Jumat, 05 Maret 2010

TERKAIT KELOMPOK BERSENJATA: PERBATASAN SUMUT - NAD DIJAGA KETAT


MEDAN (SI) – Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) meningkatkan pengamanan di perbatasan Sumatera Utara (Sumut)-Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), menyusul adanya kelompok bersenjata yang diduga teroris di pegunungan Jalin, Kecamatan Jantho, Aceh Besar,NAD.

Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu) Inspektur Jenderal (Irjen) Oegroseno mengungkapkan, penambahan jumlah personel di perbatasan dilakukan sebagai langkah antisipasi masuknya jaringan t e r o r i s tersebut ke Sumut.“Karena Sumatera Utara berbatasan langsung dengan Aceh, kami akan menambah kehadiran polisi di daerah,” tuturnya seusai Farawell Parade atau upacara lepassambut di Lapangan Poldasu, Kamis (4/3). Oegroseno yang didampingi mantan Kapoldasu Irjen Pol Badrodin Haiti menambahkan, peningkatan kemampuan dan lebih mengefektifkan personel Intelijen dan Keamanan (Intelkam) turut dilakukan. Menurut dia, peran intelijen amat penting untuk mengamati suatu hal yang bisa menjadi ancaman.

“Selama ini selalu setiap ada kegiatan di tengah masyarakat baru intelijen aktif. Ini harus diubah dan kini semestinya mereka lebih aktif lagi,” ungkapnya. Sementara itu, Tim Detasemen Khusus (Densus) Anti Teror (AT) 88 Markas Besar (Mabes) Polri bersama Brigade Mobil (Brimob) Polda NAD menembak mati seorang pria bersenjata yang diduga teroris. Pria berinisial AB itu disergap ketika petugas melakukan penyisiran di Aceh Besar kemarin. Dari tangan tersangka polisi menyita satu pucuk senjata api (senpi) laras panjang berikut dengan magasin yang berisi peluru. “Satu orang dilumpuhkan karena melawan saat akan tangkap,” ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.

Dia menuturkan, saat penyisiran, AB yang merupakan penumpang bus langsung turun dan melarikan diri. Tak berapa lama kemudian terjadilah kontak senjata antara sekelompok pria bersenjata dan aparat kepolisian. Edward menuturkan, hingga kini sedikitnya 14 orang pria yang diduga kuat terlibat dalam jaringan teror Aceh ditangkap. Mereka berinisial Yz, Sas, Zn, Nr, Sa, Hl, Hb, Nk, Ak, Ds,Af, An, Hb, dan Ds. “Mereka ditangkap karena turut dalam kegiatan pelatihan. Satu orang di antara mereka ada seorang pelatih yang pernah ikut pelatihan di luar negeri,” ujarnya. Dari tangan para tersangka, Polri menyita empat pucuk senjata api laras panjang, 24 magasin lengkap dengan peluru, atribut militer,granat asap, rompi,tendatenda untuk pelatihan,dokumen, dan bahan peledak.

Menurut Edward, para teroris diketahui melakukan pelatihan militer tanpa izin, seperti latihan fisik, tempur, medan, penggunaan senjata dalam rangka persiapan, perencanaan untuk melakukan aksi teror. “Ada indikasi mereka akan melakukan teror,” ujarnya. Namun, Polri belum mengetahui pasti di mana para teroris Aceh itu akan melakukan aksinya. Karena itu, Polri hingga kini masih melakukan pengembangan dan pemeriksaan secara intensif. Mantan Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) ini menambahkan, mereka juga masih mendalami, apakah mereka masuk dalam jaringan Jamaah Islamiyah (JI) atau jaringan kelompok lainnya.

Termasuk, sumber anggaran dan fasilitas para teroris melakukan pelatihan militer. Sementara itu, untuk kepentingan penyidikan, seluruh tersangka yang ditangkap dalam waktu dekat akan dibawa ke Mabes Polri. “Mereka yang ditangkap akan dikenai Undang-Undang (UU) No 15/2003 tentang Terorisme,” tandasnya. Jenderal bintang dua tersebut juga menyatakan, selain memeriksa para tersangka, Polri masih terus mencari dan mengejar anggota jaringan teror Aceh, termasuk fasilitator pelatihan yang belum tertangkap.“Kami sudah mengantongi identitas para tersangka,” ungkapnya.

