Jumat, 23 Juli 2010

Kepala Lembaga Kebudayaan UMM: Islam Sumber Kebudayaan, Tidak Hanya Teologi


Malang - Kepala Lembaga Kebudayaan Univ.Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Sugiarti M.Si Sugiarti , Sabtu (15/07/2010) menyatakan bahwa Islam adalah sumber dari kebudayaan. Menurutnya, tidak hanya sebagai sumber ajaran teologi yang mengajarkan tentang ketuhanan itu saja, tapi juga mengajarkan kebudayaan yang sempurna seperti yang tertuang dalam QS : Al Qashash : 77.

Seperti yang dimuat dalam website www.umm.ac.id, menurutnya, produk budaya dalam bentuk pengetahuan hendaknya didasarkan pada ajaran agama. Sehingga benturan antara tradisi dan modernitas dapat terpenuhi tanpa kehilangan jati diri. “Pengetahuan tanpa ajaran agama akan buta. Begitu pula Agama tanpa pengetahuan akan lumpuh,” tambahnya pada acara “Muhammadiyah Update” di Kampus Univ. Muhammadiyah Malang (UMM) bertema : Muhammadiyah dan Pertarungan Identitas Budaya Kontemporer.


Menurut Sugiarti, Muhammadiyah dapat terus berkibar dengan berbagai solusi diantaranya harus mampu bersikap bijaksana dalam merespon segala sesuatu yang terjadi pada masyarakat baik secara proaktif, selektif maupun cerdas. Kemudian, harus terus berpedoman pada Alquran dan Assunah sabagai sumber dari segala sumber kehidupan dalam membangun budaya kontemporer.

Menghadapi Globalisasi

Sedangkan Intelektual Muda Muhammadiyah, Dr. Zuly Qodir menambahkan, bahwa budaya populer dan masyarakat konsumtif sangat erat kaitannya dengan penikmat globalisasi. Selain banyaknya dampak negatif dari globalisasi itu sendiri, kemudahan dalam mengakses informasi menjadi sisi positif dari fenomena tersebut. Terjadi deteritori yang kemudian menghilangkan batasan antara orang kota dan orang kampung.

Gaya hidup kemudian menunjukan identitas orang tersebut sebagai gengsi sosial yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut terjadi akibat adanya komodifikasi dan marketisasi budaya secara massif. Hal tersebut kemudian biasa disebut dengan popular culture. “Contohnya popular culture dapat dilihat dengan maraknya pemakaian jilbab. Ala artis ibukota untuk kalangan muslimah Indonesia,” ungkap Zuly.

Zuly menekankan dalam menghadapi globalisasi penting belajar sejarah agar membuat manusia tidak terjatuh pada lubang yang sama. Sehingga, manusia tidak terkungkung pada cerita masa lalu.

“Jadi proses gozhul fikri sebagi pemerangan pemikiran sangat penting untuk membangun budaya yang membawa manfaat dan kemajuan kita bersama. Kecenderungan kekuatan Muhammadiyah yang membuka peradaban baru,” lanjut Zuly.

Diskusi berkala bertajuk “Muhammadiyah Update” ini diselenggarakan Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) dengan pembicara, yaitu Prof. Dr. Syafiq Mughni MA, Prof.Dr. Syamsul Arifin, M. (arif)