SEPERTI biasa, saat musim hujan tiba, kota Medan sekitarnya mendapat persoalan klasik: banjir. Begitu hujan datang, semua jalan utama Medan tergenang.
Walau hujan cuma turun beberapa menit, jalan-jalan protokol -- termasuk jalan utama kota ini -- langsung tergenang air. Sangatlah memalukan melihat jalan-jalan besar di kota metropolitan ini berubah layaknya sungai dengan air yang mengalir deras.
Yang lebih memalukan peristiwa itu terjadi berulang-ulang setiap tahunnya. Ini tentu sangat aneh.
Kalau kita menunjuk jari mencari siapa yang bersalah dalam persoalan ini, tentu kita dengan mudah menyebutnya: pemerintah kota Medan!. Pemko Medan adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kegagalan penanganan banjir ini.
Melihat berulang-ulangnya banjir, kita bisa menilai ada dua hal yang terjadi. Pertama: Pemko Medan tidak serius atau tidak berupaya maksimal. Kedua: Pemko Medan tidak mampu.
Sangat wajar bila kita menuduh Pemko Medan tidak serius dalam menangani persoalan banjir ini. Karena tentu saja bila masalah ini ditangani dengan serius, banyak hal yang bisa diantisipasi mencegah peristiwa yang sama terulang. Sebagai kota besar dan masyarakat yang terdidik, Medan tentu memiliki sumber daya, baik modal maupun manusia, yang mampu menangani masalah air ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, di era penjabat walikota Medan Rahudman Harahap, sebenarnya kita telah melihat Pemko Medan berupaya menangani masalah ini dengan serius. Rahudman memperbaiki secara massal saluran-saluran air (parit) di seantero kota Medan dan sekitarnya, langkah yang akhirnya memberi nilai plus bagi Rahudman saat pilkada lalu.
Tapi proyek banjir Rahudman ini seakan hanya membuang garam di laut. Meski dana yang pasti begitu besar telah dikucurkan, banjir yang sama tetap menggenangi jalan jalan kota Medan.
Lalu apa yang kita perlukan dalam masalah banjir ini ?. Yang pasti tentu saja keseriusan pemko Medan yang lebih besar. Pemko Medan seharusnya menjadikan persoalan banjir ini sebagai agenda program kerja. Harus ada program yang berkesinambungan -- bukan hanya sibuk sesaat saat musim hujan tiba -- serta program yang memiliki target.
Pemko Medan harus melibatkan segenap aparatnya hingga ke level terbawah -- lurah / kepala desa -- untuk ikut serta dalam progam penanggulangan banjir ini. Contoh yang tepat bisa kita lihat saat kepemimpinan Walikota Abdillah yang memerintahkan setiap camat dan lurah untuk siaga terhadap banjir. Lurah diminta untuk bertangung jawab atas setiap peristiwa banjir di wilayahnya dan harus berada di lokasi saat banjir terjadi. Hukuman diberikan -- hingga tahap pemecatan -- bila banjir terus berulang. Kebijakan ini pantas untuk diberlakukan kembali.
Selain keseriusan, yang diperlukan dalam mengatasi banjir di Medan ini adalah pemko yang inovatif dan kreatif. Sangatlah naif bila pemko Medan menjadikan alasan keterbatasan dana sebagai biang keladi ketidakmampuan pemko dalam mengatasi banjir.
Pemko Medan bisa belajar dari program-program penanganan banjir yang dilakukan pihak lain di Indonesia maupun luar negeri. Proyek banjir DKI Jakarta, misalnya, yang membangun kanal-kanal banjir di sekeliling Jakarta, yang berbiaya besar, ternyata juga gagal mengatasi banjir Jakarta. Tapi banyak kota lain di Indonesia yang bebas banjir hanya dengan dana seadanya. Kreatif-lah dalam mengatasi banjir ini.
Jadi, sekali lagi yang diperlukan dalam penanganan banjir ini bukanlah dana yang tak terbatas, tapi keseriusan dan kreatifitas. Mudah-mudahan walikota Medan mendatang adalah figur yang serius dan kreatif (tanjuk hr analisa)
Media Komunikasi -- berita dan kebijakan persyarikatan -- Guna Meningkatkan Syiar Organisasi
Kamis, 10 Juni 2010
BANJIR (LAGI)
Label:
Info Lingkungan