Meski terhitung sebagai kebun raya paling muda—usianya tahun ini 51 tahun—Kebun Raya ”Eka Karya” Bali, alias Kebun Raya (KR) Bedugul, punya magi yang kuat memesona. Setidaknya dibanding tiga kebun raya lain di Indonesia.
KR Bedugul di Desa Candikuning, Baturiti, Kabupaten Tabanan, adalah ”simbiosis” situs purba dan kearifan lokal pengobatan, arsitektur, dan sastra lama. Begitu rupa?
Ya, begitulah rupanya. Tiga KR lain sebagai bandingan yang kami maksud adalah KR Purwodadi di Jawa Timur (usia 69 tahun, luasnya 85 hektar, koleksi spesiesnya khas dataran rendah dan kering), KR Cibodas (158 tahun, 125 ha, koleksi spesies khas dataran tinggi dan lembab), dan KR Bogor (193 tahun, 125 ha, dengan koleksi spesies khas dataran rendah dan basah).
Jika Anda berkunjung ke KR Bedugul pada musim kemarau, rekaman batin kita akan berbeda dibanding menikmatinya saat hujan rintik-rintik, apalagi hujan deras. Pada saat hujan, KR Bedugul akan memancarkan aura senyap. Dan sensasi tambahannya, kabut turun sampai ke batang-batang pohon, bersama kesakralan yang mengikat.
Itu sebabnya, Guesthouse Etnobotani, berupa bungalo berarsitektur Bali, dan Guesthouse ”VIP” dengan 14 kamar itu sering jadi ajang workshop kesenian, dan kerohanian oleh masyarakat umum. Menurut informasi, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, pernah menginap di Guesthouse ”VIP” di sana, di dalam kawasan hutan seluas 157,5 hektar untuk mengoleksi spesies tanaman khas dataran tinggi lembab kawasan Indonesia Timur itu.
Kepala Kebun Raya Bali Ir Nyoman Lugrayasa menjelaskan, pengembangan sarana fisik di KR Bedugul memang berbasis budaya, senapas dengan pendidikan konservasi.
Salah satu yang paling kentara adalah gerbang utama kebun raya berupa candi bentar (terbelah), sebagaimana bangunan pura di Pulau Dewata. ”Orientasi fisik yang berbasis budaya dan lebih spesifik pendidikan konservasi itu terus dipertahankan, kalau bisa bahkan ditambah,” kata Lugrayasa.
Boulevard Ramayana, jalan utama dari pintu gerbang utama menuju Kantor Administrasi Kebun Raya Bali, menampilkan pemandangan eksotis, dan wacana sastra lama tadi.
Ada deretan sembilan patung, sekuen dari epos Ramayana yang amat populer di Indonesia. Yakni, patung Rama dan Shinta, Rama memanah kijang, Sinta diculik Rahwana, Jatayu melawan Rahwana, Jatayu Gugur, Anoman Duta, Pertempuran Rahwana, Rahwana Gugur, dan Shinta Obong. Kiri-kanan patung tadi, deretan bunga kana merah darah, dan di kejauhan lebatnya hutan.
Di kebun raya, ada dua pura dan satu situs, yaitu Pura Batumeringgit dan Terataibang di sisi barat daya kompleks, serta situs kuno patung singa mendekam yang berlumut di sisi timur Museum Etnobotani.
Pura Batumeringgit dipenuhi aneka patung yang disucikan di bagian belakang kompleks pura Hindu. Namun, di sisi kiri kompleks, terdapat bangunan konco atau kelenteng Buddhis. Pura Terataibang, letaknya di bawah sebuah lereng di tengah hutan, sumber keluarnya belerang. Secara rutin, pada hari keagamaan, aktivitas persembahyangan dilaksanakan di kedua pura itu.
Pemandangan khas tersaji ketika kita masuk ke tengah hutan, sekitar 300 meter dari jalan aspal. Patung singa besar dalam posisi mendekam. Lumut menyelimuti seluruh bagian patung. Patung itu dikeramatkan baik oleh warga sekitar ataupun pengelola kebun raya itu. Menurut cerita tutur, patung singa besar itu dibuat oleh pengelana dari India di masa silam. Aneka banten (sesaji) terlihat di depan patung itu, awal Desember lalu. ”Kami percaya patung itu sebagai satu situs bersejarah,” kata Lugrayasa dan Ida Bagus Ketut Arinasa, Koordinator Peneliti Bambu KR Bedugul.
Semula KR Bali dengan ciri khas koleksi tanaman dataran tinggi kering/lembab ini didirikan dengan tujuan untuk mengoleksi tumbuhan berdaun jarum (Gymnospermae), salah satunya jenis cemara dari seluruh dunia. Namun, kemudian berkembang menjadi kawasan konservasi eks-situ tumbuhan pegunungan tropika kawasan timur Indonesia, yakni dari Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Berkat kerja keras, koleksi tumbuhan KR Bali saat ini mencapai 2.171 jenis, dan 18.494 spesimen tanaman.
Kebun raya ini memiliki koleksi khusus meliputi anggrek, kaktus, tumbuhan paku, tumbuhan air, tumbuhan obat, tumbuhan upacara adat, mawar, serta begonia.
Taman Panca Yadnya
Harmoni yang elok antara KR Bedugul dan budaya Hindu Bali ditunjukkan dengan keberadaan Taman Panca Yadnya seluas 5,53 ha, dengan koleksi lebih dari 218 jenis tumbuhan dari berbagai kabupaten di Bali. Tumbuhan yang dikoleksi merupakan tanaman yang biasa dipakai sebagai bahan bangunan, hiasan pura, sesaji, dan kegiatan upacara keagamaan lainnya.
Keunikan KR Bedugul tak lepas dari keberadaan Taman Usada (Sansekerta Ausadhi: tumbuhan yang mengandung khasiat obat). Area taman seluas 1.600 meter persegi itu dikhususkan lebih dari 300 tumbuhan yang berkhasiat dalam pengobatan tradisional Bali.
Pengetahuan pengobatan tradisional itu berasal dari India yang menyebar ke Bali seiring dengan perkembangan agama Hindu pada abad ke-5 M. Yang kemudian diwariskan secara turun-temurun melalui lontar usada (manuskrip sistem pengobatan, bahan obat dan cara pengobatan tradisional yang ditulis di atas daun lontar/siwalan.
”Yang juga membedakan, Kebun Raya Bali adalah kebun raya yang pertama didirikan putra bangsa dan juga putra Bali setelah RI merdeka. Kebun raya lain berdiri di masa kolonial Belanda,” kata Lugrayasa. (Benny Dwi Koestanto dan Samuel Oktora/KP)
Media Komunikasi -- berita dan kebijakan persyarikatan -- Guna Meningkatkan Syiar Organisasi
Sabtu, 09 Januari 2010
KEBUNRAYA: PERPADUAN HUTAN ALAM DAN TRADISI BALI
Label:
Info Lingkungan