Selasa, 02 Februari 2010

NU dan Muhammadiyah Tolak Uji Materi UU Penistaan Agama


JAKARTA - Isu penistaan agama masih menjadi topik yang potensial memicu konflik di tanah air. Berangkat dari kekhawatiran itu, dua ormas agama terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, kompak menolak pengajuan judicial review (uji materi) undang-undang mengenai penistaan atau penodaan agama di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi menegaskan, peraturan mengenai penistaan dan atau penodaan agama harus dipertahankan. Karena itu, permintaan agar undang-undang dicabut atas nama demokrasi tidak tepat. ''Kami berharap MK menolak uji materi undang-undang itu,'' ujar Hasyim setelah membuka Rakernas I Majelis Alumni Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama di Jakarta kemarin (31/1).

Menurut Hasyim, pengubahan Peraturan Presiden No 1/PNPS/1965 yang sudah diundangkan melalui UU No 5/1969 itu berpotensi memicu konflik bagi kehidupan beragama di Indonesia. Uji materi terhadap UU tersebut diajukan sejumlah LSM yang tergabung dalam kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB).

Tanpa peraturan itu, lanjut dia, yang terjadi adalah anarki. Di satu sisi, orang bisa berbuat sesukanya membuat agama atau aliran kepercayaan sesuai selera. Di sisi lain, masyarakat yang tidak terima akan berbuat sesukanya untuk melakukan penghakiman. ''Kalau tidak ada cantolan hukum, masyarakat bukannya diam, tetapi justru akan anarki. Kalau ada hukum, hal itu bisa direm,'' katanya.

Hasyim menegaskan, penodaan agama merupakan agresi moral yang justru merusak agama. ''Jadi, harus dibedakan antara demokrasi dan agresi moral,'' jelas penyandang gelar doktor honoris causa bidang peradaban Islam tersebut. Dia mengatakan, UUD 1945 memang menjamin kebebasan beragama. Namun, hal itu harus dimaknai sebagai bebas memilih dan menjalankan agama yang diakui dan sah menurut undang-undang. (zul/oki)