Selasa, 29 Juni 2010

JELANG MUKTAMAR: NUHAMMADIYAH PRAGMATIS

Jakarta - Memasuki usia 100 tahun, Muhammadiyah justru makin kuno dan terjebak pragmatisme. Gerakan yang dilakukan Muhammadiyah tak lagi relevan untuk menjawab permasalahan zaman, dengan semakin menyusutnya peran sosial kemasyarakatan.

Penilaian itu disampaikan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang juga Ketua Lembaga Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bahtiar Effendy di Jakarta, Senin (28/6). Namun, ia mengakui, banyak kemajuan yang dicapai Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan keagamaan.


”Jika KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) masih hidup, pasti akan senang melihat perkembangan Muhammadiyah,” katanya.

Meski begitu, sebagai gerakan sosial keagamaan, Muhammadiyah tak lagi mampu menjawab tantangan global. Muhammadiyah tak bisa merespons sepenuhnya perubahan zaman yang ditandai dengan munculnya globalisasi, berakhirnya perang dingin, demokratisasi gelombang ketiga, sampai reformasi politik tahun 1998.

Bahtiar menilai tidak banyak yang dilakukan Muhammadiyah untuk mendorong masyarakat Indonesia agar mampu berkompetisi di era globalisasi. Muhammadiyah juga gagal memberikan kontribusi nyata dalam menyelesaikan permasalahan sosial.

Dua dasawarsa terakhir, Muhammadiyah tak memiliki program yang bisa ditawarkan untuk membantu negara menyejahterakan rakyat. ”Tak ada program yang relevan untuk menjawab permasalahan saat ini,” ujarnya.

Padahal, Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah untuk menjawab permasalahan yang muncul pada zamannya. Selain dakwah agama, persyarikatan didirikan untuk meningkatkan taraf pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat yang sebenarnya menjadi tugas negara.

Seharusnya kini Muhammadiyah mampu menawarkan alternatif menyelesaikan masalah bangsa, yang tidak mampu ditangani negara. Bukan terjebak terus mengembangkan jumlah amal usaha, tanpa meningkatkan kualitasnya.

”Sekarang ini Muhammadiyah terkena virus pragmatisme. Seperti kekuatan sosial politik lain, Muhammadiyah sudah lelah dan tidak jelas mau mengarah ke mana,” kata Bahtiar.

Penilaian senada diungkapkan Wakil Ketua MPR, yang juga kader Muhammadiyah, Hajriyanto Y Thohari. Menurut dia, Muhammadiyah mengalami kebobrokan, terutama dalam pengelolaan organisasi dan amal usaha. Meski demikian, Muhammadiyah tetap lebih baik dibandingkan dengan organisasi kemasyarakatan lainnya.

Muktamar Ke-46 Muhammadiyah di Yogyakarta, pekan depan, akan diawali dengan Sidang Tanwir yang dilaksanakan pada 1-2 Juli 2010. (NTA)