Jumat, 23 Juli 2010

Artikel: Muslimah Beragama Islamlah Secara Kaffah


• Oleh : R u s d i

Menjadi muslimah secara kaffah merupakan perintah Allah SWT yang harus direalisasikan dalam kehidupan keseharian apakah itu dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Tapi jika kamu tergelincir dari jalan Allah sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al Baqarah: 208-209).

Muslimah dalam praktek beragama Islam terlihat ada keengganan untuk menjadi muslimah secara kaffah. Beragama Islam seperti membelah bambu, ambil sebelah yang sebelah lagi dicampakkan. Ayat di atas mengingatkan agar memeluk Islam secara keseluruhan dengan jiwa raga tunduk patuh dan taat menjalankan syariatnya jangan mengikuti langkah-langkah syaitan yang menuntun menuju jalan kesesatan.



Dimana pada zaman jahiliyah wanita dijadikan budak nafsu kaum laki-laki kemudian datang Rasulullah SAW membawa agama Islam mengangkat dan membebaskan kaum wanita agar tidak menjadi budak nafsu. Islam menempatkan wanita dengan hak dan kewajiban yang sesuai dengan kodratnya.

Islam membebaskan kaum wanita dari belenggu perbuatan syirik mengundi nasib, bertenung dan berbagai perbuatan syirik lainnya dan membimbing wanita menuju tauhid. Hanya kepada Allah SWT menyembah dan hanya kepadaNya memohon pertolongan. Kaum wanita disadarkan bahwa ia lahir ke dunia dalam keadaan fitrah sebagai manusia merdeka dan harus mendapatkan kemerdekaannya.

Setelah ia memperoleh kemerdekaan tersebut harus menjaganya. Kemerdekaan yang dimaksud adalah merdeka dari perbudakan hawa nafsu syahwat dari kaum laki-laki atau dari kaumnya sendiri, kemerdekaan menentukan pasangan hidup yang ia cintai.

Perlindungan terhadap perbudakan hawa nafsu terhadap wanita meskipun itu dilakukan oleh suaminya sendiri namun sang suami tidak boleh memperlakukan isterinya sesuka hatinya. Hal ini dapat dilihat dari sebuah riwayat yang diceritakan Abu Hurairah suatu hari di siang Ramadhan datanglah seorang laki-laki berjalan tergopoh-gopoh menemui Rasulullah SAW seraya berkata: “Wahai Rasulullah aku celaka”.

Rasulullah bertanya “Apa yang membuat engkau celaka?” Laki-laki itu menjelaskan: “Aku bersetubuh dengan isteriku di siang Ramadhan?” Rasulullah bertanya. “Apakah engkau sanggup memerdekakan budak dari tuannya?” Laki-laki itu menjawab. “Tidak sanggup ya Rasulullah”. Kemudian Rasulullah bertanya “Apakah engkau sanggup berpuasa dua bulan berturut-turut”.

Laki-laki itu menjawab tidak sanggup ya Rasulullah.”Apakah engkau mampu memberi makan 60 orang fakir miskin?” Laki-laki itu menjawab “Tidak mampu ya Rasulullah”. Kemudian Rasulullah memberikan satu karung kurma pada laki-laki itu seraya bersabda “Sedekahkanlah kurma ini kepada fakir miskin”.

Laki-laki itu berkata “Wahai Rasulullah sesungguhnya tidak ada di antara penduduk desaku lebih miskin dari keluargaku pada siapa aku sedekahkan kurma ini?” Rasulullah SAW tertawa mendengar jawaban dari laki-laki itu sehingga kelihatan giginya, kemudian bersabda “Berikanlah kepada keluargamu” (Hadits riwayat Bukhari).

Inilah ajaran Islam memberikan perlindungan pada kaum wanita, suami tidak boleh melepaskan nafsu syahwatnya sesuka hatinya. Terdapat larangan dan pantangan yang tidak boleh dilanggar termasuk melakukan hubungan suami isteri ketika isteri sedang haid.

Larangan ini memberikan perlindungan terhadap wanita agar ia dapat khusuk beribadah di siang hari Ramadhan yang tidak selama sebulan penuh dapat ia kerjakan. Termasuk membebaskan tekanan jiwa karena penolakan hatinya memperturutkan ajakan syahwat suaminya.

