Minggu, 14 Maret 2010

SEKOLAH TAK BERIJAZAH


Edhi Sunarso putus sekolah saat duduk di kelas V sekolah rendah. Ia memilih bergabung dengan pasukan pejuang di sekitar wilayah Subang, Jawa Barat. Bahkan, pada usia tak lebih dari 13 tahun, Edhi sudah menjadi komandan pasukan sabotase di enam wilayah, Pemanukan, Pegaden Baru, Subang, Kalijati, Segalaherang, dan Purwakarta.

”Tahun 1946 saya ditangkap Belanda, ditahan di berbagai markas sampai akhirnya masuk penjara Kebon Baru, Bandung, selama tiga setengah tahun,” tutur pematung yang menjadi pelopor penggunaan cor perunggu di Indonesia ini, akhir Januari 2010 di Yogyakarta.

Ketika di dalam penjara, Edhi mulai belajar menggambar dari para tahanan politik. ”Mulanya untuk mengisi waktu, tetapi kelak ternyata di situlah hidup saya,” katanya. Ia kemudian terlunta-lunta dalam perjalanan menuju Yogyakarta dengan maksud mencari induk pasukannya dan bertemu kembali dengan keluarga.

Di Yogyakarta ia justru bertemu dengan sekelompok siswa yang sedang belajar melukis di luar kelas. Diam-diam Edhi menyusup, tetapi seorang guru memergokinya. Bukan diusir, ia malah diterima sebagai siswa pendengar di ASRI Yogyakarta atas usulan pelukis Hendra Gunawan. Karena tidak memiliki selembar ijazah pun, Edhi kemudian diminta untuk mengikuti berbagai pelajaran penyetaraan agar ia bisa diterima penuh sebagai siswa ASRI.

Perjalanan Edhi sebagai seniman baru saja dimulai. Ia bertemu dengan pelukis-pelukis yang kelak mewarnai perjalanan seni rupa Indonesia, seperti Affandi, Hendra Gunawan, Trubus, CY Ali, Sucahyoso, Ali Basa, dan Rustam Aji. ”Saya lalu ikut mereka dalam perkumpulan Pelukis Rakyat,” tutur Edhi. Dan, proyek pengerjaan monumen pertamanya terjadi tahun 1952 saat disertakan dalam tim Pelukis Rakyat untuk mengerjakan Tugu Muda Semarang. Proyek ini pula yang membawa Edhi berkenalan dengan Bung Karno.

Saat Tugu Muda Semarang diresmikan tahun 1953, Bung Karno secara khusus memberikan selamat kepada Edhi. Edhi tak habis pikir, mengapa harus dirinya yang mendapatkan selamat. ”Belakangan saya baru tahu, ternyata selamat itu diberi karena saya menjadi pemenang kedua kompetisi patung internasional di London,” kata Edhi.

Perkenalan dengan Presiden RI pertama itu yang kemudian membawanya menggarap berbagai monumen yang menjadi tonggak-tonggak perjuangan bangsa, sekaligus menancapkan nama Indonesia di kancah pengakuan internasional.

Di luar itu semua, karya-karya Edhi Sunarso, seperti Patung Selamat Datang, Patung Pembebasan Irian Barat, dan Patung Dirgantara, kini menjadi landmark kota. Karya-karya itu memendam sejarah yang setiap saat memendarkan atmosfer kebanggaan kepada seluruh warga kota. Termasuk memberikan kesan mendalam kepada para pengunjung kota Jakarta dari berbagai daerah dan negara…. (CAN/INU)