Kamis, 10 Juni 2010

KALPATARU:MENCARI MUSUH ALAMI HAMA HINGGA YANG MENANAM POHON DI TANAH BERBATU


Pemenang anugerah lingkungan Kalpataru 2010 di antaranya para perintis lingkungan, yang secara individual berkiprah memperbaiki atau meningkatkan kualitas lingkungan.

Kami menyajikan kisah singkat mereka di bawah ini.

Kholifah (Pasuruan, Jawa Timur)

Perempuan petani ini menerima Kalpataru karena sukses merintis budi daya padi organik dengan mengurangi hama, khususnya hama penggerek batang dengan menggunakan musuh alaminya, parasit Trichogramma.

Kholifah sebelumnya belajar di Laboratorium Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman milik Departemen Pertanian di Pasuruan, untuk mempelajari metode ramah lingkungan ini. Setelah menguasainya, pada 1999 Kholifah merintis penggunaan parasit tersebut dan diterapkan di sawahnya seluas satu hektar.

”Sejak tahun 1999, saya merintis penggunaan parasit Trichogramma karena tidak berdampak pada lingkungan. Jadi, lebih aman,” ujar Kholifah, Selasa (8/6), seusai menerima Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta.

Kholifah terus menyebarkan cara-cara penggunaan musuh alami hama itu kepada empat kelompok tani dengan luas sawah puluhan hektar di Pasuruan. Dia kini mampu mengembangbiakkan Trichogramma hingga mencapai 20.000 pias per tahun. Setiap satu pias bisa digunakan untuk beberapa hektar lahan.

Untuk menunjang produksi padi organik, Kholifah juga memproduksi 5.000 liter per tahun pupuk organik cair, 6 ton per tahun pupuk organik padat. Kholifah juga mengembangkan usaha tanaman hias dan produksi jamur antagonis.

Djohan Riduan Hasan (Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung)

Kawasan kritis bekas tambang timah banyak terbentang di Bangka Belitung. Sumbangsih Djohan sebagai pengusaha tambang timah sekaligus menjadi aktivis penanam pohon dikenal setelah berhasil merehabilitasi 640 hektar lahan kritis bekas tambang.

Djohan memperoleh penghargaan Kalpataru ini juga atas inisiatifnya mengembangkan pola tanam mixed farming, seperti model wanatani yang cukup luas mencapai 35 hektar di kawasan rehabilitasi.

Mateus Bere Bau (Belu, Nusa Tenggara Timur)

Pada saat berumur 19 tahun, tahun 1966, Mateus ditunjuk menjadi Kepala Desa Kewar, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Keprihatinannya adalah bahwa daerahnya menjadi pelanggan bencana banjir dan tanah longsor.

”Sejak itulah, saya bersama warga banyak menanam pohon di lahan-lahan kritis,” katanya.

Selama 35 tahun terakhir, usaha penanaman pohon di lahan berbatu dan kering di daerah berbatasan dengan Distrik Bobo Naro, Timor Leste yang dia lakukan mulai menampakkan hasil.

Pada awalnya, Mateus mengembangkan wanatani seluas 35 hektar. Penanaman terus dilakukan hingga kini berhasil menghutankan kembali kawasan seluas 1.600 hektar.

Untuk mempertahankan kelestarian hutan, sebagai Raja Kewar, Mateus pun mengaktifkan hukum adat dan kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan.

Mahyiddin (Kota Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam)

Mahyiddin dikenal sebagai penyelamat terumbu karang dari Kelurahan Aneuk Laot, Kecamatan Sukakarya, Kota Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam. Sebelum peristiwa tsunami tahun 2004, Mahyiddin sudah mengawali pemeliharaan terumbu karang dengan menyosialisasikan penghentian penggunaan bom dan potasium untuk menangkap ikan.

”Setelah ada tsunami, saya mengerjakan program Tsunami Underwater Clean Up di Selat Rubiah dan Iboih, Sabang. Tugas saya membersihkan buangan puing bangunan akibat tsunami yang menutup lokasi tumbuhnya terumbu karang,” kata Mahyiddin.

Dia juga aktif membudidayakan terumbu karang dengan transplantasi. Ia pun sukses merehabilitasi hutan bakau dengan penanaman sekitar 55.000 tanaman bakau di Teluk Lhok Weng-Iboih, Ceuneuhot-Jaboi, dan Krueng Raya.

Ujang Solikhin (Ciamis, Provinsi Jawa Barat)

Ujang mampu mengolah sampah organik menjadi alternatif energi briket yang cukup ramah terhadap lingkungan. Di sela-sela kesibukannya sebagai anggota TNI Angkatan Darat, ternyata Ujang mampu menghasilkan briket arang organik sebanyak 2 ton per hari.

Penghargaan Kalpataru 2010 pun diterimanya. Ujang dinilai berhasil mengurangi jumlah sampah, yang patut ditiru di lokasi-lokasi lain. (NAW/KPS)