Rabu, 03 Maret 2010

KESEHATAN MASYARAKAT: KEBIJAKAN SOAL OBAT HARUS KOMPREHENSIF



Jakarta - Perluasan penggunaan obat generik tidak cukup hanya dengan mewajibkan dokter dan apoteker menggunakannya. Dibutuhkan kebijakan komprehensif agar masyarakat secara nyata mendapat obat dengan harga murah. Kebijakan itu berada di tangan Kementerian Kesehatan.

Hal itu dikemukakan Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Slamet Budiarto, di Jakarta, Selasa (2/3). Upaya komprehensif itu mulai dari sosialisasi obat generik, peresepan oleh dokter, penggunaan di rumah sakit, dan pengawasan.


Pencantuman generik
Slamet mengatakan, salah satu cara memasyarakatkan penggunaan obat generik ialah dengan mengharuskan pencantuman kata ”obat generik” dan bahan aktifnya pada kemasan semua obat yang tidak dilindungi paten. Hal itu untuk meluruskan persepsi tentang obat generik.

”Sering terjadi salah persepsi dalam masyarakat, yakni menganggap obat generik yang dijual dengan merek dagang sebagai obat paten. Padahal, semua obat yang sudah tidak dilindungi paten adalah obat generik. Hanya saja, ada generik yang dijual tanpa merek dagang dan ada yang diperdagangkan dengan nama dagang,” ujarnya. Obat generik bermerek dagang itulah yang rentang harganya sangat besar.

Kewajiban pencantuman kata ”obat generik” pada semua produk lepas paten sekaligus merupakan edukasi bagi masyarakat agar semakin berdaya dan mengetahui pilihan-pilihannya.

Selain itu, para dokter akan makin yakin dengan kualitas obat dengan adanya studi bio availabilitas (BA)/bio equivalensi (BE) obat yang dikeluarkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Studi BA/BE yang menguji apakah kadar obat dalam darah dan keefektifan klinisnya sama dengan obat sejenis akan mengusir keragu-raguan para dokter.

”Studi yang sudah ada harus dipublikasikan. Standar lainnya, seperti cara pembuatan obat yang baik, itu lebih kepada proses pembuatan,” ujarnya.

Bagi oknum dokter di fasilitas kesehatan pemerintah sendiri, peluang memanfaatkan tawaran dari perusahaan farmasi tak lepas dari keadilan tarif jasa medik.

Dia mencontohkan, saat ini tarif dokter di rumah sakit pemerintah berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 582/Menkes/SK/VI/1997 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah.

”Tarif dokter umum hanya Rp 3.000,” ujarnya.

Pihak IDI telah memperhitungkan standar jasa medik yang rasional di rumah sakit pemerintah, yakni Rp 20.000-Rp 30.000 per pasien untuk dokter umum dan dokter spesialis Rp 60.000-Rp 90.000 per pasien.

”Jika rasionalisasi tarif itu bisa diwujudkan, saya yakin dokter akan lebih mudah diarahkan meresepkan obat generik,” ujarnya.

Dia mengatakan, upaya itu perlu disertai pengawasan. Pengawasan penggunaan generik di rumah sakit, misalnya, dapat digandengkan dengan proses akreditasi rumah sakit. ”Kementerian Kesehatan yang melakukan akreditasi dapat memasukkan penggunaan obat generik sebagai syarat akreditasi,” ujarnya.

Ikatan Dokter Indonesia sendiri menyatakan siap mengawasi para dokter agar memakai obat generik dengan melakukan audit medik bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan. (INE/kps)