Selasa, 29 Juni 2010

Muhammadiyah Tidak Terkooptasi Dunia Politik


Menjelang penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah Satu Abad, jangan sampai Muhammadiyah menjadi obyek kekuatan politik manapun. Karena Muhammadiyah merupakan gerakan Islam dakwah amar makruf nahi munkar dan mengabdikan diri dalam pelayanan umat melalui amal usaha. Sejak awal, Muhammadiyah tidak memiliki keterkaitan dengan partai politik manapun.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Studi Muhammadiyah Universitas Muhammdiyah Yogyakarta, Asep Purnama Bahtiar, SAg, MSi, Senin (28/6), berkaitan dengan diadakannya diskusi publik “Kepemimpinan Muhammadiyah dan Kepentingan Partai Politik” di Asri Medical Center yang menghadirkan mantan Ketua PP Muhammadiyah serta Penasihat PP Muhammadiyah Periode 2005-2010, Prof. Dr. HM Amien Rais, pengamat politik UMY, Prof. Dr. Bambang Cipto, MA serta Sekretaris Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah.

Melalui diskusi publik itu, diharapkan dapat mengomunikasikan apa yang berkembang di kalangan masyarakat terkait dengan situasi politik yang terjadi saat ini maupun menjelang Muktamar. Meskipun tidak terkait dengan parpol mana pun, menurut Asep, Muhammdiyah tetap memberikan kebebasan kepada warganya untuk mengikuti parpol yang sesuai aspirasinya.

“Hal ini karena melihat berpolitik merupakan hak asasi setiap orang. Tetapi meskipun diberi kebebasan, jangan sampai kepentingan parpol masuk ke dalam organisasi,” urainya.
Lebih lanjut dikatakan Asep, parpol berkepentingan dengan ormas karena terkait dengan upaya mengenalkan parpolnya kepada anggota organisasi.

“Karena mereka melihat banyaknya anggota organisasi sehingga parpol bermaksud untuk menjual atau mengenalkan parpol mereka,” jelasnya.

Terkait dengan penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Yogyakarta, menurut Asep, perhatian publik terhadap Muhammadiyah juga semakin bertambah.
“Bagi sebagian kalangan, situasi menjelang suksesi kepemimpinan dalam ormas ini secara perlahan namun pasti mulai menunjukkan garis terang tentang keberpihakan di antara Pimpinan Daerah, Wilayah maupun Pusat. Terlebih di kalangan masyarakat, seringkali ada opini yang mengkaitkan antara situasi politik dengan segala sesuatu yang terjadi pada organisasi. Misalnya, dalam penyelenggaraan Muktamar ini, apakah ada kepentingan politik atau tidak?” tuturnya.

Sedangkan di sisi lain, banyak kalangan Muhammadiyah–yang enggan terlibat dalam politik praktis–menginginkan Muhammadiyah tetap di jalur awal sebagai gerakan Islam dakwah amar makruf nahi munkar.

“Selain itu mengabdikan diri dalam pelayanan umat melalui amal usaha. Karena jika sampai masuk ke dalam politik praktis, agenda dalam melayani umat, baik kesehatan pendidikan maupun yang lain dapat terbengkalai,” paparnya. (*)