Selasa, 16 Maret 2010

Fatwa Haram Merokok tidak ada kaitannya dengan Kerjasama Luar Negeri


Jakarta - Dr Sudibyo Markus selaku Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan menyatakan, bahwa tidak ada hubungan antara fatwa haram merokok yang dikeluarkan oleh Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, dengan berbagai kerjasama luar negeri yang dilaksanakan oleh Majlis Kesehatan & Kesejahteraan Masyarakat (MKKM). Hal tersebut diungkap dalam Konfrensipers yang diadakan di Kantor Dakwah Muhammadiyah Jakarta, Jl. Menteng Raya No 62 Jakarta Pusat pada (14/03/2010).

Kemudian, Dr. Sudibyo menjelaskan bahwa Fatwa haram merokok yang dikeluarkan oleh Majlis Tarjih danTajdid dikeluarkan, dalam rangka merevisi fatwa Majlis Tarjid tahun 2005 , yang menyatakan bahwa merokok hukumnya mubah, boleh dikerjakan, tapi ditinggalkan lebih baik. Namun dengan semakin terbukanya informasi mengenai dampak buruk merokok dibidang kesehatan, sosial dan ekonomi, terlebih bagi keluarga miskin, serta memperhatikan beberapa ketentuan hukum positif tentang diperlukannya lingkungan dan perilaku hidup sehat bagi masyarakat, apalagi ketentuan UU No. 39 Tahun 2009 pasal 113, bahwa tembakau mengandung zat adiktif, maka Majlis Tarjih dan Tajdid merasakan perlunya merevisi ketentuan lama tersebut.

Selain itu, satu landasan syari’ah diperlukan bagi Muhammadiyah, mengingat pada tanggal 3-8 Juli 2010 yang akan datang Muhammadiyah akan menggelar Muktamar yang ke-46, yang oleh Panitia direncanakan sebagai Muktamar tanpa asap rokok dan sponsor rokok. Muktamar tersebut yang akan dihadiri oleh sekitar 5000 peserta serta ratusan ribu peninjau dan penggembira akan diselenggarakan di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang sejak 4 tahun yang lalu sudah menyatakan diri sebagai kampus bebas asap rokok. Sehingga Majlis Tarjih dan Tajdid merasa perlu menyiapkan landasan syariah bagi pengetrapan Muktamar bebas asap rokok dan sponsor rokok tersebut. Bahkan Panitia juga akan menyiapkan sejumlah ”relawan syari’ah” untuk memantau pelaksanaan ketentuan tsb.

Sementara itu, dalam rangka peningkatan program-programnya dibidang kesehatan, Majlis Kesehatan & Kesejahteraan Masyarakat (MKKM) PP Muhammadiyah, banyak menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai sumber luar negeri, seperti dengan USAID dan WHO di bidang penanganan ancaman wabah flu burung, dengan AusAID, The Asian Foundation (TAF) dan World Vision International (WVI) dalam manajemen penanggulangan bencana, dengan UNICEF dalam perlindungan anak, dengan The Global Fund Geneva dalam penanggulangan malaria dan tuberkulosa, dan dengan The International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (The Union) di Paris dalam pengendalian dampak tembakau. Disamping itu Muhammadiyah juga terlibat dalam Global Humanitarian Platform di Geneva, yang merupakan jaringan kemitraan yang terdiri atas 40 Badan-Badan PBB serta LSM Kemanusiaan Internasional. Selama ini tak pernah ada masalah dengan segala bantuan hibah tersebut, kenapa kini tiba-tiba hibah untuk pengendalian tembakau dipermasalahkan?

Kerjasama MKKM PP Muhammadiyah dengan The Union (Paris) dalam pengendalian dampak tembakau ini, saling mendukung dengan kerjasama MKKM dengan The Global Fund dalam penanggulangan penyakit tuberkulosa dan berbagai penyakit paru, karena tanpa lingkungan hidup yang sehat, mustahil penyakit paru bisa dikendalikan. Kegiatan pengendalian dampak tembakau bekerjasama dengan The Union ini meliputi pengembangan komitmen oleh seluruh jaringan lembaga kesehatan Muhammadiyah dalam pengembangan perilaku dan lingkungan hidup sehat, serta pengembangan jaringan kerjasama interfaith atau kerjasama antar lembaga-lembaga keagamaan Muslim dan non-Muslim, maupun dengan segenap pegiat pengendalian tembakau lain yang bergabung dalam Indonesian Tobacco Control Network atau ITCN.

Seterusnya juga akan melakukan advokasi bagi pengendalian dampak tembakau di hilir atau demand side, yaitu untuk mengurangi dampak paparan asap rokok terhadap warga non-perokok, serta melindungi generasi muda dari kampanye industri rokok internasional yang semakin tak terkendali dewasa ini. Untuk itu kegiatan ini juga melakukan advokasi bagi dikeluarkannya berbagai ketentuan perundang-undangan baru sebagai amanat Undang-Undang, sejak UUD 1945, UU HAM No. 39 Tahun 1999, serta turunan dari UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang tembakau sebagai zat adiktif.

Selanjutnya Sudibyo Markus juga menekankan, bahwa tidak ada masalah bagi Muhammadiyah melaksanakan berbagai bentuk kerjasama dengan luar negeri, seperti dengan The Union, The Global Fund dsb, sepanjang bantuan hibah tersebut disatu fihak benar-benar membawa manfaat bagi kemaslahatan masyarakat di bidang kesehatan, sosial dan ekonomi, apalagi bagi keluarga miskin, serta dilain fihak dilaksanakan sesuai dengan kode etik (code of conduct) internasional dalam kerjasama kemanusiaan, seperti akuntabilitas, netralitas dalam arti tak menjadi alat kepentingan politik tertentu, dan impartialitas dalam arti tak membeda-bedakan agama, suku, ras dsb.

Dari sisi akuntabilitas, pelaksanaan kerjasama ini disamping dipantau secara ketat oleh The Union, juga diaudit oleh auditor independen maupun LPPK, auditor interna Muhammadiyah. Kerjasama Muhammadiyah dalam pengendalian dampak tembakau bekerjasama dengan The Union dari Paris tersebut, memang amat sangat mendesak diperlukan pada saat ini, karena menghadapi kedaruratan paparan asap rokok serta merupakan amanat Undang-Undang. Bantuan hibah untuk pengendalian tembakau tersebut diberikan secara transparant kepada 15 negara low income country namun dengan konsumsi rokok tertinggi hingga memberikan beban ekonomi tinggi bagi masyarakat, terutama keluarga miskin.

Terlebih Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dan gerakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar, sesuai dengan ketentuan syariah agar kita selalu mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, serta untuk mencegah kebinasaan, maka usaha pengendalian dampak tembakau merupakan bagian dari amanah untuk beramar ma’ruf dan bernahi munkar tersebut.(Fan)