Kamis, 13 Mei 2010

RRI MENGUDARA DI TAKENGON - ACEH TENGAH


Takengon, Radio Republik Indonesia (RRI) mulai mengudara dari Takengon. Seluruh masyarakat Indonesia khusus masyarakat dataran tinggi Gayo dapat mendengarkan informasi langsung dari RRI Takengon dengan membuka frekwensi FM 93.00 MHz.

Acara perdana siaran RRI ditandai dengan penandatanganan prasasti kerja sama antara Dirut LPP RRI Pusat, Parni Hadi dengan Bupati Aceh Tengah Ir. H. Nasaruddin, MM di operation room Setdakab, Selasa (11/5).

Peresmian studio produksi RRI Takengon juga sebagai bentuk napak tilas Radio Rimba Raya (RR) sebagai radio perjuangan pada era kemerdekaan RI. Melalui pancaran RR diketahui bahwa Indonesia Raya masih ada hingga ke seluruh dunia.

"Hari ini kita buat sejarah di kota yang bersejarah. Dengan mengudaranya RRI, masyarakat Aceh Tengah ikut bangkit, maju dan berkembang," kata Dirut LPP RRI Parni Hadi.

Dia pengupas sejarah perjalanan RRI yang bergerilya dengan Panglima Besar Jenderal Sudirman hijrah dari Jakakarta ke Jogyakarta. Pejuang yang setia para petani dan tentara ikut menggotong alat radio RRI yang cukup berat. Penyiaran radio RRI dilakukan dari Karang Anyar yang ditangkap Radio RR kemudian disiarkan lagi hingga ke India dan akhirnya bisa terakses hingga ke seluruh dunia bahwa "Indonesia itu masih ada".

"RRI tidak boleh berhenti mengudara, aspirasi rakyat harus tersalurkan. Kendala seperti sering padam listrik di Takengon bisa ditangani dengan generator atau tenaga surya. Yang terpenting ada kerja sama," kata Parni Hadi.

Bupati Aceh Tengah, Ir. H. Nasaruddin menjelaskan, sejak 65 tahun yang lalu pernah dipancarkan merdeka atau mati dari Radio Rimba Raya.

"Saat frekwensi daerah lain mulai meredup, justru gaung semangat pahlawan untuk berjuang menggema dari Kampung Burni Bius di Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah. Dari bunker Radio Rimba Raya inilah opini dunia bahwa Negara Indonesia yang dikhabarkan oleh Belanda telah takluk justru masih ada," tegas Bupati Nasaruddin.

Semangat para pahlawan Republik Indonesia ini, membuat keganasan pasukan Belanda semakin ciut. Sehingga dampak penguasaan jajahan wilayah NKRI dari tentara Belanda dinyatakan gagal. Murka Belanda yang berupaya membungkam Radio Rimba Raya dengan pesawat pembomnya juga sia-sia. Radio Rimba Raya terus bergerilya masuk hutan ke luar hutan dengan pimpinan Mr. Safruddin Prawiranegara.

Gelombang FM

Dikatakan Nasaruddin, masyarakat Gayo sudah lama merindukan RRI dengan gelombang FM, selama ini hanya melalui gelombang AM yang terkadang tidak terpantau. Padahal masyarakat sangat haus informasi, jika pun ada hanya dari Radio BBC London. Berdirinya stasiun RRI Takengon ini menjadi kebanggaan masyarakat daerah penghasil kopi itu.

Di samping itu, Pemkab Aceh Tengah punya kehendak informasi pembangunan bisa sampai kepada masyarakat luas. Dengan hadirnya RRI semua sektor pembangunan seperti pertanian, perdagangan dan lainnya bisa tersampaikan, kata bupati.

Dia berharap agar RRI Takengon bisa bekerja sama dengan radio-radio swasta yang ada di daerah itu dan bisa mengantisipasi kendala listrik yang sering padam, sehingga RRI tetap bisa mengudara.

Usai pertemuan dengan para SKPD dan tokoh masyarakat serta dialog interaktif dengan masyarakat Aceh Tengah melalui siaran online, Dirut LPP RRI Parni Hadi melakukan kunjungan ke Bukit Pantan Terong tempat berdirinya tower RRI dan Bunker Radio Rimba Raya di kampung Burni Bius.(jd)