Pohon mahoni yang ia tanam lima tahun lalu itu kini tumbuh besar. Di bawah pohon itu, Baekuni (48) menyimpan kenangan gelap. Sebulan sebelum dia menanam pohon itu, Baekuni mengajak Ardi (11), bocah pengamen jalanan di Terminal Bus Pulogadung, Jakarta Timur, ke rumah orangtua Baekuni di Dusun Bugelan, Desa Mangunrejo, Kecamatan Kajoran, Magelang, Jawa Tengah. Letaknya di lingkungan sawah terasiring. Udaranya bersih dan sejuk.
Sesampai di rumah orangtuanya, lelaki paruh baya ini membuat masakan kesukaannya, tempe bacem dan oseng-oseng kacang panjang. Begitu masakan matang, Baekuni dan Ardi makan bersama. Seusai sarapan, Baekuni mengajak Ardi mengunjungi Candi Borobudur. Pengakuan Baekuni, kala itu Ardi senang bukan kepalang saat berkeliling mengamati relief Borobudur. Dari bagian relief kamadatu (menggambarkan manusia sebagai serigala bagi sesamanya), keduanya menapaki tangga batu candi ke relief rupadatu (menggambarkan manusia bermartabat karena hidup berkesenian, menghormati tata krama, dan memiliki religiositas) sebelum mencapai puncak di relief arupadatu (manusia membebaskan diri dari segala nafsunya dan memilih keheningan untuk mencapai hidup kekal).
Ardi kecil tentu saja tidak memahami hal itu. Meski demikian, ia kagum pada kemegahan bangunan candi. Tetapi, belum lagi lamunannya tentang Borobudur berakhir, ia sudah tiba di sebidang kebun tak jauh dari rumah orangtua Baekuni.
Ardi bertanya kepada Baekuni, mengapa ia dibawa ke tempat itu? Padahal, hari mulai gelap. Babeh panggilan akrab Baekuni tidak menjawab pertanyaan itu. Tangan kanan Babeh, panggilan Baekuni, langsung menjerat leher anak kecil itu dengan tali rafia. Sementara tangan kiri Babe mendorong kepala Ardi dari belakang.
Ardi pun meregang nyawa setelah itu baru disodomi. Seusai melampiaskan nafsunya, Babeh membopong mayat Ardi ke tepian kali dan memutilasi. Potongan tubuh korban kemudian dimasukkan ke kantong plastik.
Setelah mencuci pisau dari noda darah, Baekuni menggali lubang di tempat ia melakukan pembunuhan. Potongan mayat dalam kantong plastik dikubur. Rapi, Baekuni kembali ke rumah dengan tenang, kemudian mandi dan bermain dengan keponakannya.
Beberapa hari kemudian, Babeh seperti diceritakannya sendiri saat rekonstruksi di tempat kejadian perkara, Kamis (21/1), sudah berada di Jakarta dan kembali mengasong.
Ia kembali bekerja pukul 06.00 hingga pukul 23.00. Namun, sebulan kemudian, Babeh kembali ke Magelang dan menanam pohon mahoni di atas kuburan Ardi
Menurut pengakuan Babeh, selama ini anak-anak jalanan dekat dengan dirinya karena bisa memberikan kebahagiaan, kehangatan, keramahan, dan perhatian yang lebih. Tak hanya itu, mereka juga sering tamasya serta disiapkan makanan dan tempat berteduh. Hampir pasti tak ada caci maki di rumah itu sehingga anak-anak jalan itu betah tinggal di rumah Babeh.
Di rumah kontrakannya di RT 6 RW 2, Gang Mudalim, Jalan Masjid, Pulogadung, anak- anak jalanan mudah tidur nyenyak. Bahkan, saat mereka bangun, sudah ada minuman dan sajian hangat lainnya yang selalu disiapkan Babeh. Mereka tidak pernah sadar perilaku asli Babeh hingga beberapa temannya menjadi korban mutilasi.
Sampai Sabtu, sudah 11 anak yang diduga dibunuh Babeh. Mereka adalah Ardi, Adi, Rio, Arif Abdullah alias Arif ”Kecil”, Ardiansyah, Teguh, dan Irwan Imran yang dimutilasi, serta Aris, Riki, Yusuf Maulana, dan Angga teman Arif ”Kecil” yang masih dinyatakan hilang. Rata- rata usia mereka 10-12 tahun, kecuali Arif yang masih berusia 7 tahun. (WINDORO ADI)
Media Komunikasi -- berita dan kebijakan persyarikatan -- Guna Meningkatkan Syiar Organisasi
Senin, 25 Januari 2010
Babeh Berkedok Jadi Ayah yang Hangat
Label:
Info Berita