Rabu, 14 Juli 2010

ARTIKEL: ORANG MISKIN DILARANG SAKIT !


Oleh : Juniper Silitonga

Barangkali judul tulisan ini sedikit mengherankan oleh sebagian pihak. Namun ada juga sebagian lagi yang menganggap ini memang benar adanya dan sudah menjadi rahasia umum.

Apalagi di saat kondisi perekonomian bangsa ini belum begitu menggembirakan. Setiap warga dipaksa ataupun diwajibkan untuk tetap hidup sehat. Tapi siapapun orangnya, kondisi untuk tetap hidup sehat tidak bisa semata-mata berjalan mulus sebagaimana yang diharapkan. Adakalanya juga setiap orang akan mengalami sakit.

Demikian juga halnya yang dialami oleh ibu Susi Siahaan (35) penduduk Jalan Pelita IV, Gg. Pos III kecamatan Medan Perjuangan. Melalui pemberitaan di harian Analisa, 1 Juli 2010-penulis merasa prihatin dengan kondisi yang diderita sang ibu. Karena latar belakang ekonomi tidak mampu, sang ibu terpaksa mengurungkan niatnya untuk membawa si anak yang bernama Binsar Immanuel (13) berobat ke rumah sakit. Kemudian terlintas dalam pikiran penulis ketika membaca berita tersebut untuk menuliskan artikel ini. Pastinya penulis ingin sedikit menggugah warga kota ini secara umum dan para pemangku kebijakan di kota ini secara khusus terkait masalah kesehatan yang dialami oleh ibu Susi Siahaan.



Diberitakan dalam harian Analisa bahwa sang anak mengalami penyakit lumpuh layu sejak 13 tahun yang lalu. Sebagai orang tua tunggal, sang ibu masih tetap bersikukuh memelihara dan merawat anaknya tersebut. Sang ibu menghidupi dua anaknya sekarang dengan penghasilan dari berdagang di pasar. Setiap hari sang ibu harus meninggalkan anaknya yang sakit tersebut untuk pergi berjualan. Sesekali sang ibu harus pulang sebentar ke rumahnya untuk memberikan obat kepada Binsar dan pergi lagi untuk melanjutkan jualannya.

Sepanjang 13 tahun inilah, Binsar tidak pernah dibawa berobat ke rumah sakit karena sang ibu tidak memiliki uang. Pada tanggal 26 Juni lalu si Binsar mengalami sakit keras dengan gejala tubuhnya panas dan kejang-kejang. Hingga akhirnya dengan pasrah sang ibu membawa anaknya itu untuk berobat ke RSUD Dr. Pirngadi bermodalkan surat keterangan lurah Sidorame Barat II. Surat sakti ini menyatakan bahwa Binsar termasuk daftar nama yang diusulkan sebagai peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS) untuk menjadi rujukan bagi pihak RSUD Dr. Pirngadi.

Awalnya memang Binsar ditangani oleh petugas medis di Instalasi Gawat Darurat. Sang ibu dengan penuh percaya dirinya, menunjukkan surat sakti dari kantor kelurahan tempatnya tinggal. Anehnya setelah dicek oleh petugas medis dalam daftar penerima JPKMS, nama Binsar tercantum tapi tidak ada nomor registrasinya. Hingga si Binsar tidak bisa dikategorikan sebagai penerima JPKMS. Dari petugas medis rumah sakitpun menyatakan bahwa jatah penerima JPKMS sudah habis. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Demikianlah pada akhirnya ibu Susi Siahaan tidak bisa lagi melanjutkan upayanya untuk memperoleh akses berobat gratis dari RSUD Dr. Pirngadi sebagai rumah sakit milik Pemko Medan ini.

Administrasi Buruk

Demikianlah sepenggal cerita warga miskin di kota ini yang cenderung haknya diabaikan. Meskipun kelihatannya kasuistik, tapi setidaknya gambaran ibu Susi ini sudah merepresentasikan sebagian warga miskin di kota ini yang haknya diabaikan. Diabaikan hanya karena persoalan administrasi yang notabene bukan tanggung jawab orang miskin di negeri ini. Karena tanggung jawab tersebut sepenuhnya diemban oleh pejabat Pemko Medan sebagai aparatur negara. Persoalan ini sebenarnya sederhana bila saja ada kepedulian (human interest) dari petugas medis rumah sakit kebanggaan kota Medan ini.

Setidaknya ibu Susi Siahaan ada mendapat arahan dari pihak rumah sakit bagaimana selanjutnya upaya untuk bisa mendapatkan akses berobat gratis. Si anak dibolehkan untuk sementara dirawat, sedangkan si ibu diarahkan untuk mengurus segala kekurangan administrasi yang dibutuhkan oleh pihak rumah sakit. Namun harapan demikian ternyata tidak diperoleh warga miskin di kota ini yang notabene sudah menjalankan kewajibannya membayar pajak misalnya. Lagi-lagi alasan administrasi menjadi tameng aparat pemerintah di kota ini.

Padahal diketahui sejak tahun 2008, Pemko Medan sudah meluncurkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPKMS). Tujuannya adalah untuk membantu masyarakat miskin diluar kuota Jamkesmas yang diprogramkan oleh pemerintah pusat. Namun pada kenyataannya di lapangan, dalam kepesertaan penerima program JPKMS terjadi tumpang tindih. Dalam perencanaannya, Pemko Medan menetapkan kuota 500 ribu untuk keanggotaan peserta JPKMS. Namun dalam penetapan itu, Pemko Medan disinyalir kurang berlandaskan pada keakuratan data. Seharusnya Pemko Medan sudah memiliki data seberapa banyak rakyat miskin yang tidak masuk ke dalam kuota penerima program Jamkesmas. Hingga kemudian, berdasarkan data yang akurat itulah Pemko Medan dapat menentukan berapa jumlah masyarakat miskin yang akan menjadi peserta program JPKMS.

Ternyata lagi diketahui bahwa Program Medan Sehat melalui JPKMS tidak melayani semua jenis penyakit. Maka sudah bisa dipastikan, warga miskin dilarang untuk sakit. Karena program yang dijalankan ternyata hanya bersifat setengah hati. Bukan berdasarkan untuk bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak sesuai amanat UUD 1945 pasal 34 ayat 3. Artinya pemerintah dalam hal ini Pemko Medan sudah mengabaikan atau melanggar undang-undang hanya karena alasan manajemen administrasinya yang buruk, rumit, usang dan sudah primitif.

Tentunya kondisi atas buruknya sistim administrasi pemerintah tidak dapat dimaklumi begitu saja. Karena hari ini, warga miskin yang berdomisili dimanapun ingin mendapat pelayanan kesehatan yang baik dan bertanggung jawab. Masyarakat miskin tidak akan pernah mengerti dengan alasan pemerintah kalau namanya belum teregistrasi sebagai penerima jaminan kesehatan dalam bentuk apapun. Jika pelayanan buruk ini sudah berlangsung dari sejak dimulainya program JPKMS tahun 2008 yang lalu sampai sekarang, maka bisa dipastikan warga miskin memang benar-benar dilarang untuk sakit di kota ini atau di Indonesia sekalipun. ***

Penulis, pemerhati sosial, Email: dani_iper@yahoo.co.idThis e-mail address is being protected from spambots, you need JavaScript enabled to view it