Jumat, 22 Januari 2010

Rencana Razia Dubur Batal


Jakarta - Setelah mendapat kecaman keras dari berbagai pihak, rencana razia dubur anak jalanan di Jakarta, Kamis (21/1), batal. Razia yang semula akan dilakukan di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur batal. Polres Jakarta Utara menggantinya dengan pendataan anak jalanan.

Empat anak jalanan yang berkeliaran di kawasan Jakarta Utara mengaku pernah mengalami kejahatan seksual. Satu dari empat bocah lelaki usia 12-14 tahun itu mengaku sebagai korban kejahatan seksual oleh APS atau Abang Kacamata.

Selain empat bocah itu, Polres Metro Jakarta Utara bekerja sama dengan Dinas Sosial DKI Jakarta, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, serta psikolog dan dokter dari Universitas Yarsi juga menemukan anak perempuan berusia 12 tahun yang mengaku kabur dari rumahnya di Jawa Tengah karena diperkosa ayahnya dua minggu lalu.

Kelima bocah ini telah didata polisi dan diimbau untuk membuat laporan polisi. ”Sampai kini belum ada yang membuat, tetapi ada satu anak yang akan membuat laporan,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Adex Yudiswan.


Polisi tidak melakukan pemeriksaan dubur terhadap mereka. ”Pemeriksaan fisik baru akan dilakukan jika telah ada pengaduan. Keperluannya untuk bukti visum,” kata Adex.

Ketakutan

Ramainya pemberitaan akan ada razia dubur atas anak jalanan membuat mereka ketakutan. Situasi sebagian besar jalanan di Jakarta kemarin sepi dari kehadiran anak lelaki maupun perempuan yang biasa mengamen di perempatan lampu pengatur lalu lintas. Banyak anak laki-laki memilih bersembunyi.

Di perempatan ITC Cempaka Mas, Jakarta Pusat, sejumlah bocah perempuan pengamen mengakui pagi itu sepi. ”Teman laki-laki di rumah. Takut kena razia,” ucap Maya (13).

Juru bicara Polda Metro Jaya Komisaris Besar Boy Rafli Amar membantah berita, polisi akan melakukan razia, lalu memeriksa dubur anak jalanan. ”Tidak benar itu. Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta akan mendata anak jalanan. Polisi diminta ikut mengamankan,” ujar Boy.

Kecaman atas rencana razia masih datang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. LBH menilai tindakan tersebut melanggar hak asasi manusia. Program ini harus dihentikan.

”Rencana Pemprov DKI dan program yang sama dilakukan di Bekasi jelas melanggar HAM. Pemeriksaan anggota tubuh termasuk kategori penggeledahan yang hanya boleh dilakukan polisi dalam proses penyidikan,” kata Restaria Hutabarat, Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan LBH Jakarta.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Supeno menambahkan, pemeriksaan tubuh merupakan kriminalisasi anak, pelanggaran privasi, yang berpotensi menimbulkan kekerasan dan diskriminasi. KPAI meminta pemerintah menghentikannya.

Meski demikian, kemarin, Dinas Sosial DKI Jakarta tetap mendata 400 anak jalanan dari berbagai lokasi rumah singgah di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Pendataan terus dilakukan hingga Februari.

Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Budhiharjo mengatakan, pendataan anak jalanan dilakukan untuk mengetahui asal-usul, keberadaan orangtua, alasan berkegiatan di jalanan, ada atau tidak pihak yang memaksa bekerja, kebiasaan di jalan, dan masalah sehari-hari.

Pendataan tak sekadar pemeriksaan dubur dan kesehatan anak jalanan, tetapi bermuara pada pemetaan kondisi anak jalanan untuk menjadi landasan menentukan pola penanganan.

Untuk menangani kasus kekerasan seksual atas anak jalanan, dinas bekerja sama dengan kepolisian setempat. Mereka yang menjadi korban akan ditampung dan dirawat di Rumah Perlindungan Anak, Bambu Apus, Jakarta Timur, agar siap bersaksi di pengadilan jika diperlukan.

Direktur Pelayanan Sosial Anak Kementerian Sosial Harry Hikmat menambahkan, ada kecenderungan peningkatan eksploitasi terhadap anak untuk kepentingan ekonomi dan seksual. Oleh karena itu, pihaknya bekerja sama dengan dinas sosial provinsi untuk melindungi semua anak jalanan. ”Pola pendataan dilakukan persuasif, bukan razia yang hanya menciptakan ketakutan,” katanya.(kp)