Minggu, 14 Maret 2010

Syafi'i Ma'arif Dukung Fatwa Haram Rokok



VIVAnews - Mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafi'i Ma'arif setuju dengan fatwa haram rokok yang dikeluarkan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Sebab, efek negatif rokok bukan saja bagi perokok tapi juga kesehatan orang sekitarnya.

"Saya setuju, walaupun tidak mudah dilaksanakan," katanya kepada VIVAnews, semalam.

Larangan merokok, kata Syafi’i, sudah lama dilakukan. Namun, pelaksanaannya terkendala akibat terlalu banyaknya perokok dan mereka sudah menganggapnya hal biasa.

"Harus dipertimbangkan juga buruh pabrik rokok, petani tembakau dan lain-lain," katanya.

Menurut dia, meski sulit dilaksanakan, fatwa tersebut layak diikuti. Dengan catatan, masyarakat diberi pelajaran dan pengertian kebaikan di balik larangan merokok.

Muhammadiyah memfatwakan rokok haram dalam kesepakatan yang dijalin di Yogyakarta 8 Maret 2010. Sebelumnya Muhammadiyah selama bertahun-tahun berfatwa rokok hukumnya mubah atau dibolehkan.

Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Majelis Tarjih, Yunahar Ilyas, mengakui fatwa susah dilaksanankan. Sebab itu, di dalam naskah fatwa tarjih itu dibedakan status hukum dan pelaksanaan.

"Status hukum jelas haram, tapi dalam pelaksanaan bertahap, tidak serta merta sekaligus," ujarnya.

Bersamaan dengan itu, kata Yunahar, petani tembakau bisa mencari alternatif. "Fatwa ini ditetapkan dengan mengingat prinsip at-tadriij (berangsur), at-taisiir (kemudahan), dan ‘adam al-kharaj (tidak mempersulit)," ujarnya.

Yunahar menuturkan banyak perokok ingin berhenti tetapi kesulitan karena sudah kecanduan. Sebab itu, rumah sakit di bawah naungan Muhammadiyah akan membuka klinik terapi berhenti merokok. "Ada metodenya," kata dia.

Dia mencontohkan metode berhenti itu antara lain rokok diganti dengan permen khusus atau rokok palsu. "Zat beracunnya yang berbahaya dihilangkan, di rokok itu yang ada nikotin saja. Mengonsumsi itu sampai benar-benar bisa berhenti," katanya.

FATWA HARAM MEROKOK


Muhammadiyah memfatwakan rokok haram dalam kesepakatan yang dijalin di Yogyakarta 8 Maret 2010. Sebelumnya Muhammadiyah selama bertahun-tahun berfatwa rokok hukumnya mubah atau dibolehkan.

"Muhammadiyah pernah fatwa mubah," kata salah satu Ketua Muhammadiyah, Yunahar Ilyas. "Kami pelajari lagi dari berbagai narasumber dari pihak kesehatan dan ekonomi. Kami bahas kembali dan kami fatwakan mudarat kesehatan," ujarnya dalam jumpa pers di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa 9 Maret 2010.

Yunahar menjelaskan, dalam Alquran disebutkan, "jangan kamu dengan sengaja mati." Sementara rokok, kata Yunahar, masuk kategori bunuh diri pelan-pelan. "Perokok itu merusak diri dan orang lain termasuk khabais kotoran dan tidak baik. Mubazir. Fakta kesehatan dan ekonomi haram," ujar Yunahar.

Perubahan fatwa ini, kata Yunahar, karena dulu Muhammadiyah kurang meneliti soal rokok ini. "Sekarang data-data yang kami dapat sudah lengkap dan orang-orangnyapun masih yang lama," katanya.

Koordinator Lembaga Penanggulangan Masalah Merokok (LM3) Fuad Baradja mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbesar nomor ketiga di dunia. "Indonesia berada di bawah China dan India," kata Fuad dalam acara Kampanye Penyuluhan Kawasan Dilarang Merokok di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Senin, 21 Desember 2009.

Ia menuturkan, seperti yang dilansir laman menkokesra, hal tersebut mengherankan karena Indonesia sebenarnya bukanlah negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga di dunia. Jumlah penduduk Indonesia masih kalah dengan jumlah penduduk Amerika Serikat, tetapi lebih banyak perokok di Tanah Air dibandingkan di negara Amerika Serikat. Fuad juga memaparkan, sebanyak 48 persen perokok di kawasan ASEAN atau Asia Tenggara terdapat di Indonesia.

Secara global, ujar dia, pada tahun 2008 terdapat enam juta kematian akibat rokok dan jumlah tersebut akan meningkat menjadi 10 juta kematian pada tahun 2030. "Sebanyak 70 persen dari kematian akibat rokok berada di negara-negara berkembang," katanya.

Menurut dia, orang masih banyak yang tidak peduli terhadap bahaya rokok karena efek merusak dari rokok didapat bukanlah dalam jangka pendek tetapi dalam jangka panjang yaitu sekitar 20 hingga 50 tahun.