Kamis, 25 Februari 2010

Layanan Kesehatan: Pengaturan tentang Obat Tidak Tegas


Jakarta - Pemerintah belum tegas dalam mengendalikan soal obat. Padahal, obat merupakan komoditas khusus dan masyarakat sangat membutuhkan perlindungan pemerintah agar tidak menjadi ”bulan-bulanan” industri.

Pengamat kesehatan, yang juga mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Kartono Mohamad, Rabu (24/2), mengatakan, perlu ada kebijakan obat nasional. Kebijakan itu harus jelas dan cakupannya mulai dari jenis, proses pembuatan, pemasaran, hingga harga. ”Indonesia sangat liberal soal kesehatan sehingga tidak ada pengendalian,” ujarnya.

Peraturan Menteri Kesehatan soal kewajiban menulis resep generik di fasilitas kesehatan pemerintah merupakan niat baik. Namun, tidak dapat dijamin implementasinya. Otonomi daerah, misalnya, tidak menjamin kepatuhan rumah sakit dan dokter yang berada di kewenangan pemerintah daerah. Selain itu, peraturan tersebut lemah kontrol dan sanksinya.

”Perlu peraturan yang lebih luas, kuat, dan komprehensif untuk mengatur soal obat sehingga semua pihak yang terkait berkewajiban memenuhinya,” tuturnya.

Penulis buku Mendapatkan Harga Obat yang Wajar di Indonesia, Mangku Sitepoe, mengatakan, persoalan terjadi untuk obat etikal (dengan resep dokter). Sekitar 60 persen merupakan obat etikal dan selebihnya over the counter (obat bebas). ”Persoalan lebih karena tidak seimbangnya relasi dokter dan pasien. Ada oknum dokter yang lebih mementingkan keuntungan ketimbang berperan sebagai pelaku sosial,” ujarnya.

Farmakolog dari Universitas Indonesia, Rianto Setiabudy, mengungkapkan, peran pemerintah perlu lebih besar, antara lain dalam mempromosikan obat generik. ”Sulit mengandalkan perusahaan farmasi mempromosikan obat generik. Jika dipromosikan, tentu ada biaya tambahan dan harga

ikut naik. Perusahaan farmasi sudah tentu berkonsentrasi mempromosikan obat merek mereka,” ujarnya.

Tingkatkan komunikasi

Secara terpisah, Direktur Jenderal Bina Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Sri Indrawaty mengatakan, pemerintah akan terus berkomunikasi dengan asosiasi perusahaan farmasi mengenai bagaimana caranya agar harga obat bermerek terkendali. Misalnya saja, yang mengendalikan harga asosiasi karena pemerintah tidak punya kewenangan supaya harga generik bermerek dapat dikendalikan. ”Pemerintah ada kesepakatan dengan asosiasi, tetapi baru sebatas untuk pengadaan obat pemerintah dan itu baru item tertentu,” kata Sri.

Menteri Perindustrian Mohammad S Hidayat mengatakan, harga obat sekarang mengikuti harga pasar. Semestinya ada aturan khusus terhadap harga obat agar mencapai asas keterjangkauan bagi masyarakat.

Menurut dia, sejak dulu proses investasi industri farmasi sangat bermasalah dalam aspek daftar negatif investasi. Aturan industri ini lebih berada di bawah Kementerian Kesehatan. Pihaknya sudah meminta sektor ini dikembalikan ke Kementerian Perindustrian. Hanya substansi obatnya yang mendapatkan aturan dari Kementerian Kesehatan.(INE/OSA)