Sabtu, 20 Februari 2010

Setelah 112 Tahun, Badak Sumatera Hamil


JAKARTA - Walaupun kelahiran anak Ratu—badak berusia 9 tahun berbobot sekitar 525 kilogram—diperkirakan bulan Mei 2011, berita kehamilan badak sumatera atau Dicerorhinus sumatrensis dari sebuah desa di pinggiran Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung, itu sudah mendunia dan disambut sukacita para penggiat konservasi. Kehamilan Ratu adalah yang pertama di Indonesia setelah lebih dari 112 tahun.

”Keberhasilan Ratu mengandung bayi merupakan hasil kombinasi dari ilmu pengetahuan yang baik, kerja sama internasional, antara LSM dan beberapa kebun binatang, serta waktu yang tepat serta ketelatenan para personel di tempat penangkaran,” kata Darori, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Jumat (19/2) di Jakarta.

Pejantan badak sumatera yang menghamili Ratu adalah Andalas, juga 9 tahun, berbobot sekitar 765 kg. Andalas lahir 2001 di Cincinnati Zoo, Amerika Serikat, dari perkawinan badak sumatera jantan, Ipuh, dan badak betina, Emi. Pada Februari 2007, Andalas dikirim ke Indonesia dari Los Angeles Zoo, AS, dan ditempatkan di Suaka Rhino Sumatera, Taman Nasional Way Kambas, Lampung.

Andalas adalah anak pertama dari 3 bersaudara dan anak badak pertama dari penangkaran badak sepanjang lebih dari 112 tahun.

Menurut dia, mengandungnya badak sumatera yang pertama ini telah melalui proses panjang dan bukan kejadian yang biasa. Darori melukiskan, dari 38 kali perkawinan, belum terjadi fetus. Ketika ada fetus, 4 kali keguguran. Tanggal 22 Desember 2009 dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) pada Ratu, tidak ditemukan tanda-tanda kehamilan.

Dokter hewan Andriansyah yang menangani Ratu mengatakan, 29 Januari 2010, saat USG terlihat ada kantong embrio pada uterus kanan Ratu. Pada USG 16 Februari 2010 ditemukan gambar kantong embrio berukuran sekitar 20 mm x 24 mm disertai fetus dan tali pusar yang berkembang, Ratu dinyatakan bunting,” ujarnya.

Ketua Yayasan Badak Indonesia Widodo Ramono mengatakan, keberhasilan ini juga akan membuka kemungkinan pembuatan suatu model program yang sama terhadap badak jawa, yang populasinya diperkirakan sekitar 50 ekor di Taman Nasional Ujung Kulon. (NAL)