Kamis, 18 Februari 2010

Alkohol Tradisional Menjadi Bahan Bakar


Jakarta - Hasil penyulingan alkohol secara tradisional yang banyak disalahgunakan sebagai minuman yang memabukkan, sekarang bisa diubah menjadi bahan bakar nabati yang bisa digunakan langsung.

Hasil riset menunjukkan, bioetanol sebagai bahan bakar ramah lingkungan itu dapat digunakan langsung untuk sepeda motor dan generator listrik, tetapi masih dibutuhkan rekayasa lebih dahulu pada mesin yang akan digerakkan.

”Secara tradisional, di tengah masyarakat sudah banyak yang mampu mengolah bioetanol dengan kadar tengah berkisar 80 persen. Biasanya, untuk dijadikan bahan bakar nabati itu ditingkatkan lagi menjadi di atas 95 persen melalui satu tahap berikutnya yang memakan biaya lebih mahal,” kata Dr Ing Puji Untoro, periset Rekayasa Material pada Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Rabu (17/2) di Jakarta.

Rekayasa mesin dilakukan dengan menambahkan suatu komponen yang disebut reaktor plasma. Reaktor ini terbuat dari tabung atau silinder baja berukuran kecil sebagai komponen pembentuk gas awal sebelum masuk ruang pembakaran.

Menurut Puji Untoro, di dalam reaktor plasma itu terjadi pemutaran bahan bakar nabati pada frekuensi ultrasonik. Proses inilah yang memungkinkan dihasilkannya gas dari bioetanol kadar tengah yang dapat terbakar sempurna.

”Riset berikutnya, diproyeksikan agar hasil itu bisa untuk bioetanol dengan kadar lebih rendah lagi, sampai 60 persen,” kata Puji.

Rekayasa ini berdasarkan gagasan dari Sulaiman Budi Sunarto, inovator dari PT Agro Makmur, Karanganyar, Jawa Tengah. Budi selama ini mengembangkan rekayasa sumber energi dari sumber daya pedesaan, satu di antaranya pengembangan produksi bioetanol dari singkong yang dimanfaatkan untuk bahan bakar nabati.

”Selama ini, dari hasil penyulingan dengan kadar 80 persen memang tidak bisa langsung digunakan untuk bahan bakar mesin sepeda motor. Tetapi, dengan rekayasa memperbesar ruang pembakaran, akhirnya bisa,” kata Budi.

Dia mengacu pada peristiwa kebakaran besar yang diguyur dengan air sedikit, misalnya seember. Menurut Budi, setelah air itu diguyurkan justru memperbesar kobaran api.

Begitu pula di dalam pembakaran mesin, ketika terdapat unsur air 20 persen di dalam bioetanol, dapat memadamkan pembakaran yang relatif kecil. Supaya tidak padam, menurut Budi, ditingkatkan ruang pembakarannya.

Budi mengakui, hasil uji coba tekniknya itu sudah berhasil dilakukan baru-baru ini di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong. Beberapa investor swasta telah siap mendukung produksi massal komponen yang dibutuhkan. (NAW/kps)