Kaum wanita muslimah patut mensyukuri nikmat iman dan Islam yang dibawa Rasulullah SAW. Karena ajaran Islam telah mengangkat derajat kaum wanita ke tempat mulia dimana sebelum datang Islam kaum wanita hanya sebagai pemuas nafsu syahwat kaum laki-laki.

Jika saat ini ada prilaku wanita muslimah berprilaku seperti perempuan jahilliyah di masa lalu sengaja memamerkan aurat tubuhnya di depan umum seperti yang dipertontonkan oleh pelaku pornografi dan porno aksi di dunia maya atau di VCD, DVD layar televisi dan pentas-pentas keyboard di pesta perkawinan atau sunatan di kampung-kampung yang membuat penonton tumpah ruah kadangkala sampai memacatkan jalan lintas Sumatera Medan Banda Aceh atau Lintas Medan Jakarta.

Semestinya suatu negara seperti Indonesia mayoritas pemeluk Islam tidak memberikan ruang sekecil apapun untuk pornografi atau pornoaksi di atas panggung hiburan yang melibatkan penonton seluruh tingkatan usia.

Justru yang terjadi sebaliknya atas dasar kebebasan berekspresi ruang pornografi dan pornoaksi dibuka lebar bagi tumbuh dan berkembangnya bisnis penggandaan VCD dan DVD dan bisnis maksiat dengan kedok seni. Pamer dada presenter wanita di layar televisi kita menjadi pemandangan biasa.

Aurat wanita menjadi komoditas dalam industri hiburan baik itu di media elektronika atau media cetak. Di kampung-kampung hiburan keyboard pada resepsi perkawinan atau sunatan tidak asyik jika biduanitanya tidak memakai gaun mini seperti pakaian masyarakat primitif dan bergoyang atraktif seperti adegan hubungan suami isteri.

Aurat wanita bagian dari privasi hanya boleh dilihat oleh suami tercinta menjadi milik umum. Bukankah kemajuan pradaban manusia dinilai dari kesopanannya dalam berbusana. Islam telah mengatur wanita muslimah dalam mengenakan busana sebagaimana firman Allah SWT yang artinya “Hai Nabi katakanlah kepada isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh bagian tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali karena itu mereka tidak diganggu.

Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab: 59). Jilbab sejenis baju kurung yang lapang dan longgar untuk menutupi aurat tubuh wanita agar tidak terlihat menonjol mulai dari bagian kepala wajah, dada, paha dan betis wanita. Jilbab bukan baju kurung yang ketat dan sempit sehingga terlihat menonjol buah dada.

Mengenai aurat wanita terdapat riwayat yang menjelaskannya. Dari Aisyah bahwa Asmah binti Abu Bakar masuk ke dalam rumah Rasulullah berpakaian tipis tembus mata memandang aurat tubuhnya, Rasulullah SAW memalingkan wajahnya seraya bersabda: “Hai Asmah sesungguhnya perempuan itu apabila ia telah dewasa tidak patut menampakkan sesuatu dari tubuhnya melainkan ini dan ini” Rasulullah SAW menunjuk muka dan tapak tangan hingga pergelangan tangannya sendiri. (HR. Abu Daud).

Dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda: “Perempuan yang berpakaian tapi telanjang cenderung kepada perbuatan maksiat dan memancing orang lain kepada perbuatan maksiat. Di hari akhirat rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak akan bisa masuk syurga dan tidak akan mencium bau syurga padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan” (HR. Muslim).

Selain tidak dibolehkan memamerkan aurat tubuhnya seorang wanita muslimah juga dilarang memakai wangi-wangian berjalan ke luar rumah. Karena wewangian itu dapat mengundang perhatian dari kaum laki-laki.

Jika sang wanita sengaja memakai wewangian untuk menarik perhatian dari lawan jenisnya maka ia dianggap sebagai pezina sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Wanita yang memakai wangi-wangian kemudian berjalan keluar rumah lewat di depan orang banyak dengan bermaksud menarik perhatian maka ia seperti orang yang berzina dan setiap mata yang memandangnya seperti berzina pula”. (HR Abu Daud dan Turmudzi).