Jakarta - Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Jenderal Susno Duadji, Senin (10/5), ditangkap oleh petugas dari Mabes Polri. Ia disangka menerima suap terkait kasus mafia hukum dalam penanganan kasus penangkaran ikan arwana PT Salmah Arwana Lestari di Rumbai, Riau.
Koordinator tim penasihat hukum Susno, Henry Yosodiningrat, menjelaskan, Susno ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan menerima suap Rp 500 juta untuk membantu penanganan perkara penangkaran ikan arwana PT Salmah Arwana Lestari (SAL). Sangkaan itu berdasarkan keterangan saksi, antara lain Sjahril Djohan, pengacara Haposan Hutagalung, dan Ajun Komisaris Besar Syamsu Rizal. Sjahril dan Haposan adalah tersangka dalam kasus perpajakan terkait mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus HP Tambunan.
Terima suap
Susno ditetapkan sebagai tersangka setelah diperiksa sebagai saksi untuk pertama kalinya terkait kasus PT SAL. Surat penangkapan terhadap Susno dikeluarkan pada Senin petang.
Dugaan mafia hukum dalam perkara dugaan penggelapan di PT SAL, menurut Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang, berupa dugaan penyuapan terhadap Susno. Penyidik menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan Susno sebagai tersangka.
Namun, Edward tidak menyebutkan alat bukti itu. Ia enggan pula menjelaskan saksi yang diperiksa dalam perkara mafia hukum terkait PT SAL karena untuk kepentingan penyidikan.
Menurut Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Zainuri Lubis, setelah 1 x 24 jam polisi mengeluarkan surat penangkapan, surat penahanan baru dikeluarkan. Dalam pemeriksaan sejak pukul 10.00, penyidik mengajukan 34 pertanyaan kepada Susno terkait dengan penanganan kasus PT SAL tahun 2008.
”Sekitar pukul 17.00, pemeriksaan selesai. Pak Susno lalu mengecek satu per satu sebelum menandatangani BAP (berkas acara pemeriksaan). Penyidik lalu menyampaikan perintah penangkapan,” ujar M Assegaf, seorang pengacara Susno.
Menurut Assegaf, penangkapan itu tak akan mengubah sikap Susno untuk membongkar kasus mafia lainnya di tubuh Polri. ”Sudah kepalang tanggung. Pak Susno tak akan mundur. Masih banyak amunisi. Masih akan bernyanyi,” kata Assegaf.
Awal mula
Dugaan mafia hukum dalam penanganan pidana penggelapan di PT SAL bermula dari penuturan Susno kepada Komisi III (Bidang Hukum) DPR pada awal April 2010. Susno menuturkan, mafia hukum tidak hanya dalam kasus pajak Gayus, tetapi juga dalam kasus PT SAL. Modusnya adalah mengubah kasus yang sebenarnya perdata menjadi pidana. Ia menyebut soal Mr X (belakangan diketahui sebagai Sjahril Djohan) dan seorang purnawirawan jenderal polisi berbintang tiga yang diduga terlibat.
Perkara PT SAL ditangani polisi sejak Maret 2008 atas laporan Ho Kian Huat, warga negara Singapura yang juga sempat memiliki saham di perusahaan itu. Pemilik lain PT SAL adalah pengusaha lokal Riau, Anwar Salmah.
Setelah pecah kongsi, Ho yang merasa ditipu melaporkan dugaan penggelapan yang dilakukan Anwar. Anwar balik melaporkan Ho dengan tuduhan pencemaran nama baik. Pengacara Ho adalah Haposan Hutagalung.
”Menurut Pak Susno, perkara itu sebenarnya perdata, tetapi lalu dijadikan pidana. Tidak mungkin kalau terlibat, Pak Susno malah mengungkap. Ada petinggi Mabes Polri yang punya saham di perusahaan itu. Tidak mungkin berani Pak Susno macam-macam saat kasusnya ditangani Bareskrim,” papar Assegaf.
Sebelumnya juga beredar dokumen mirip BAP yang berisi pemeriksaan terhadap Sjahril Djohan. Dalam dokumen itu termuat pengakuan Sjahril yang pernah berusaha menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Susno di rumahnya. Mabes Polri membantah keaslian dokumen itu.
Selain itu, pada sidang kode etik terbuka, salah satu tersangka kasus Gayus, Komisaris Arafat, berdasarkan pertanyaan hakim, juga menyebut Susno. Menurut Arafat, pembukaan blokir rekening Gayus sebesar Rp 25 miliar dilakukan berdasarkan disposisi Susno. Hal itu dibantah Susno.
”Kotak pandora” polisi
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menyesalkan penangkapan Susno. Seharusnya petinggi Polri yang diduga terlibat mafia kasus juga ditangkap.
Didi menilai Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri melakukan diskriminasi dalam penindakan. Sebab itu, lebih baik Susno membongkar kasus mafia hukum yang melibatkan petinggi polisi lainnya.
”Inilah saatnya membuka kotak pandora Polri. Bongkar dan bersihkan polisi,” kata Didi.
Secara terpisah, penasihat Indonesia Police Watch, Johnson Panjaitan, dan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengingatkan, penangkapan Susno menjadi pertaruhan dan ujian bagi Polri. Polri dituntut mampu dan berani mengusut kasus mafia hukum yang diduga melibatkan penegak hukum. Masyarakat perlu mengawasi sejauh mana praktik mafia hukum dapat ditangani Polri.
Johnson menambahkan, praktik mafia hukum jelas ada karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. ”Sayangnya, satgas tak dapat bekerja secara projustitia dan berbuat banyak,” katanya.
Bambang mengakui bahwa kini belum terlihat penangkapan Susno adalah untuk membungkam upaya membongkar mafia hukum.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan, berharap penangkapan terhadap Susno diperhitungkan secara matang oleh Kepala Polri. Penangkapan itu bisa memperburuk citra polisi.
Di Samarinda, Kalimantan Timur, Kepala Polri menginstruksikan Bareskrim Polri menelusuri rekening Rp 95 miliar yang dikabarkan milik seorang inspektur jenderal polisi.(sf/bro/fer/tra/kps)
Media Komunikasi -- berita dan kebijakan persyarikatan -- Guna Meningkatkan Syiar Organisasi
Selasa, 11 Mei 2010
SUSNO DISANGKA TERIMA SUAP, AKHIRNYA DITANGKAP
Label:
Info Berita