Minggu, 04 Juli 2010

DIN SYAMSUDDIN BANTAH RUMOR HUBUNGANNYA DENGAN SBY RETAK



Jakarta: Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin membantah rumor yang menyebutkan, hubungannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono retak. Rumor ini muncul lantaran Presiden Yudhoyono membuka Muktamar Muhammadiyah ke-46 di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta, dari Madinah, Arab Saudi [baca: Presiden Buka Muktamar Muhammadiyah].

"Saya pribadi melihatnya dengan berprasangka baik, saya meyakini itu tak ada kaitan dengan perasaan apapun," kata Din dalam dialog di Liputan 6 Petang, Sabtu (3/7). "Karena kalau seandainya ini ditunjukkan sikap yang lain tentu presiden tidak akan membuka, termasuk dari Madinah."


Din juga membantah rumor jika Presiden Yudhoyono membuka muktamar dari Madinah karena sikapnya yang pernah mendukung calon presiden lain. "Itu tidak benar. Muhammadiyah secara organisatoris tidak pernah mendukung atau menghalangi seseorang untuk menjadi presiden," tutur Din. Meski sejumlah Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah memberikan sejumlah kriteria calon presiden, semuanya kembali diserahkan kepada warga Muhammadiyah.

Dalam dialog ini, Din juga membantah penilaian yang menyebutkan dirinya terlalu politis sehingga Muhammadiyah terbawa-bawa masuk politik praktis. Ia menegaskan, Muhammadiyah tidak terlibat dalam politik praktis, politik kepartaian, dan mengambil jarak serta kerja sama dengan partai politik.

Tapi kalau Muhammadiyah berpolitik, kata Din, itu sudah sejak kelahiran. Sebab, organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah tak mungkin mengabaikan politik. "Tapi politik Muhammadiyah adalah politik dakwah, politik adi luhung, politik memperjuangan nilai," ujar Din. "Kalau itu dilakukan, itu bukan politik praktis."

Terkait tudingan adanya kepentingan politik dan intervensi penguasa melalui sejumlah calon ketua Muhammadiyah, Din lagi-lagi membantah. Menurut Din, tidak mudah bagi partai politi atau siapa pun mengintervensi muktamar. "Sebab, Muhammadiyah memiliki sistem pemilihan yang khas, berjenjang, dan bertingkat," ucap Din.

Tapi, tambah Din, kalau ada figur-figur yang dikaitkan dengan partai politik, itu karena Muhammadiyah memiliki anggota yang banyak tersebar di partai politik. "Kalau mereka kemudian diusulkan jadi anggota Pengurus Pusat Muhammadiyah, karena mereka memiliki syarat untuk itu," jelas Din. "Itu tidak harus dibaca sebagai intervensi parpol atau kekuatan politik manapun."

Din menjelaskan, yang dipilih dalam muktamar adalah anggota pengurus pusat. "Bukan calon ketua," kata Din. Dari 39 nama yang sudah dipilih dari seluruh Indonesia nantinya dipilih 13 orang pada muktamar. Soal masuknya nama Muchdi PR dalam bursa calon anggota tetap, Din menilai karena mantan Kepala Badan Intelijen Negara adalah ketua sebuah organisasi otonom di Muhammadiyah, yaitu Tapak Suci. "Maka beliau (Muchdi) memenuhi persyaratan jika ada yang mencalonkannya," ujar Din.

Soal Muchdi PR pernah dikaitkan dengan pembunuhan aktivis HAM Munir, Din mengatakan, Muhammadiyah melihat yang bersangkutan tidak dalam status terdakwa, tersangka, apalagi terpidana. "Kalau di antara calaon ada yang berstatus seperti itu, termasuk saya pribadi, saya yakin tidak akan bisa dipilih oleh muktamar," tutur Din [baca: Muchdi PR Siap Pimpin Muhammadiyah].

Saat ditanya jika terpilih kembali siapkah membawa Muhammadiyah kembali sebagai organisasi yang lebih memperhatikan bidang pendidikan dan sosial kemasyarakat. Din menjawab: "Jika saya yang terpilih atau siapa saja, jelas gerakan Muhammadiyah itu bergerak dalam orientiasi kepada masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, sosial, tetapi juga dalam bidang pemberdayaan ekonomi secara luas."(BOG)