Selasa, 13 Juli 2010

WAPRES BOEDIONO BANGGA SEBAGAI ALUMNUS SEKOLAH MUHAMMADIYAH


JOGJA - Wapres Boediono buka kartu saat menutup Muktamar Muhammadiyah yang bertepatan dengan satu abad organisasi itu. "Jelek-jelek begini, saya bisa berdiri di sini (sebagai Wapres, Red) salah satunya karena Muhammadiyah," cerita Boediono.

Sekitar lima ribu muktamirin yang duduk di kursi hall lantai dasar maupun tribun lantai II serta peserta di luar Sportorium UMY, spontan memberi apresiasi tepuk tangan. Mereka menyaksikan melalui televisi karena tidak bisa masuk gedung megah tempat acara penutupan tersebut. "Terima kasih Muhammadiyah," sambung guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja itu. Boediono menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Muhammadiyah Blitar.



Dalam acara yang berlangsung pukul 11.20 itu Boediono didampingi istrinya, Herawati. Sejumlah pejabat duduk di VIP seperti Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas, Menteri Agama Suryadharma Ali, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Patrialis Akbar, dan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Juga terlihat Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar Priyo Budi Santoso, sejumlah duta besar negara sahabat, dan Gubernur Daerah Istimewa Jogja Sri Sultan Hamengkubuwono X. Mantan ketua umum PP Muhammadiyah Amien Rais tidak nongol. Sedangkan mantan ketua umum PP Muhammadiyah Syafii Ma"arif dan mantan penasihat PP Muhammadiyah Asjmuni Abdurrahman terlihat sibuk menjadi tuan rumah..

Walau sudah sekitar 50 tahun lalu, Boediono mengaku sangat bangga menjadi alumnus SD Muhammadiyah. Menurut mantan gubernur Bank Indonesia itu, kendati hanya alumnus SD, ormas Islam yang berdiri sebelum Indonesia merdeka, Muhammadiyah menjadi fondasi kuat dalam hidupnya hingga bisa menjadi Wapres.Pujian Boediono itu membalas sambutan Din yang menceritakan, meski hanya alumnus di Muhammadiyah bisa menjadi orang besar di republik ini. "Sambutan Pak Din sangat elok. Saya tidak bisa pidato bagus karena hanya lulusan SD Muhammadiyah," timpal bapak dua anak itu disambut applaus peserta.

Boediono memuji gerakan Muhammadiyah yang selalu di depan dalam perjalanan sejarah bangsa. Bagi dia, konstribusi ormas yang didirikan Ahmad Dahlan pada 1912 sebagai elemen penggerak aspek kehidupan sampai kini telah terbukti. Karena itu, Boediono mengajak jajaran Muhammadiyah terlibat aktif membantu pemerintah menjalankan proses pembangunan.

Dia juga mengingatkan tantangan bahwa yang bakal dihadapi dunia Islam adalah kesenjangan sosial akibat kemiskinan yang hampir merata di seluruh negeri. Sebagai bagian dari percaturan dunia maupun percaturan negara, Boediono berharap Muhammadiyah dapat menapaki umur abad kedua menjadi organisasi modern, besar, dan kuat.

Sebelumnya, ketika menyampaikan sambutan, Din menyentil bahwa dalam diri Boediono mengalir darah Muhammadiyah. Hal itu diketahuinya ketika ke Istana Wakil Presiden setelah pelantikan kabinet sekitar Oktober tahun lalu. Hal itu, menurut Din, dapat digunakan bahan bagus mendidik guru-guru sekolah Muhammadiyah. "Alumnus SD Muhammadiyah saja bisa menjadi Wapres. Bagaimana kalau sampai lulusan SMA Muhammadiyah maupun alumnus universitas Muhammadiyah," seloroh Din.

Menanggapi kehadiran Boediono, pihaknya memberikan pengakuan terhadap Wapres berumur 67 tahun itu sebagai bagian dari warga Muhammadiyah. Dalam kesempatan itu, Din menegaskan sikap politik Muhammadiyah sebagai partner pemerintah. Keduanya saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan. Muhammadiyah berikhtiar konstan bekerja sama dengan penguasa berdasarkan amar makruf nahi mungkar. "Tidak mungkin kami memusuhi pemerintah. Kritik merupakan bentuk kecintaan Muhammadiyah kepada pemerintah," tegas Din yang ditetapkan secara aklamasi itu.

Muktamar edisi ke-46 dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari Madinah, Arab Saudi Sabtu lalu (3/7). Acara di kota kelahiran Muhammadiyah itu dihadiri sekitar 8.000 peserta dan 900 ribu penggembira. Perhelatan akbar menelan biaya Rp 20 miliar. Selain memilih Din, muktamar memilih Siti Noordjannah Djohantini sebagai ketua umum PP Aisyiyah lima tahun ke depan dan Slamet Nur Achmad Effendy sebagai ketua umum PP IPM 2010-2012. (sep/c2)