Kamis, 03 Juni 2010

Gizi Buruk Belum Berhasil Dituntaskan di Medan


Medan, Kasus gizi buruk di Kota Medan belum berhasil dituntaskan. Kali ini, manajemen RSUD dr Pirngadi Medan kembali merawat seorang anak penderita gizi buruk, Rabu (2/6). Pasien, Mutiara Dwi Rahmadani (1,8) anak pasangan Irwan Kristianto dan Nina Nisyuliana (31) warga Jalan Mangaan I Lingkungan VI, Bahagia X , Medan Deli.

Anak kedua Nina itu divonis gizi buruk karena perkembangan berat badan dan psikososialnya tidak sesuai dengan anak normal. Berat badannya hanya 4,4 Kg. Padahal, seusia dia berat badannya minimal 8,8 Kg.

Menurut keterangan Nina, anaknya itu diduga kena gizi buruk beberapa bulan belakangan ini. Soalnya, sewaktu lahir Mutiara dalam keadaan normal. Berat badan 3 Kg dengan panjang 58 cm.

Kondisi berat badan terus bertambah hingga usia 10 bulan mencapai 8 kg. Tidak tahu penyebabnya, pasca 10 bulan kondisi berat badannya terus menurun drastis hingga saat ini.

Dia sebenarnya sudah berusaha membawa anaknya berobat ke dokter. Tapi, dokter tidak memberikan penjelasan yang berarti secara medis. "Dokter hanya mengatakan apa yang dialami anak saya hal yang biasa. Mungkin sedang tumbuh gigi," jelas Nina.

Begitupun, katanya, kondisi berat badan anaknya tidak bertambah baik. Dia sendiri merasa heran. Karena, anaknya tetap mengonsumsi Air Susu Ibu (ASI). Selain ASI juga ditambah susu formula dan makanan bayi. "Makannya banyak, tapi tidak tahu kenapa berat badannya terus turun," ucapnya.

Kondisi Mutiara didengar Ketua Pimpinan Ranting PDIP Samrin Nasution (43). Dia langsung menghubungi Ketua Komisi E DPRD Sumut Brillian Moktar. Akhirnya, Mutiara dibawa ke RSUD dr Pirngadi Medan sekira pukul 11.00 WIB. Kini, dia dirawat di ruang tiga anak.

Dana Talangan

Menurut Kasubag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan Edison Peranginangin SH Mkes, Mutiara akan dirawat dengan biaya dari dana talangan kesehatan APBD Provinsi Sumut. Karena, keluarga Dwi tidak tercatat sebagai peserta Jamkesmas atau JPKMS.

Menurut Edison, sejak Januari hingga saat ini sudah merawat 9 anak gizi buruk dengan tipe Marasmus dan Kwashiorkor. Di Februari tiga orang, Saysa Warda (11 bulan), M Habib (6 bulan) dan Fahri (9 bulan). Maret ada satu Jaharah (5 bulan) dan April ada empat balita, Bagas Arya Ramadhan (5 bulan), Nabila (2 tahun), Ilham (10 bulan) dan Disti Dwi Adsan (2 tahun).

Ketua Komisi E Brillian Moktar menilai, banyaknya kasus gizi buruk di Kota Medan membuktikan fungsi promotif kesehatan tidak berhasil. Soalnya, kasus-kasus seperti itu tidak perlu lagi terjadi jika promotif kesehatan menjadi prioritas.

Karena, lanjutnya Brillian, Puskesmas yang merupakan ujung tombak bisa pelayanan kesehatan harus gencar mempromosikan kesehatan mulai dari ibu hamil hingga melahirkan sampai pada penanganan balita.

Melihat kondisi ini, Brillian mengusulkan agar Kepala Dinas Kesehatan menggelar rapat khusus dengan seluruh Kepala Puskesmas untuk mencari solusi menjawab persoalan tersebut. "Jika memang kurang dana, fasilitas dan alat kesehatan, maka hal itu harus menjadi prioritas dimasukkan dalam pembahasan PAPBD Kota," ucap politisi PDIP ini.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Sumut dr Candra Syafei SpOG menyebutkan, kasus gizi buruk tidak saja ada di Kota Medan tapi juga di seluruh Indonesia. Malah Sumut sendiri kasusnya masih di bawah rata-rata nasional. Karena, kasus gizi buruk ada 4,4 persen dan gizi kurang 18,8 persen. Sedangkan, skala nasional gizi buruk 5 persen dan gizi kurang 20 persen.

Sebenarnya, lanjut Kadis, jika terjadi kasus gizi buruk, maka tugas pelayanan kesehatan hanya membetulkan kondisi gizi anak tersebut atau mengobati penyakit penyertanya. Rata-rata untuk memperbaiki gizinya hanya membutuhkan waktu tiga bulan.

"Tapi, setelah kondisi gizinya baik dan penyakit penyertanya sembuh, lalu bagaimana selanjutnya. Ini merupakan tugas Badan Ketahanan Pangan atau instansi terkait. Sehingga, keluarga penderita bisa terjamin hidupnya agar tidak terulang lagi kasus gizi buruk," jelas Kadis. (nai/ans)