Senin, 15 Maret 2010

KADIN CEMASKAN FATWA MEROKOK YANG DIKELUARKAN PP MUHAMMADIYAH


JAKARTA(SI) – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mencemaskan fatwa haram rokok yang dikeluarkan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pekan lalu.

Mereka berharap fatwa itu ditelaah kembali secara objektif dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang melingkupi industri rokok. ”Jangan sampai fatwa haram itu mematikan industri rokok nasional karena banyak sekali tenaga kerja yang bergantung pada industri itu (rokok),” ujar Ketua Komite Tetap Industri Makanan Minuman dan Tembakau Kadin Indonesia Thomas Darmawan di Jakarta kemarin.

Dia mengungkapkan, jumlah tenaga kerja langsung yang terserap oleh pabrik rokok nasional pada 2008 hampir mencapai 600.000 orang.Mereka tersebar di industri rokok menengah ke atas sebanyak 304.964 orang, perusahaan kecil 185.826 orang, dan perusahaan skala rumah tangga 79.342 orang. Jumlah tenaga kerja yang terserap industri ini semakin besar apabila mempertimbangkan petani tembakau, petani cengkeh, dan para pengecer rokok.

Selama ini mereka menggantungkan hidupnya pada industri rokok. ”Para pengecer yang menjual rokok juga bisa merasakan dampak negatif apabila industri rokok nasional tutup.Padahal jumlahnya jutaan,”papar Thomas. Manajemen PT Gudang Garam Tbk Kediri akan meneliti pengaruh fatwa haram terhadap pasar rokok. Sejauh ini, menurut Kepala Bagian Humas Gudang Garam Yuli Rosiadi, perusahaan belum terpengaruh fatwa itu.

”Namun karena fatwa sifatnya masih baru, kita belum bisa melihat dampaknya. Karenanya kita akan ke lapangan melihat seberapa jauh dampaknya,”ujarYuli. Kendati demikian, dia menyesalkan fatwa haram rokok. Sebab apabila nantinya memang berdampak, fatwa itu akan memengaruhi nasib ribuan karyawan Gudang Garam. ”Ini yang saat ini kita pikirkan untuk pemecahannya, sebab dalam jangka panjang, tentu pengaruh itu akan semakin terlihat,”katanya.

Yuli berharap pemerintah pusat juga ikut turun tangan menyikapi permasalahan fatwa haram ini.Sebab,meski fatwa berlaku terbatas bagi kalangan tertentu, secara bisnis tetap akan berdampak terhadap industri rokok. ”Secara prinsip kami akan selalu taat dengan ketentuan pemerintah. Namun kami juga berharap pemerintah bisa memberikan solusi yang bijaksana dalam menyikapi polemik ini,”paparnya. Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan hukum rokok adalah makruh.

Namun, menurutnya, makruh bisa berubah hukumnya pada keadaan tertentu,semisal bagi orang yang mempunyai penyakit jantung atau penyakit lain yang apabila merokok bisa memperparah dan merugikan kesehatan. Suryadarma mengaku belum mempelajari fatwa haram rokok oleh Muhammadiyah.”Saya belum baca secara keseluruhan dan perlu Anda ketahui masalah fatwa di luar kewenangan Menteri Agama,” katanya.

Di bagian lain, Ketua PP Muhammadiyah Sudibyo Markus mengatakan, Majelis Tarjih Muhammadiyah selain mengeluarkan fatwa haram merokok juga mengharamkan seluruh aktivitas sosial industri rokok seperti memberikan bantuan dana sosial untuk masyarakat. ”Itu otomatis. Karena rokok itu haram, maka dana sosial dari perusahaan rokok juga haram,” kata Sudibyo di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, kemarin.

Menurut Sudibyo, keuntungan yang didapat perusahaan rokok selama ini berasal dari penderitaan masyarakat seperti anak-anak menjadi pencandu rokok dan masyarakat miskin yang rela mengeluarkan uang untuk membeli rokok. Padahal merokok adalah sesuatu yang tidak produktif. Terkait kemungkinan adanya sponsor perusahaan rokok untuk membiayai Muktamar Muhammadiyah pada 3–8 Juli 2010 di Yogyakarta mendatang, secara tegas Sudibyo mengaku tidak sepeser pun uang yang didapat berasal dari sumbangan perusahaan rokok.

”Saya berani pastikan muktamar nanti tidak akan menerima sponsor dari perusahaan rokok,”tegasnya. Bahkan muktamar nanti akan terbebas dari asap rokok. Nantinya, untuk menyukseskan gerakan bebas asap rokok ini, panitia akan membentuk polisi syariah yang bertugas mengawasi peserta. ”Fatwa itu dibuat juga dalam rangka menyiapkan landasan syariah bagi dilaksanakannya muktamar yang bebas dari asap rokok dan sponsor rokok,”katanya.

Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan,meskipun hukum rokok masih diperdebatkan antara makruh atau haram, kesimpulannya tetap saja merokok itu membahayakan.Karena itu gerakan antimerokok senapas dengan hukum agama.”Ke depan,bisa saja Muhammadiyah harus semakin menggencarkan kampanye bebas rokok,bahkan bisa menjadi sebuah gerakan sosial,”kata Haedar saat dihubungi kemarin. Sementara itu,Komnas Perlindungan Anak (PA) mendukung fatwa haram rokok.

Fatwa itu diharapkan bisa membantu melindungi anak-anak dari bahaya merokok. ”Kami dari Komnas Perlindungan Anak mendukung apa yang diputuskan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Fatwa itu patut dicatat dalam tinta emas karena melindungi anak dari bahaya asap rokok,” kata Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi.

Dia berharap fatwa haram rokok itu bisa membantu menyehatkan masyarakat Indonesia, terutama anak-anak. ”Dari 60 juta perokok, jumlah perokok anak sangat signifikan,mulai dari usia 5–9 tahun hingga usia 10–15 tahun. Mereka terpengaruh dengan iklan rokok di televisi dan iklan di luar ruangan,”ujarnya.

Pria yang akrab disapa Kak Seto ini mengungkapkan, fatwa haram rokok ini sejalan dengan Undang-Undang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan yang bertujuan melindungi anak. ”Hanya Indonesia, negara di Asia Tenggara, yang masih membolehkan tayangan iklan rokok di TV. Padahal 90% anak melihat tayangan TV dan terpengaruh iklan,”sesal Kak Seto. (sandra karina/nurul huda/solichan arif/ sundoyo hardi/agus joko/SI)