya selama dua tahun terakhir.

Peserta pelatihan terdiri dari ibu-ibu dan remaja putri. Mereka umumnya tidak mempunyai aktivitas selain menjadi ibu rumah tangga atau penganggur. Pelatihan ini berlangsung dari tanggal 14 sampai 28 Januari tanpa ada pungutan biaya.

Peserta pelatihan mendapatkan materi berupa teori membatik, teknik membuat pola, mencanting menggunakan malam, ataupun merebus kain batik, sampai proses akhir membatik. Setiap hari pelatihan berlangsung di dalam rumah Nurcahaya yang beralaskan tikar plastik pukul 10.00-15.00.

Sejumlah remaja putri yang mengikuti pelatihan mengaku senang.

”Saya berharap bisa membatik. Syukur-syukur bisa buat batik sendiri yang laku dijual, jadi tak perlu kerja sama orang,” kata Yunita (27), yang baru mengakhiri kontrak kerja dengan sebuah pusat perbelanjaan di Medan. (Andy Riza Hidayat/kp)