Saat ditanya apakah aksi tersebut terkait dengan rencana kedatangan Presiden Amerika Serikat Barack Obama,Edward mengaku tidak ada kaitannya dengan kunjungan kenegaraan tersebut. Edward juga menyatakan, jika para teroris yang tertangkap merupakan rekrutmen baru. Sebab, dari seluruh yang tertangkap tidak ada yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Informasi yang diperoleh harian Seputar Indonesia (SI) kemarin, seorang warga bernama Nurbahri, 60, warga Meunasah Tunong, Lamkabeue, Kecamatan Seulimum, Aceh Besar, tewas seketika setelah kepalanya tertembus peluru,saat terjadi penggerebekan di desanya.

Belum diketahui, apakah korban tewas karena terkena peluru nyasar dari teroris atau aparat keamanan saat terjadi baku tembak. Pengamat Intelijen Wawan Purwanto menyatakan belum dapat dipastikan, apakah jaringan teroris di Aceh merupakan anggota dari JI atau jaringan teroris baru. Sebab, latihan militer di daerah Aceh merupakan hal yang biasa terutama pada masa konflik. “Kami belum bisa memastikan kelompok mana karena masih menunggu hasil penyidikan,” pungkasnya.

Teroris Akan Beraksi di Selat Malaka

TNI Angkatan Laut (AL) memperketat pengamanan di sepanjang wilayah Indonesia di Selat Malaka, menyusul adanya peringatan Asosiasi Perkapalan Singapura (SSA) tentang indikasi serangan teroris terhadap kapalkapal tanker dan kargo di selat terpadat di dunia itu. ’’Pengamanan Selat Malaka, baik yang dilakukan Indonesia maupun dalam kerangka multilateral dengan Singapura dan Malaysia, sudah cukup ketat dengan adanya patroli terkoordinasi antara angkatan laut ketiga negara,’’ papar juru bicara TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Herry Setia Negara di Jakarta kemarin.

TNI AL telah menggelar unsur-unsur kekuatannya di wilayah barat Indonesia, termasuk di Selat Malaka, baik unsur Gugus Keamanan Laut (Guskamla) maupun Gugus Tempur Laut (Guspurla). ’’Dengan pengamanan yang ketat, indikasi adanya teror dapat diantisipasi lebih dini hingga menjadi tidak ada indikasi kejahatan laut di Selat Malaka, termasuk indikasi serangan teroris terhadap kapal-kapal tanker dan kargo yang melintas di selat sepanjang 500 mil tersebut,’’ ujarnya. Tak hanya itu, pengerahan unsur-unsur tempur TNI AL di wilayah barat Indonesia, termasuk Selat Malaka, juga selalu dikoordinasikan dengan unsurunsur tempur angkatan laut Singapura dan Malaysia.

Sebelumnya Wakil Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan, Indonesia telah berkoordinasi dalam kerangka patroli bersama terkoordinasi dengan Malaysia dan Singapura untuk mengamankan Selat Malaka. ’’Kerja sama tersebut selama ini telah membuahkan hasil maksimal. Tingkat kejahatan laut di Selat Malaka, termasuk terorisme, dapat diminimalkan hingga 70%,’’ tandasnya. Sebelumnya Asosiasi Perkapalan Singapura (SSA), seperti dikutip Reuters, kemarin, menyatakan, melihat indikasi serangan teroris terhadap kapal-kapal tanker di wilayah perairan Indonesia- Malaysia di Selat Malaka.

’’Tidak menutup kemungkinan adanya serangan terhadap kapal kargo ukuran besar,’’ tutur penasihat SSA. Angkatan Laut Singapura mengingatkan para operator pelayaran bahwa kelompok-kelompok itu mungkin menggunakan kapal-kapal yang lebih kecil, seperti kapal cepat dan sampan untuk menyerang kapal-kapal tangki. Para perompak dan perampok juga menggunakan kapal-kapal penangkap ikan yang kecil untuk naik ke kapal-kapal dalam serangan sebelumnya di Selat Malaka.

Lebih dari 30% perdagangan dunia dan separuh pengiriman minyak dunia melewati selat itu, yang terletak di perbatasan perairan Indonesia, Malaysia, dan Singapura. (haris dasril/sucipto/ant/SI)