Rabu, 12 Mei 2010

PILKADA ULANG DI MEDAN ADA DI DEPAN MATA


Anggota Komisi Pemilihan Umum yang juga Ketua Desk Pilkada Nasional I Gusti Putu Artha tak kuasa menahan geram, melihat sikap ngotot Komisi Pemilihan Umum Medan tetap menggelar pemungutan suara meski sejumlah masalah belum dituntaskan. Putu mengatakan dengan tegas, bila sampai Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan harus diulang, dia memastikan semua anggota Komisi Pemilihan Umum Medan dipecat.

”Saya pastikan bila Pilkada Medan diulang, anggota KPU Medan akan kami pecat,” ujarnya.

Putu tak main-main dengan ancaman pemecatan ini. ”Kami memang tak mau main-main kalau untuk urusan pemecatan. Yang jelas, KPU sekarang ini menegakkan wibawa lembaga. Kemarin-kemarin saja 19 KPU di Papua kami pecat anggotanya dan kami lantik yang baru,” katanya.

Pemungutan suara Pilkada Medan digelar sesuai jadwal, Rabu 12 Mei. Hanya saja, banyak pihak yang kemudian menyangsikan hasil pilkada bakal diterima semua pihak. Sejumlah masalah yang mengiringi pemungutan suara Pilkada Medan antara lain persoalan pencoretan Rudolf Pardede sebagai calon wali kota yang kemudian berujung di pengadilan.

Sejauh ini, Rudolf telah memenangi gugatan terhadap KPU Medan di tingkat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan. Meski KPU Medan memastikan bakal mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tak pelak jika putusan hukum tetap (inkracht) pada kasus ini tetap berpihak kepada Rudolf seperti yang dikatakan Putu, Pilkada Medan dianggap cacat hukum.

”Masalah ini pasti akan jadi senjata bagi siapa pun yang kalah dalam Pilkada Medan. Ini akan jadi bahan gugatan mereka terhadap hasil pilkada. Dan bila signifikan, bukan mustahil Pilkada Medan diulang,” ujar Putu.

Menurut Putu, di beberapa daerah, KPU sebenarnya berani menganulir keputusannya mencoret calon seperti di Flores Timur. Hal ini bisa dilakukan karena KPU Nusa Tenggara Timur tanggap dengan masalah di Flores Timur.

Putu mengatakan, KPU Sumut ternyata tak cukup tanggap. Untuk ini, Putu menjamin KPU Sumut dimintai tanggung jawab jika ternyata Pilkada Medan harus diulang.

”Ini politik pembiaran, bukan kali ini saja KPU Sumut bermasalah. Sebelumnya di Nias Selatan saat pemilu legislatif, kan, juga sampai harus diulang. Kami akan membentuk Dewan Kehormatan untuk memeriksa tindakan pembiaran KPU Sumut ini,” kata Putu.

Namun, anggota KPU Sumut Turunan Gulo mengaku sulit mengintervensi penyelenggaraan Pilkada Medan. Menurut Turunan, bukan berarti KPU Sumut diam saja melihat berbagai masalah seputar Pilkada Medan.

Putu mengungkapkan, saat ini banyak daerah di Indonesia juga menggelar pilkada. Namun, masalah pilkada yang paling banyak mencuat adalah di Sumut.

”Dari mulai Medan, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Utar. Ini, kan, juga menunjukkan kinerja KPU Sumut jelek. Kami akan cari siapa di KPU Sumut yang paling bertanggung jawab dari banyaknya persoalan pilkada ini,” katanya.

Selain masalah pencoretan Rudolf, menurut anggota Panitia Pengawas Pemilu Kota Medan Robinson Simbolon, KPU Medan juga masih belum cermat membereskan persoalan teknis seperti daftar pemilih tetap (DPT) hingga distribusi formulir C6 atau kartu pemilih.

”Banyak masyarakat yang tidak terdaftar. Anggota Panwas saja ada yang tidak terdaftar sebagai pemilih,” ujarnya.

Robinson menuturkan, KPU Medan memang memiliki waktu yang sedikit untuk memutakhirkan data pemilih dan di saat yang sama mereka juga harus memverifikasi berkas pasangan calon dari jalur perseorangan.

Akan tetapi hal tersebut, menurut Robinson, tidak jadi pembenar. Apalagi seharusnya KPU Medan menyadari bahwa DPT adalah masalah krusial yang dapat membuat sebuah pilkada diulang.

”Kalau sampai KPU Sumut saja akan membentuk Dewan Kehormatan untuk persoalan Pilkada Medan, berarti kan ada apa-apanya ini. Kalau enggak ada apa-apa, ngapain pula KPU Sumut mau membentuk Dewan Kehormatan,” kata Robinson.

Soal kecakapan KPU Medan dalam soal teknis ini juga dipertanyakan Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia Kota Medan Karya Elly. ”Masa ada anggota keluarga yang mati beberapa tahun lalu tetapi masih tetap dikirimi kartu pemilih,” katanya.

Selain itu, menurut Elly, hampir 35 persen pemilih beretnis Tionghoa sampai sehari menjelang pemungutan suara belum mendapatkan kartu pemilih atau C6. Di sisi lain, KPU Medan sebelumnya sudah menjamin formulir C6 harus sampai ke tangan pemilih dua hari sebelum pemungutan suara.

Memang ada jaminan pemilih dapat menggunakan kartu tanda penduduk atau kartu keluarga, tetapi menurut Elly, bagi masyarakat Tionghoa di Medan, undangan memilih merupakan panggilan bagi mereka memenuhi hak politik.

”Kalau enggak diundang, ya, mereka memilih tidur di Berastagi,” kata Karya. Dia memastikan, tanpa kartu pemilih, masyarakat Tionghoa di Medan bakal enggan mendatangi TPS.

Apa pun yang terjadi, pemungutan suara tetap digelar hari ini. Meski tak berani memastikan Pilkada Medan bakal diulang, Robinson dengan masygul berkata, ”Pilkada Medan ini memang banyak sekali masalahnya.” (KHAERUDIN/KPS)