Selasa, 09 Maret 2010

JAKSA SEBUT 19 POLITISI PDI-P TERIMA ALIRAN DANA DARI MIRANDA GULTOM


Teks foto :SIDANG PERDANA: Terdakwa kasus suap dalam pemilihan calon Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom, Dudhie Makmun Murod, meninggalkan ruang sidang pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin

JAKARTA(SI) – Sebanyak 19 politisi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) disebut turut menerima suap dalam proses pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom.

Total uang suap yang diterima 19 politisi itu mencapai Rp9,8 miliar. Informasi ini terungkap dalam sidang dengan terdakwa anggota Komisi VI DPR dari FPDIP, Dudhie Makmun Murod.Dalam surat dakwaan jaksa disebutkan, uang suap itu diberikan agar para politisi menjatuhkan pilihan kepada Miranda. “Bahwa terdakwa Dudhie Makmun Murod, baik secara sendirisendiri atau bersama-sama dengan sejumlah politikus dari PDIP, pada Juni 2004 telah menerima pemberian uang senilai Rp9,8 miliar,” kata Koordinator Tim Jaksa Penuntut Umum dari KPK Mochamad Rum di Pengadilan Tipikor, Jakarta,kemarin.

Ke-19 anggota Komisi IX dari FPDIP yang disebut turut bersamasama menerima aliran dana antara lain terdakwa Dudhie Makmun Murod sebesar Rp500 juta,Panda Nababan Rp1,45 miliar, Sutanto Pranoto Rp600 juta, Williem M Tutuarima Rp500 juta, Agus Condro Prayitno Rp500 juta,Muh Iqbal Rp500 juta.Selanjutnya Budiningsih Rp500 juta, Poltak Sitorus Rp500 juta,Aberson Marle Sihaloho Rp500 juta,Rusman Lumbantoruan Rp500 juta,Max Moein Rp500 juta, Jeffrey Tongas Lumban Batu Rp500 juta, Engelina A Pattiasina Rp500 juta, Suratal HW Rp500 juta, Ni Luh Mariani Tirtasari Rp500 juta, Soewarno Rp500 juta, Matheos Pormes Rp350 juta, Sukardjo Hardjosoewirjo Rp200 juta, dan Izedrik Emir Moeis Rp200 juta.

Atas perbuatan itu, terdakwa Dudhie Makmun Murod diancam pidana sesuai Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) butir b Undang-Undang No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Kasus ini bermula saat terdakwa mengikuti rapat internal FPDIP yang diikuti seluruh anggota Komisi IX dari FPDIP pada Juni 2004.Rapat juga dihadiri oleh Tjahjo Kumolo selaku ketua fraksi dan Panda Nababan selaku sekretaris fraksi. Salah satu agenda pertemuan itu membahas pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.

Di dalam rapat Tjahjo Kumolo menyampaikan bahwa untuk pemilihan tersebut FPDIP akan mencalonkan dan mendukung Miranda Swaray Goeltom. Pada 8 Juni 2004 Miranda akhirnya terpilih menjadi deputi gubernur senior BI untuk periode 2004–2009. Sesaat setelah selesai acara pemilihan, terdakwa dihubungi sekretaris FPDIP untuk menemui seseorang yang bernama Ahmad Hakim Safari MJ alias Arie Malangjudo di Restoran Bebek Bali di Kompleks Taman Ria Senayan untuk menerima titipan dari Nunun Nurbaeti. Sesampai di restoran terdakwa menerima sebuah tas karton berlabel warna merah berisi cek perjalanan dalam amplop tertutup dari Ahmad HakimSafari sebagaimana arahan dari Nunun Nurbaeti.

Amplop itu berisi cek perjalanan senilai Rp9,8 miliar, kemudian dibagi-bagikan kepada anggota Komisi IX DPR dari FPDIP. “Terdakwa mengetahui bahwa pemberian cek perjalanan tersebut berkaitan dengan proses pemenangan Miranda sebagai deputi gubernur senior BI. Ini bertentangan dengan kewajiban terdakwa sebagai anggota Komisi IX DPR yang dilarang menerima imbalan dari pihak lain dalam menjalankan tugas,”kata Mochamad Rum. Menanggapi dakwaan itu terdakwa Dudhie Makmun Murod mengaku menerima dakwaan dari tim jaksa. Bahkan dia tidak mengajukan keberatan atas dakwaan tersebut. “Saya terima dakwaan itu dan saya juga tidak mengajukan eksepsi atau bantahan atas dakwaan JPU,”kata Dudhie.

Sementara itu, Ketua FPDIP periode 1999–2004 Tjahjo Kumolo mengaku bertanggung jawab atas proses pengambilan keputusan pemilihan Miranda.Meski begitu, dia membantah bahwa pemilihan itu didasarkan atas aliran dana ke fraksinya. “Soal uang saya tidak tahu dan saya juga tidak mau membangun opini.Biar KPK dan proses peradilan yang membuktikan,” ujarnya. Tjahjo menambahkan,arahan pimpinan fraksi terhadap seluruh anggota fraksi di komisi DPR merupakan mekanisme politik dalam proses pengambilan keputusan. Sementara itu, Wakil Ketua KPK M Jasin memastikan KPK tidak akan tebang pilih dalam membongkar dugaan penerimaan suap oleh sejumlah anggota DPR saat pemilihan Miranda. Jasin menekankan, akan ada tersangka baru jika dua alat bukti yang cukup sudah ditemukan. “Yang buktibuktinya cukup,proses hukumnya jalan terus,”jamin Jasin kemarin.

Harus Ditindaklanjuti

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti,Yenti Garnasih, mendesak KPK menindaklanjuti nama-nama yang disebut jaksa.Menurut dia,pengungkapan aliran dana itu menjadi pembuktian utama dalam pengungkapan kasus suap. “Penyebutan nama di pengadilan itu kan sudah menjadi dasar yang kuat.KPK jangan menunggu kasus ini divonis dulu, baru bergerak,” katanya kemarin. Tindak lanjut oleh KPK itu bisa dilakukan dengan mulai memanggil dan memeriksa nama-nama yang disebutkan.

Penyelidikan bisa segera dilakukan dengan menempatkan nama-nama itu sebagai saksi. Status sebagai saksi itu bisa ditingkatkan menjadi tersangka jika bukti-bukti dinilai cukup. “Kalau itu tidak dilakukan, KPK bisa kita sebut sebagai tebang pilih. Ini kan sudah jelas semua. Tinggal panggil saja, periksa.Tidak ada yang sulit,”katanya. (m purwadi/ rd kandi/helmi firdaus)